Bab 13 Orangutan yang Tertangkap

100 5 0
                                    

Esok paginya, sepertinya yang pernah diceritakan Atif, sekolah mengadakan study tour ke pabrik pengolahan kelapa sawit.

Dalam perjalanan ke sana, Jeshan menceritakan pengalamannya kemarin kepada Malita.

"Pak mandor itu hanya petugas keamanan, ia sudah bertindak tidak sopan pada papamu. Kalau aku pemilik perkebunan, akan aku pecat dia!" seru Malita galak.

Setiba di pabrik kelapa sawit, kepala pabrik menjelaskan proses pengolahan kelapa sawit kepada anak-anak.

"Setelah buah sawit dipanen, mereka harus segera diangkut ke pabrik dalam waktu delapan jam untuk diproses. Sawit-sawit tersebut akan dibersihkan dan direbus untuk melunakkan buah. Setelah perebusan, sawit-sawit tersebut akan dimasukkan ke dalam sebuah mesin pelepas buah. Kalian lihat mesin besar itu?" tanya kepala pabrik sambil menunjuk sebuah mesin yang besar dan kompleks.

"Setelah buah dilepas, sawit-sawit kemudian di masukkan ke dalam mesin tersebut untuk proses penggilangan, pemotongan dan pelumatan menggunakan pisau berputar."

Kepala pabrik menarik napas sejenak setelah memberikan penjelasan.

"Ada yang tahu proses selanjutnya?"

"Ekstraksiii!" jawab Atif dengan lantang.

"Ya benar sekali, dengan ekstrasi kita akan mendapatkan minyak sawit."

"Kemudian sisa-sisa buah dan tandan akan dibawa ke tempat pembakaran untuk diolah menjadi?" lanjut kepala pabrik untuk mengundang partisipasi aktif para murid.

"Pupuk organik," jawab Atif dengan mantap.

Kepala pabrik tertawa, senang dengan Atif yang antusias dan mengerti proses pembuatan kelapa sawit. Kemudian ia berkomentar, "Setelah tamat sekolah, kamu bisa langsung menjadi pemimpin pabrik ini."

Toro langsung nyeletuk, "Dalam mimpi!"

"Kenapa kamu berkata seperti itu?" tanya Malita kepada Toro.

"Karena pabrik ini akan diwariskan kepadaku," tandas Toro dengan yakin.

Malita mendengus mendengar bualan Toro.

"Aku rasa kamu lah yang lagi bermimpi," ujar Malita.

"Malita, jangan membuatku marah," ancam Toro.

"Aku tidak bermaksud membuatmu marah, tapi hanya mengatakan yang sesungguhnya dan sejujurnya," kilah Malita dengan polos.

Jeshan menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Malita yang selalu berani menentang Toro.

"Kamu benar-benar –," geram Toro dengan muka memerah.

"Hei mau lihat orangutan?" sela Atif ingin meredam suasana panas diantara mereka.

"Kata bapakku seekor orang utan tertangkap di perkebunan!"

"Ayo kita lihat!" ajak Jeshan.

"Di mana orangutan itu sekarang?" lanjut Jeshan.

"Di gudang," jawab Atif.

Malita menyela, "Tapi di gudang yang mana? perusahaan mempunyai dua jenis gudang yang berbeda. Gudang untuk menyimpan buah kelapa sawit, dan gudang untuk menyimpan peralatan perkebunan."

"Di gudang peralatan perkebunan," tanggap Atif.

Lantas keempat anak itu pergi ke gudang yang dimaksud Atif.

"Lihat menara air yang berwarna oranye itu. Gudang peralatan terletak di sampingnya," ungkap Malita.

Sesampai di gudang yang dituju, terlihat seekor orangutan yang dikurung dalam sebuah kurungan yang dikunci.

Orangutan itu masih muda. Sekujur tubuhnya ditumbuhi rambut berwarna coklat kemerahan. Dan lucunya ia mempunyai rambut yang tumbuh seperti jambul di kepalanya.

"Hei..." Jeshan berkata lembut. Orang utan itu tidak bereaksi, hanya menunduk.

"Hei..." tegur Jeshan lagi, "Kamu tidak apa-apa?"

Kini orangutan itu mengarahkan matanya ke arah Jeshan dengan malu-malu.

Jeshan melihat matanya, dan ia terpaku oleh sorotan mata si orangutan yang muram. Tanpa mengucapkan kata-kata, Jeshan mengetahui bahwa orangutan itu sedang sedih dan ketakutan.

"Kenapa ditangkap? Apa salahnya?" tanya Jeshan.

"Orangutan adalah hama, tolol!" ejek Toro, "Mereka suka merusak tanaman kelapa sawit."

"Mungkin mereka hanya mencari makan," sergah Jeshan.

"Kenapa melakukan dengan merusak tanaman?" balas Toro.

"Orangutan bertindak sebagai orangutan, kamu tidak bisa menyalahkannya," lanjut Jeshan.

"Sok tahu kamu!" bantah Toro sambil mencibir.

"Lantas mau diapakan orangutan ini? Dibawa ke kantor polisi?" timpal Malita dengan sinis.

Toro tertawa, sambil menusuk-nusuk ranting pohon ke tubuh orangutan itu.

"Hei, jangan lakukan itu!" larang Malita .

"Dia akan dibunuh, dagingnya akan diberikan kepada anjing penjaga," ucap Toro dengan suara seperti seorang yang berkuasa.

"Orangutan bukan predator seperti harimau atau singa! Mana ada orangutan membunuh manusia? Kenapa kita harus membunuhnya?" bantah Jeshan sengit.

"Itu benar!" timpal Malita, "hanya orang yang bodoh dan jahat yang tega membunuh orangutan."

"Kamu anak kecil bawel!" bentak Toro.

"BERHENTI MEMANGGILKU ANAK KECIL!!" sembur Malita sambil menghentakkan kakinya.

"Walaupun badanku lebih kecil, aku lebih tua darimu! Jadi kamulah yang anak kecil!" sambung gadis itu sambil bertolak pinggang dan dengan mata melotot.

Toro dan Jeshan terlonjak kaget mendengar ledakan amarah Malita.

"Toro!" tegur Atif, "Sudahlah, jangan berkelahi dengan perempuan, kamu akan kelelahan sendiri."

"Malita bukan anak perempuan yang normal," bantah Toro.

"MAKSUDMU???" geram Malita

"Kamu anak perempuan yang berlagak seperti anak laki-laki! Padahal masih sering bermain boneka Barbie!!"

"Aku tak berlaga seperti anak laki-laki. Kamu saja yang takut disaingi oleh anak perempuan!" jawab Malita sengit. "Dan aku enggak pernah main boneka Barbie!!"

Selagi Toro dan Malita kembali perang mulut, Jeshan memperhatikan kurungan itu dengan seksama. Kurungan itu terbuat dari teralis besi dengan sebuah lubang kunci. Dipegangnya teralis besi itu erat-erat sambil menatap orangutan itu dengan iba.

Jangan khawatir, kamu akan dibebaskan, ucap Jeshan dalam hati.

Secret of the Forbidden ForestWhere stories live. Discover now