Rongga Mata

19 0 0
                                    

Siang itu. tepatnya pukul sembilan lebih empat puluh tiga menit. aku menengadah memandangi awan-awan yang tergiring angin. tanpa sadar aku melihat sosoknya melayang menembus awan. Tidak!

Dia tidak sedang menembus awan.

Tapi, tubuhnya juga dihempaskan oleh angin.

Ya... tubuhnya terlihat seringan kapas, gaunnya yang putih berkibaran lembut seperti halnya rambutnya yang tergerai sebahu.

Kalau aku mengira, dia seperti salah satu hantu yang pernah kutemui sebelumnya. Tapi rambutnya yang keriting, pendek sebahu menurutku ia tak sama seperti hantu-hantu lainnya.

Sejenak kualihkan pandanganku, Sudah cukup! aku tak mau ikut campur dengan kehadiran hantu rambut merah itu! pikirku dalam hati, lalu lagi-lagi aku sibukkan diriku dengan naskah-naskah yang berserakan di meja kerja.

Tapi tidak... aku tak bisa melepaskan sensasi mengerikan ini.

Hantu itu... tiba-tiba mendarat keras di jendela kaca sebelah meja kerjaku!

Diam-diam kulirik wajahnya yang sayu, ia tak bermata rupanya, tangannya mulai meraba-raba di kaca jendela. Seperti ingin masuk tapi tak bisa. Saat ini hanya satu yang kuharapkan terjadi. Aku ingin beberapa teman kantorku segera kembali menemaniku disini. Tapi Gila! aku tak punya teman kantor!

Aku bodoh! Bukankah aku hanya bekerja sendiri di kantor ini? Ya... aku lupa, kalau aku telah pindah pekerjaan. Aku bekerja sebagai freelance writer yang mengerjakan semua masalah di rumah. Itu semua karena ketidak cocokanku dengan atasanku sebelumnya. Betapa malang nasibku, harus merelakan pekerjaan dengan gaji besar hanya karena atasan yang tak bisa mengontrol mulutnya.

Kusadari, hantu berambut merah itu tak ada lagi, ia tak lagi meraba-raba jendela kaca kamarku. kupandangi lagi jendela kaca yang memberikan pembandangan paling menakjubkan, langit biru terbentang luas lengkap dengan awan putihnya yang bergulung-gulung, di bawahnya ada beberapa pohon pisang dan pohon-pohon lainnya. Hantu berambut merah, tak ada disana.

"Untunglah..." gumamku sambil mengelus leherku yang tiba-tiba merinding.

Saat kulirik meja kerjaku.

RUPANYA HANTU ITUADA DISANA!!

Aku terkecekat.

Shock!

Aku terdiam!

Ingin rasanya keluar. tapi hantu berambut merah berdiri tepat di depan jendela. Tubuhnya membungkuk, rambutnya jatuh ke meja ketika ia memilah kertas-kertas naskah yang tergeletak di meja.

"Maauuu apa... kamu disiniiii...?" tanyaku dengan sangat hati-hati.

Hantu itu menunjuk sebuah lembar naskah dengan tangannya yang kurus kering, sepertinya hanya ada tulang belulang yang dibalut kulit pucat pasi.

Ia semakin menerorku. Tubuhnya terlihat ringan ketika terbang menghampiriku, menembus ragaku, lalu ia pun mulai bercerita tentang hidupnya.

Hantu berambut merah itu sebenarnya bingung, siapakah dirinya, darimana kah asalnya, mengapa setiap waktu dia harus terbang kesana kesini tanpa arah, dan ia berkata

"Bolehkah aku berteduh sehari saja? Hujan akan datang... Aku kedinginan... Bolehkah aku pinjam matamu? sepertinya menyenangkan punya mata lagi hihihihi" tawanya berhasil membuatku mati ketakutan.

Dengan keberanian yang masih tersisa kukatakan saja dengan gamblang.

"Mataku kecil, sedangkan rongga matamu besar... kau akan kehilangan mata lagi kalau memaksa merebut mataku, cari mata yang lain saja sana"

"uuuhhmmm....mata besar.... aku perlu mata besar...." keluhnya. Sambil terbang meninggalkanku yang masih ketakutan.

Sejak saat itu, aku tak lagi melihat hantu berambut merah sebahu, mungkin dia menemukan mata yang pas untuknya, atau mungkin ia masih mencari mata yang pas untuknya. Kalau kau bertemu dengannya, katakan saja "Mataku kecil, sedangkan rongga matamu besar.... cari yang lain saja"

The End 

KELAMWhere stories live. Discover now