Chapter Fourteen - The Frame

342 41 10
                                    

Sarah mematung sesaat, menatap sosok tinggi tegap di depannya. Namun, dengan sigap tangan kekar itu menggenggam tangannya, menarik ke luar lift. Menyeretnya berlari menuju area parkir, lalu memakaikan helm. Segera menaiki motor hitam dan berkendara, menyelinap di antara banyak kendaraan lain yang masih tampak agak ramai di malam hari ini.

"Pegangan yang erat!" Ucapan setengah teriakan itu, membuat Sarah menggenggam besi di belakang motor lebih erat. Sean benar-benar melajukan motornya semaksimal yang ia bisa, tetapi tetap menjaga keselamatan dirinya dan gadis di belakang. Jalan demi jalan mereka lalui, belokan silih berganti. Sarah yang tidak tahu ke mana arah tujuan ini, hanya mampu memasrahkan hidupnya pada Sean. Bahkan ia lebih banyak menunduk sepanjang jalan, berusaha menyembunyikan takut yang masih saja hadir. Bukan tak mungkin, berlari dari Sam dan mengikuti Sean adalah hal buruk. Namun, Sarah merasa tak memiliki pilihan, selain mengikuti laki-laki yang kini fokus dengan jalanan.

Kondisi makin mencekam, ketika Sarah mendengar seseorang menyeru namanya. Dia refleks menoleh, melihat Sam mengendarai motor putihnya. Takut, Sarah melepaskan pegangan di besi belakang motor, beralih memeluk pinggang Sean.

"Jangan takut!" pekik Sean. "Peluk gue yang erat, tutup mata! Apa pun yang terjadi, jangan buka mata lo sebelum gue suruh. Paham?"

Anggukan Saraglh menjawab titah Sean. Gadis itu mengeratkan pelukan, lantas memejam. Merasakan motor hampir oleng berkali-kali, karena Sean dan Sam saling tendang dan serempet.

"Sean, Sarah takut!" pekiknya, ketika merasakan keseimbangan motor yang mereka tumpangi tergoncang. Sam lagi-lagi berhasil menendang sisi motor Sean.

"Ada gue, Sarah. Ada gue." Sebisa mungkin, Sean berusaha menenangkan gadis di belakangnya. "Pokoknya tutup mata, dan jangan lepasin gue!"

"Sarah! Lo akan habis, kalau ngikutin Sean!" Pekikan Sam terdengar, tetapi gadis itu berusaha menulikan telinga. "Plis, ikut gue! Gue cuma mau melindungi lo dari Sean!"

Setelah teriakan itu, Sarah kembali merasa motor mereka bergoyang. Gadis itu tetap memeluk erat pinggang Sean, kepala ia benamkan di bahu kekarnya. Tak peduli bila baju Sean akan basah oleh air mata, dia hanya butuh perlindungan saat ini.

"Sarah!" Sekali lagi pekikan Sam terdengar, sebelum bunyi tabrakan terdengar nyaring. Sarah memekik, memeluk Sean tambah erat. Mereka jatuh berguling di aspal, untunglah di sana keadaan jalan lengang, sehingga tak ada tabrakan susulan. Sarah mencoba melawan perih di tangannya, melepas helm, lalu duduk. Melihat Sean tengah berusaha bangkit, lalu mendekati Sarah. Motor mereka terseret cukup jauh. Mungkin hanya keajaiban, ketiganya masih selamat.

Sean menyuruh Sarah melepas ranselnya, lalu menggendong gadis itu di punggung. Sam tampak bangkit, berusaha menggapai keduanya, saat Sean mendapatkan keseimbangan untuk berlari. Tidak mudah menahan sakit akibat berguling di aspal, ditambah beban di punggung. Namun, dia bertekad untuk tidak menyerahkan Sarah pada sepupunya itu.

Sarah tidak tahu, sejauh apa Sean membawanya berlari. Dia hanya melingkarkan tangan di bahu Sean, berusaha sebisa mungkin meringankan badan yang gemetar menahan sakit dan ketakutan. Sean terus berlari, menerobos sebuah perkampungan kumuh, hingga akhirnya nekat memasuki sebuah gubuk kardus yang tak tertutup. Tak ada orang di sana, jadi Sean segera menurunkan Sarah, lalu merapatkan kardus untuk menutupi keberadaan mereka.

"Sarah! Sean!" Pekikan Sam terdengar nyaring. Sarah membekap mulut, Sean meletakkan telunjuk di bibir. Gadis itu mengangguk, air matanya mengucur deras. Perih di kulit semakin terasa, ketika air mata membilasnya. Ketakutan juga semakin nyaring, kala mendengar teriakan ganas seseorang.

SR—

"Hei, ngapain teriak malam-malam begini?" Suara sangar itu membuat Sam terperanjat. Dirinya meringis, berbalik melihat seorang pria tambun berkumis tebal.

SarahWhere stories live. Discover now