Bebanmu Bukan Aku

19 2 0
                                    

Setiap zaman pasti punya cerita, entah cerita yang disebarkan ke seluruh dunia dan menjadi terkenal, atau cerita yang disimpan dalam-dalam hingga menjadi kisah rahasia yang berabad-abad tak tersentuh siapapun.

Ada seseorang yang menceritakan padaku, mengenai susahnya hidup di dunia yang tak ada satupun mau peduli padanya. Seumur hidup ia hanya terbaring di ranjang pesakitan, ditemani sebuah boneka kayu yang dibalut dengan busa dan kain goni.

Ia menceritakan padaku tentang hidupnya yang hanya memandangi langit kamar. Sudut kamar yang terkadang pekat tak berlampu, dan cahaya mentari yang terkadang datang menyapa dirinya melalui jendela yang setengah terbuka.

Aku tak pernah kenal dan tahu namanya. Tapi ia bercerita banyak padaku. Kehidupannya begitu nestapa, karena ia tak seperti adik-adiknya yang lain. Ketika pagi ia bisa bermain di lapangan, bersekolah, pulang ke rumah mendapatkan ciuman dan kasih sayang oleh ibu bapaknya.

Sedangkan ia, apa yang ia terima saat itu jauh berbeda dengan yang ia inginkan. Ketika ibu bapaknya datang berkunjung ke kamarnya di akhir minggu, ia tak pernah sekalipun melihat wajah bahagia di kedua orang tuanya.

Mereka hanya menangis, mengeluh, dan marah kepada suster juga dokter yang sudah bosan merawatku. Tapi ia senang dengan kunjungan-kunjungan penuh emosi itu. Tapi ada yang berbeda di tahun-tahun selanjutnya, terkadang hanya ibunya yang datang, terkadang hanya bapaknya yang datang, terkadang selama berminggu-minggu tak ada satupun yang datang.

Hingga suatu malam, seorang suster masuk ke dalam kamar pesakitannya. Suster itu mengatakan dengan gamblang, tanpa mau menjaga perasaan pasiennya.

"Tak ada yang mengunjungimu lagi, besok dokter akan mengganti kamarmu, karena uang yang masuk dari orang tuamu semakin sedikit akhir-akhir ini, jadi, siap-siap pindah besok ya... jangan merepotkan kami terlalu banyak" Suster itu keluar dari kamar, meninggalkan sang pesakitan yang terlalu berat menahan rindu dan rasa sakit.

Tak masalah bila ia harus sendiri beberapa hari selama seminggu, di akhir minggu ia akan bertemu lagi dengan ibu bapaknya. Ia pikir begitu, dan ia sama sekali tak mengira kalau orang tuanya merasa lelah mengurusnya selama ini.

"aku ingin bebas ibu... aku ingin pulang bapak.... aku rindu kalian semuanya..." gumamnya kala itu, ketika ia mencoba sekuat tenaga mengiris nadinya dengan gunting perban yang mungkin saja sengaja digeletakkan suster diatas ranjang.

"Aku ingin bebas ibuuuuk... aku ingin bertemu kaliaaan!!" teriaknya sebelum meninggalkan jasad pesakitan yang terbaring kaku diatas ranjang.

Ia melayang bebas, mencari arah meskipun dalam rasa bingung yang sungguh terlalu. Dengan kenangan-kenangan masa lalu yang masih tersisah, ia akhirnya bisa menemukan jalan pulang, menuju rumahnya yang dulu.

Disana, ia melihat ayahnya nampak bahagia menerima sebuah panggilan telepon dari seseorang.

"Anak itu mati? Apa bunuh diri? Baik... baik... kami akan urus jenazahnya"

Ibunya berlari dari dapur dengan semangkuk besar adonan kue

"Kenapa pak? Dia sudah mati?" tanya Ibunya dengan senyum paling bahagia pagi itu.

"Iya hahahaha... dia sudah mati, bunuh diri kata suster, oke... sekarang kamu bereskan kuenya, malam ini kita akan pesta besar-besaran di rumah"

"Bapak.... Bapak... aku boleh mengundang teman-temanku ya?" tanya adik-adiknya yang kini sudah tumbuh seperti remaja lainnya.

"Boleh.. boleh... undang semuanya... kita pesta hari ini, beban bapak sudah hilang hahahaha"

Ia masih melayang disana, ingin juga merasa bahagia, tapi kesedihan itu rupanya tak bisa lepas begitu saja dari hidupnya. Meskipun kini ia tak lagi dihinggapi penyakit ganas, tapi hatinya masih merasakan sakit yang teramat menyiksa.

AyNana

Bebanmu Bukan Aku. 

KELAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang