SAS (04)

201 44 3
                                    

"Menangislah. Setelah itu kembali tersenyum." -Mingyu




"Naye bersumpah. Bukan Naye yang melakukanya." gadis kecil berumur 10 tahun itu menggeleng, air matanya menetes. Seorang wanita yang memeluk gadis kecil lainnya tersenyum sinis.

"Lalu apa yang kau pegang itu. Bukankah itu garpu!?" sentak wanita itu membuat gadis kecil itu semakin menangis.

"Kakak yang membuat Sean terluka. Nayeon hanya membantu Sean." tunjuk gadis itu pada kakaknya yang sedang di peluk.

Nafasnya senggukan, sedangkan tangannya berlumuran darah sambil memegang garpu. Tangan kecilnya gemetar dan menjatuhkan garpu itu.

Pria dewasa yang terlihat panik itu segera membawa anak laki-laki yang hampir tak sadarkan diri itu. Pria itu mendorong kecil tubuh Nayeon, lalu segera membawanya ke rumah sakit.

"Pembunuh." ucapan singkat namun tajam itu membuatnya semakin menangis. Dia bukan seorang pembunuh. Dia hanya membantu temannya, apa dirinya salah.

"Please stop. Don't cry." usapan lembut dari kakeknya membuat Nayeon sedikit tenang. Lantas laki-laki tua itu menggendong Nayeon menjauhi TKP.

Dengan nafas yang terengah-engah dan keringat yang menetes membuat Nayeon bangkit dan meminum air.

Dia melirik jam yang ada di nakas. Masih pukul 4 pagi, Nayeon merenggangkan tubuhnya dan menuju ke kamar mandi.

Pagi ini seperti pagi biasanya, yang berbeda Nayeon bangun lebih awal. Dia tersenyum pada pembantu yang sudah lama mengabdi di rumah Ayahnya, gadis itu sedikit membantu Mbok Lastri.

"Gimana kabar Adit mbok?" ucap Nayeon di sela-sela menumis brokoli.

"Baik, Non. Terimakasih sudah memberi Adit alat tulis." Nayeon memang dekat dengan pembantunya daripada keluarganya, tentu saja Mbok Lastri mengerti alasannya. Tak jarang Nayeon juga menginap di rumah Mbok Lastri.

"Nayeon berangkat, Mbok. Makasih bekalnya." Nayeon mencium tangan Mbok Lastri.

"Tidak ingin menunggu yang lainnya Non?" gadis itu menggeleng dan segera berangkat menuju kampus.


🌠🌠🌠

Lagu berjudul Hug-Seventeen menggambarkan suasana hati gadis itu. Sedari tadi matanya melihat mahasiswa yang berlalu lalang mengejar jam mata kuliah. Nayeon tersenyum. Disaat orang lain menikmati masa mudanya, gadis itu malah termenung di bangku taman. Raganya memang berada disini. Tapi tidak dengan pikirannya.

🎶Mollae utgo mollae ulgo Nae moseubeul sumgimyeonseo Beogeoun deut harureul bonaego🎶

Nayeon tersenyum miris saat tahu arti lirik itu. Menyedihkan, seperti dirinya saat ini.

Dari depan dia melihat Mingyu tersenyum sambil melambaikan tangan. Nayeon tertegun, perasaan sedihnya sedikit terobati karena melihat sahabatnya.

Mingyu tahu suasana hati Nayeon, gadis itu akan seperti ini jika mengingat tentang masa lalunya. Mingyu tahu semuanya, kesedihan, kekecewaan, dan rasa kesalnya. Dia tidak menyangka kalau dunia sekejam ini.

"Menangislah. Setelah itu kembali tersenyum." gadis itu menyandarkan kepalanya di bahu Mingyu.

Tidak ada isakan hanya air mata yang terus meleleh dari mata indahnya. Nayeon menepuk dadanya berulang kali rasanya sesak seperti ada yang menikam.

Mingyu menahan tangan Nayeon yang hendak memukul dadanya lagi. Laki-laki itu mengganti pukulan Nayeon dengan usapan lembut di kepalanya.

Gadis itu semakin menenggelamkan wajahnya di dada Mingyu, tak peduli dengan keadaan kampus yang mulai ramai.

"Gue ingin bertemu Ibu." ucap Nayeon pelan. Mingyu menggeleng, dia tidak akan melepas Nayeon. Dia tidak mengijinkannya untuk menemui ibu kandungnya.

Mingyu takut Nayeon tak akan kembali lagi. Laki-laki itu bangkit dari duduknya dan berjongkok di depan gadis itu.

"Gue ada disini. Please don't go."

🌠🌠🌠


"Hai Mingyu. Boleh minta nomer hp lo gak?" Mingyu menatap Naluna datar. Gadis itu tersenyum manis dan menyodorkan hpnya. Beberapa temannya bersiul menggoda. Mereka sedikit bingung, pasalnya Naluna yang ramah itu meminta nomer hp laki-laki secara terang-terangan.

"Buat apa." nada ketus Mingyu mengawali bahwa laki-laki itu enggan memberikan nomernya pada kakak sahabatnya.

Naluna menggaruk tengkuknya, rasa grogi yang dirasakannya semakin membesar karena melihat wajah tampan Mingyu. Meskipun nada bicaranya ketus, Naluna tetap meresponnya dengan ramah.

"Hanya ingin menambah teman." sorakan dari teman Mingyu membuat Naluna semakin salah tingkah, pipi gadis itu bersemu merah.

"Lo bisa cari temen yang lain. Di kampus ini banyak yang pengen jadi temen lo." Naluna tersenyum hambar, daripada semakin malu disini lebih baik dia pergi dan makan di kantin kampus.

"Gila lo, Gyu. Cewek cakep kayak Luna lo anggurin." teman-temannya Mingyu menatapnya dengan geleng-geleng. Siapa sih yang gak terpesona dengan Naluna? Semua laki-laki di kampus pasti terpesona. Selain parasnya yang cantik bak dewi, gadis itu ramah pada semua orang.

"Tampilan luar memang menipu." gumam Mingyu, laki-laki itu beranjak dari tempat duduknya dan melangkah pergi.







Klik vote and coment :)

STAR AND SUN🌠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang