SAS (05)

198 51 1
                                    

"Tersenyum lah, agar kita bisa tersenyum bersama."


🌠🌠🌠

"Jangan di kerutin matanya." Nayeon menghela nafas, sedari tadi Mingyu mengeluh karena mengajari Nayeon. Tersenyum adalah suatu hal yang sangat susah.

"Kemarin-kemarin kan lo pernah senyum. Nahh kayak gitu. Coba praktek in lagi." gadis itu berusaha melengkungkan bibirnya agar terlihat alami. Bukannya terlihat alami malah Nayeon terlihat seperti memaksakan senyumnya.

"Turunin sedikit bibir lo." Nayeon menurut.

"Nah! Nah! Gitu." ucap Mingyu girang. Hari setelah Nayeon menangis di hadapan Mingyu membuat Nayeon mau tak mau merubah sikapnya.

Gadis itu berjanji akan mencoba tersenyum, meskipun dia tahu bahwa itu susah.

"Emangnya itu gak pahit." Nayeon menunjuk kopi exspreso yang di pesan Mingyu.

"Gak, kan ada lo." Nayeon terkekeh, gombalan Mingyu terasa receh di telinganya.

Meskipun sering mendengar Mingyu menggombal di depan gadis-gadis, Nayeon tetap merasa aneh saat gombalan itu di tunjukan untuknya.

"Tetap tersenyum. Agar kita tetap bisa tersenyum bersama." Nayeon tersenyum lalu mengangguk.

"Kemarin Naluna minta nomer hp gue."

"Lo kasih?"

"Gak. Gue gak suka sama dia."

"Syukur deh. Dia suka sama lo." Mingyu mengerutkan keningnya saat ekspresi Nayeon terlihat kesal. Laki-laki itu terkekeh lalu mencubit pipinya.

"Cemburu heh." kekeh Mingyu.

"Emangnya kenapa kalo gue cemburu. Gak boleh?" ketus Nayeon.

"Boleh. Kalo lo cemburu, gue tau kalo lo sayang sama gue." Nayeon melahap Red cake nya. Mingyu tersenyum kecil.

Hatinya terasa berdebar saat Nayeon menunjukkan rasa sayangnya secara terang-terangan. Mingyu suka.

"Mau. Suapin." Tunjuk Mingyu pada red cake milik Nayeon.

"Dasar manja." ucap Nayeon, gadis itu tetap menyuapi Mingyu.

"Gue gak manja kok, yang." Nayeon terkejut saat Mingyu mengatakan itu. Sayang? Pipi Nayeon bersemu merah.

"Ciee baper. Sayangnya Mingyu baper." Nayeon memelototi Mingyu dan berakhir dengan laki-laki itu yang tertawa puas.


🌠🌠🌠

Naluna melangkahkan kakinya menuju lobi. Gadis itu menghampiri seorang wanita yang bekerja di kantor ayahnya. Naluna tersenyum.

"Ada yang bisa saya bantu, dek?" ucap wanita itu ramah.

"Apa ayah ada di ruangannya?" wanita itu mengerutkan keningnya. Siapa yang di maksud gadis ini. Pikirnya.

"Ahh.. Maaf. Maksud ku Mr. Xavier." wanita itu mengangguk lalu segera menghubungi sekertaris bosnya.

"Apa anda sudah mempunyai janji?" Naluna menggeleng.

"Aku anaknya, jadi dimana ruangan ayahku." tekan Naluna jengkel. Dia tidak suka berbasa-basi. Wanita itu sedikit terkejut dengan perubahan sikap Naluna dan sesegera mungkin memberitahukan ruangan bosnya.

"Lantai 15, dek." tanpa berterima kasih Naluna segera ke ruangan Ayahnya. Gadis itu sesekali melihat perubahan kantor milik ayahnya, sudah tiga tahun gadis itu tidak ke sini. Jadi wajar saja kalau dia lupa dimana seluk beluk kantor ini.

Naluna mendesah kesal saat tahu bahwa ayahnya sedang meeting, gadis itu duduk di salah satu sofa di ruangan ayahnya. Gadis itu tersenyum, dari dulu cita-cita nya tidak berubah. Gadis itu ingin menjadi seperti ayahnya.

Pintu terbuka dan Naluna mendapati bahwa ayahnya tersenyum meskipun ada guratan lelah. Gadis itu menghampiri Xavier dan memeluknya. Pelukan ayahnya sangat nyaman, dan wajar saja Mamanya tidak ingin jauh dari ayahnya.

"Keluarga yang bahagia." Naluna melepaskan pelukannya dan menatap rekan kerja ayahnya.

"Halo om, saya Naluna." gadis itu menyalami tangan rekan kerja ayahnya.

"Pasti kamu kakaknya Nayeon. Kebetulan sekali, Nayeon sering kerumah saya. Istriku, Mingyu dan Kai sering bermain dengannya. Yahh.. Xavier, kau harus bangga memiliki anak seperti nya. Nayeon gadis baik dan cocok menjadi menantu saya." kekeh Adam. Xavier tersenyum sedangkan Naluna terlihat tak menyukai percakapannya dengan ayah Mingyu.

Naluna tersenyum sinis, kini gadis itu tahu apa yang harus dia lakukan. Dan pasti akan terkabul. Semoga saja rencananya lancar.

"Apa Nayeon sebaik itu om Adam?" Adam sedikit tidak suka dengan nada Naluna. Dia seakan meremehkan Nayeon.

Adam tentunya tahu sifat Naluna seperti apa. Gadis itu seperti ibunya. Licik.

Adam tidak akan melupakan betapa miris hidup sahabatnya (ibu Nayeon) karena ke egoisan ibu Naluna. Gara-gara ibu Naluna, sahabatnya harus meninggalkan dia selamanya.






Berhubung aku lagi UTS jadi upload nya agak molor. Maap ya :)

STAR AND SUN🌠Where stories live. Discover now