Chapter Nineteen - Starts

Start from the beginning
                                    

-SR-

Setibanya di rumah sakit yang dimaksud oleh penelepon tadi, Ginan dan Rani segera menuju ruang UGD, dana bertanya pada petugas administrasi di depan. Cukup lama mereka mengecek, karena keadaan rumah sakit yang ramai. Banyak sekali pasien berdatangan, hingga membuat para petugas kewalahan. Namun, setelah sekian lama menunggu, mereka tak mendapati hasil. Tak ada korban kecelakaan atas nama Gilang atau Sean di sana.

"Mungkin datanya belum masuk." Ginan bersikeras, lantas meminta untuk mengecek satu per satu pasien.

"Enggak bisa, Pak, itu bisa mengganggu kinerja para medis," sahut wanita berkacamata di balik meja administrasi, sambil melihat sekali lagi catatannya.

"Ada pasien kecelakaan yang masuk sekitar jam enam sore tadi, tapi perempuan. Setelah itu nggak ada lagi, Pak."

"Coba telepon Gilang lagi, Pa, mungkin nggak jadi dibawa ke sini." Rani bicara sambil menyentuh lengan suaminya. Ginan mengusap wajah kasar, sebelum mengeluarkan ponsel dan menelepon anak sulungnya. Pada dering kelima, telepon terangkat. Suara Gilang di seberang membuatnya mengembus napas lega.

"Kamu di mana, Lang? Papa di rumah sakit, tapi kamu nggak ada."

Gilang menyebutkan nama rumah sakit tempatnya kini mendapat perawatan. Ternyata berbeda dari yang disebutkan perempuan tadi.

Ginan dan istrinya segera menuju rumah sakit itu. Tepat di ruang UGD, Gilang sedang celingukan mencari seseorang. Rani begitu emosional melihat sebagian punggung tangan anaknya tergores, seketika merasa ngilu.

"Gimana keadaan kamu, Lang? Mana yang luka, mana? Kata wanita tadi, kamu luka parah," kata Rani bertubi-tubi, sambil menyentuh wajah anaknya lembut, menelisik luka-lukanya.

"Pasien cuma luka ringan, Bu," sahut seorang perawat sambil tersenyum ramah. "Bapak selesaikan dulu administrasinya di depan, terus bisa diajak pulang."

Ginan mengernyit, ikut memeriksa kondisi Gilang. Memang tak ada yang parah sepertinya, kaus abu-abu yang dia gunakan bahkan tak terkena darah sedikit pun.

"Sus, teman saya mana, ya?" tanya Gilang sambil mengedarkan pandangannya, menyisir ruang UGD yang sebagian bangsalnya tertutup tirai hijau.

"Teman yang mana, Mas? Yang tadi ngantar Mas ke sini? Masih diminta keterangan sama polisi di depan mungkin," jawab suster itu, kemudian hendak berlalu.

"Bukan, Sus, teman yang saya bonceng. Dia juga kecelakaan bareng saya. Masa dia nggak dibawa ke sini?" Gilang menahan langkah perawat itu dengan kata-katanya.

Suster itu menoleh, lantas berpikir sejenak, kemudian menggeleng. "Teman Mas cewek apa cowok? Saya yang menyambut Mas di depan tadi, dan cuma ada dua pasien. Mas dan satu cewek yang bawa mobil."

Gilang menggeleng cepat. "Bukan, bukan. Teman saya cowok, Sus, Sean namanya. Dia saya bonceng tadi, nggak mungkin kalau saya dibawa ke rumah sakit, sementara dia nggak."

"Enggak ada, Mas, mungkin temannya tadi nggak luka." Perawat itu pun berlalu.

Penasaran, Gilang bertanya pada petugas administrasi. Benar, mereka hanya mencatat dua korban kecelakaan. Satu pengendara motor, yaitu dirinya, dan satu lagi perempuan pengendara mobil. Tak ada tanda-tanda Sean pernah di sana.

Gilang dan orang tuanya belum bisa pulang, karena Gilang harus memberi keterangan dahulu ke kantor polisi, terkait kecelakaan yang menimpa mereka. Wanita yang mengendarai mobil dinyatakan tewas, dan hasil tes menunjukkan ada kandungan alkohol dalam tubuh wanita itu, saat kecelakaan nahas itu terjadi. Setelah Gilang memberikan keterangan, mereka bergegas pulang, khawatir bila Sarah terbangun dan ketakutan. Namun, saat melihat pintu gerbang samping rumahnya terbuka, Gilang tak menunggu mobil ayahnya berhenti sempurna. Dia membuka pintu mobil, langsung melompat dan berlari ke halaman rumah.

"Sarah!" pekiknya membelah malam, ketika sadar pintu utama rumah mereka tidak tertutup rapat.

"Apa Sarah kabur lagi?" Ginan tak kalah cemas, membiarkan pintu mobil terbuka, langsung berlari mengikuti Gilang, begitu juga Rani.

Betapa terkejutnya ketika sampai di kamar Sarah, tempat itu sangat berantakan. Ponsel yang Ginan letakkan di samping Sarah tidur tadi hancur berkeping-keping di lantai, lampu nakas juga pecah berserakan.

"Sarah!" panggil Gilang keras, tetapi tak ada jawaban sama sekali. Mereka membuka kamar mandi, tak ada seorang pun di sana. Ginan menemukan kunci cadangan yang ia letakkan di dekat Sarah tadi, tergeletak di dekat kaki ranjang.

Gilang ingin berlari mencari adiknya ke sekeliling rumah, saat matanya tak sengaja melihat potongan kain yang ia kenali. Segera dia menarik kain hitam itu dari balik selimut yang tergeletak tak beraturan di lantai, lantas membekap mulutnya.

"Itu ...." Rani gemetar, menarik jaket itu dari tangan Gilang.

"Jaket Sean?" Ginan bertanya ragu, Gilang mengangguk membenarkan.

"Jadi ... apa Sean yang sudah menculik Sarah?"

-SR-

TBC

Kavii98_
Fifi_Alifya
azdiyare_ahsan708
rodeoexol
IndahCatYa
AnnyoosAn
Talithaa56
MeylindaRatna

SarahWhere stories live. Discover now