DEMO EKSKUL🌷

9K 565 6
                                    

Hari ini aku mengingat tentang kisah kita. Lembaran kisah yang telah kita buat. Lembaran kisah yang sudah selesai dan yang tersisa hanya kenangan.

Aleeta.

Aleeta POV

Aku terus berlari tak tentu arah. Masih terasa bagaimana kakak ku menampar pipiku. Pipi ini memang sakit, tapi ada sesuatu yang lebih sakit. Hati. Hati ini lebih sakit saat mendapatkan bentakan dan cacian itu.

"Bunda, Aleeta mau ketemu bunda," aku sungguh merindukan sosok bunda. Aku tak pernah merasakan kasih sayangnya, tapi aku percaya bahwa dia sangat menyayangiku lebih dari apapun. Aku butuh bunda. Aku membutuhkannya untuk meredamkan rasa sakit yang teramat dalam ini. Aku butuh pelukannya. Pelukan yang mampu membuat aku tenang.

Malam ini begitu dingin. Hawa dingin menusuk segala inci kulitku. Mataku juga terasa sangat perih bahkan hidungku sudah berlendir. Dapat aku lihat ada sebuah halte disebrang jalan sana. Aku segera menuju halte tersebut. Aku menyenderkan kepala pada tiang halte tersebut.

"Bunda, bunda lagi apa?" Aku berucap seraya mengelus gelang pemberian bunda yang dititipkan lewat ayah. Aku benar-benar merindukan malaikat ku ini. Sedang apa dia disana? Apa dia juga merindukanku seperti aku merindukannya? Bunda, doakan Aleeta agar kuat menjalani semuanya. Dekap Aleeta saat Aleeta sudah tidak mampu menghadapi semua ini.

Tin tin

Sebuah mobil berhenti dihadapannya. Mobil ini terasa familiar di pikiranku.

"Aleeta?" Yaampun, si Deon ketua OSIS itu rupanya. Ia turun dari mobil dan segera menghampiri ku. Terlihat sekali raut wajahnya yang cemas.

"Kak Deon?" Aku tersenyum tipis kepadanya.

"Lu ngapain disini? Ini udah malem. Nanti lu bisa sakit," dia mengelus kepala ku dengan lembut. Aku menepisnya dengan pelan. Aku tidak mau ada yang melihatnya.

"Aku gapapa, kak."

"Gapapa gimana? Mata lu bengkak begitu. Lu abis nangis?" tanyanya.

"Nghh, hikss.....hiks," sial, air mata ku kembali meluruh. Sekarang aku terlihat seperti wanita lemah dihadapan orang yang baru aku kenal.

Kak Deon segera mendekapku. Aku tak bisa menolaknya, aku membutuhkan ini. Bahkan dia meletakkan dagunya diatas kepalaku dengan tangan yang terus mengusap suraiku dengan lembut.

"Nangis aja. Jangan takut ada yang mengira lu lemah,"

Kak Deon mengajak ku duduk kembali ke kursi yang ada di halte ini. Entah mengapa, dipelukannya aku merasa tenang. Aku merasa terlindungi. Padahal kami baru mengenal kemarin waktu MOS hari pertama.

10 menit kemudian......

Tangisan ku mulai mereda. Aku segera melerai pelukan ku dengan kak Deon. Aku menghapus bercak-bercak air mata yang masih menghiasi pipiku.

"Lu dah tenang?" Aku mengangguk pelan. Dia pun tersenyum.

"Kalo lu mau cerita, lu cerita aja ke gua. Anggep gua sahabat bahkan Abang lu," aku tersenyum padanya.

"Lu mau pulang? biar gua anter," yaampun aku lupa, ini sudah larut malam. Sudah berapa lama aku meninggalkan rumah. Pasti ayah sedang panik mencariku. Tapi, aku masih takut untuk bertemu Abang. Aku takut ia akan membentak bahkan mencaci ku kembali.

UNTUK AZKA [SUDAH DIBUKUKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang