ROLL... ACTION!

Mulai dari awal
                                    

"Ma... Pa... Aku mau kerja kelompok di kafe suhat sama Isdan. Sama yang lain juga.", pamit Ido.

"Iya wis (sudah). Pulangnya jangan malem-malem. Langsung pulang kalau sudah selesai, sudah malam soalnya.", pesan Mama saat Ido mencium tangan untuk pamitan.

"Okk.. Dahh.." pisah Ido.

Ido keluar dari ruang tamu dan pergi menemui Isdan yang sudah stand-by di depan pagar rumahnya sembari memegangi ponselnya.

"Yow Dan!", sapa Ido dengan bersalaman.

"Hei! Sudah kah?", Isdan membalas sapaan Ido sembari menyaku ponselnya lalu membalas salamannya

"Yep. Gas pol.", Ido langsung naik ke atas motor dengan semangat.

"Siap...", Isdan menjawab ajakanku.

"Mari om, tante.", berpamitan kepada kedua orang tuaku yang ada di teras menunggu sampai aku berangkat.

Semilir angin malam dingin merasuk ke dalam sela-sela jaket yang Ido pakai. Hawa sejuk yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, ini yang pertama kali baginya. Dan lagi, kali pertamanya ini ditemani oleh cewek idamannya.

Senang, exited, khawatir, dan malu bercampur jadi satu sepanjang perjalanan. Setiap detik dan jalan yang ia tempuh selalu terbayang dan diingatnya. Ia tidak sabar melihat tempat yang menjadi pertemuan perdananya dengan si doi.

"Kali pertama ya? Di kafe lagi...", gumam Ido sembari melihat rembulan yang nampak bersinar terang kala itu.

Mobil dan sepeda motor yang melintas melewatinya seakan menjadi iring-iringan jalannya menuju ke tempat tujuannya. Gemerisik pohon-pohon di tepi jalan menambah anggun suasana, menambah tenangnya malam itu.

"Kayaknya teman-teman yang lain sudah biasa keluar-keluar malem gini ya?", tanya Ido kepada Isdan untuk memotong kesunyian malam itu.

"Iya lah. Sering nongkrong ngopi di tempat itu lo. Kamu lihat yang ada lampu-lampu di palangnya itu? Di situ biasanya Ambon, Sena, Asep kumpul. Mabar biasanya.", jawab Isdan menoleh ke kiri ke arah Ido, menunjukkan kafe kecil di kanan jalan sembari memegang kemudi.

"Hmm...", dengan mengangguk di belakang Isdan tanda Ido mengiyakan apa yang dikatakannya.

"Btw, tumben awakmu (kamu) kok mau diajak keluar? Biasanya kan di rumah tok (saja). Makanya aku gak pernah ngajak kamu keluar, dasar bocah rumah.", tanya Isdan yang agak heran.

"Hmm... Gak tau. Aku suwung aja di rumah. Jadi kepingin keluar. Sekali-sekali leh uga (boleh juga) lah. Lagian antar jemputnya terjamin toh. Hah...", jawab Ido bengek.

*suwung adalah kosakata dalam bahasa Jawa yang artinya tidak mempunyai kegiatan apa-apa, kosong, tidak berisi, dll. Dalam hal ini artinya adalah yang pertama – tidak mempunyai kegiatan apa-apa.

"Iya. Iya. Serah (terserah) lah.", respon Isdan mendengar bengekan Ido.

"Hahaha...", tawa Ido meunjukkan dia sedang guyon.

"Btw, dimana kafenya? Sudah deket kah?", tanya Isdan kembali.

"Habis ini. Deket sama kafe tongkronganku tadi. Kalau di tongkronganku tadi kan cowok-cowok yang biasa nongkrong. Kalau di kafe yang mau kita samperin ini biasanya Mawar, Garin, Yuli, dan gengnya yang ke situ.", jawab Isdan panjang lebar.

"Hmm... La kok kamu juga ke situ?", tanya Ido penasaran.

"Ya iya. Hehehe... Aku juga sering ke situ.", jawab Isdan.

"Itu sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. Dasar gentong.", batin Ido dalam hati dengan memasang alis datar.

"Kalau gitu biasanya bicara apa aja?", Ido mengalihkannya dengan pertanyaan yang lain.

CAH RANDOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang