Bab 9 Orangutan si Kera Besar

155 3 0
                                    

Keesokan harinya,  Jeshan sedang mengerjakan pekerjaan sekolah di kamarnya. Selama satu  jam ia  mengerjakan PR yang kebetulan banyak. Konsentrasinya tiba-tiba terusik dengan pengalaman yang ia alami bersama Malita kemarin. Masih terbayang-bayang di benaknya pohon ulin, gua tersembunyi, gambar–gambar tangan yang diduga berasal dari zaman pra sejarah, zona x dan hutan terlarang. Jeshan tidak menyangka perkebunan ini menyimpan banyak rahasia. Dan ia masih tak percaya, suara aneh itu berasal dari mahkluk halus. Apalagi saat Malita bilang ada kabut yang berbentuk orangutan.  Ada, ada saja imbuhnya dalam hati.

Tiba-tiba tangannya tergerak untuk menggambar seekor orangutan. Jeshan memang  tertarik dengan hewan dari kecil. Ia juga suka cerita yang bertokoh  hewan primata, seperti King Louie seekor orangutan pada The Jungle Book, Rafiki di The Lion King, dan gorilla raksasa di Kingkong. Saat itu ia belum tahu kalau orangutan adalah spesies kera, yang terpisah dari spesies monyet. Secara fisik kera agak berbeda dari spesies monyet. Spesies kera besar seperti  orangutan, gorila, simpanse dan bonobo, memiliki lengan lebih panjang dari kakinya,  tidak  berekor dan lebih cerdas dari monyet. Mereka dapat berdiri tegak dan berjalan dengan kedua kakinya. Dari kera-kera tersebut, hanya  orangutan yang hidup  di pulau Sumatera dan Kalimantan, selebihnya hidup di belantara Afrika.

Setelah selesai menggambar orangutan, Jeshan melayangkan pandangannya ke jendela kamarnya. Di bukanya jendela lebar-lebar untuk melihat pemandangan di depannya. Suasana sekitar sangat sepi, tapi angin bertiup cukup kuat. Tiba-tiba terlintas sesuatu berwarna  putih yang melayang-layang  di depan matanya.  Jeshan tersentak kaget. Sekilas terlihat seperti  kabut putih yang diceritakan Malita. Setelah diperhatikan ternyata hanya sebuah baju putih. 

Pasti jemuran tetangga sebelah yang menyebrang, tebak Jeshan.

Jeshan meninggalkan kamarnya untuk menuju  teras belakang  rumah.

Terdengar bunyi kelepak-kelepak pakaian yang dijemur saat angin berhembus. Terlihat beberapa helai baju tetangga, tertiup angin hingga berserakan di teras belakang.

Seorang ibu, tetangga sebelah,  terlihat    sedang  kepayahan menahan kain jemuran dari hembusan angin.  

Jeshan  memungut  baju yang berserakan itu, lalu  menyerahkan pada ibu itu.  

"Terima kasih nak. Untung kamu cepat mengambilnya. Kalau tidak, baju ini harus dicuci lagi," ucap ibu itu sambil mengelap keringat di dahinya.

"Eh...namamu Jeshan kan?"

Jeshan mengangguk.

"Kamu pasti sudah mengenal anak saya, Atif yang  bertubuh kecil dan berkaca mata?"

"Ooh Atif, tentu saja," jawab Jeshan.

Ibu itu tersenyum ramah, "namaku Bu Lingga."

Jeshan mengangguk hormat. Ia berhadapan dengan ibu  yang telah menolong Pak Mandor.

"Anak itu pergi entah kemana..." singgungnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Jeshan membuka mulutnya untuk menanyakan sesuatu, tapi urung dilakukan, takut mengganggu ibu Atif yang sedang kerepotan mengurus jemurannya.

"Ada apa? Mau bertanya sesuatu?"

"Eh iya, saya dengar ibu adalah seorang perawat di klinik perkebunan. Apakah ibu pernah menolong  pekerja yang telah diserang binatang buas?"

"Dulu pernah, tapi sekarang sangat jarang. Korban  yang paling parah adalah si mandor itu. Ia pernah diserang harimau, terutama bagian kakinya, parah sekali. Makanya ia kini harus berjalan dengan dibantu  tongkat."

"Dimana pak mandor diserang?"

"Ia mengaku diserang di zona x," balas ibunya Atif. 

"Zona x bisa dimasuki harimau?" ucap Jeshan tak percaya. "Seharusnya perkebunan ini aman dari hewan buas. Jangan-jangan harimau juga bisa masuk dan jalan-jalan ke perumahan."

"Dulu pengamanannya kurang ketat, tapi sekarang sudah semakin baik. Jangan khawatir," balas ibu itu sambil tersenyum, saat melihat Jeshan yang cemas.

"Hari ini matahari bersinar terik, untung tiupan angin sejuk dari hutan cukup terasa, bisa mengurangi panas bukan?" singgung ibu itu mengalihkan pembicaraan.

Jeshan mengangguk, sambil merasakan tiupan angin yang tadi kencang, kini berhembus ringan. 

"Kalau tinggal di kota besar, pasti udaranya lebih panas dan pengap ya?"

"Ya, karena asap kendaraan yang terlalu banyak, tetapi pohonnya sedikit," jawab Jeshan sambil tersenyum kecut.

"Untung udara di sini lebih segar dan bersih!" sahut ibu itu  bangga.

Sebelum masuk kembali ke rumah, Jeshan mengucapkan permisi kepada ibunya Atif.  Ia bermaksud  menyelesaikan PR nya kembali.

Secret of the Forbidden ForestOn viuen les histories. Descobreix ara