Chapter One - Sarah's Life

843 88 13
                                    

"Aku yang asing, terelakkan oleh keadaan yang membingungkan."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


—SR—

Sudah berkali-kali gadis itu melayangkan protes, tidak terima karena dipindahkan ke kelas unggulan. Namun, apalah daya. Keputusan orang tuanya sudah bulat, dengan dalih agar ia bisa lebih fokus belajar. Jadi di sinilah ia berada, berdiri canggung di depan kelas XI Plus SMA Karya Bangsa. Kaki bergerak gelisah, mulut komat-kamit merapal doa, seolah akan memasuki kandang singa.

Berulang kali dia menarik dan membuang napas panjang, merasa sebal pada keputusan sepihak ini. Apa yang ada di pikirannya saat ini, adalah percakapan tadi pagi di meja makan.

"Kalau masuk ke kelas unggulan, duit jajan nambah dong," pintanya sambil menadahkan tangan pada sang ayah.

"Heleh, Dek ... Dek. Pikirannya jajan mulu!" timpal kakaknya, salah satu siswa tingkat akhir kelas unggulan.

"Perasaan abang sama Kak Fani biar di kelas unggulan, biasa aja kok duit jajannya."

"Abang, diem!" ucapnya, meletakkan telunjuk di depan bibir.

"Sebagai kakak yang baik dan benar, nggak boleh sirik sama adek yang bakal dikasih duit lebih sama Papa."

"Awas aja nanti masih minta beliin jajan sama abang!" ancam remaja tinggi yang baru saja genap berusia delapan belas itu.

"Ya masih dong," jawab adiknya santai. "Pokoknya selama Abang belum punya pacar, tetep harus kasih Sarah duit jajan!"

"Pacar lagi," gumam lelaki bernama Gilang itu. Tak mau berdebat panjang, dia berjalan menuju ruang depan. Bahaya kalau meladeni gadis bernama Sarah itu, bisa kalah periode perantauan Bang Toyib.

"Tuh, kan, Mama! Sarah bilang juga apa, Abang itu nggak normal! Masa setiap ngomongin pacar, Sarah ditinggal, sih?"

Sepasang suami-istri itu senyum-senyum manja, melihat anak gadis yang saat ini kembali memotong roti dan menjejalkan ke mulut.

"Masa Abang mau kawin sama buku, sih, Pa? Sayang aja gitu bukunya, nanti rusak kalau dikekepin Abang terus."

Masih panjang ocehannya tentang pacar untuk abangnya, sampai ia lupa tentang uang jajan. Sekarang di depan kelas ini, dia baru ingat, belum mendapat tambahan uang jajan. Padahal di kelas unggulan, mereka datang lebih awal dan pulang lebih akhir.

Bel berbunyi sekali, tanda gerbang utama akan ditutup. Sarah membuang napas panjang sekali lagi sebelum mengucap bismillah, lalu melangkah masuk. Baru dua langkah, dirinya malah hampir pingsan menghirup aroma kekakuan di kelas ini. Berbeda dengan kelas sebelumnya yang lebih santai dan berisi beraneka ragam penampilan, kelas ini hanya diisi makhluk yang semuanya taat peraturan sekolah.

SarahWhere stories live. Discover now