APA INI?!

42 1 1
                                    

"Apa yang terjadi?!", gumam Ido dengan mengetik di ponselnya, memasang raut wajah yang penasaran.

"Apa kamu percaya kalau aku suka sama seseorang?", ketiknya dengan cepat dan langsung mengirimnya kepada Bless.

Dia mondar-mandir di kamarnya berbalutkan handuk di pinggangnya terlihat khawatir akan sesuatu. Langsung bergegas menghampiri ponselnya saat ia mendengar ringtone.

"Hmm? Tidak biasanya kamu bilang seperti ini.", balasan dari Bless 4 menit sesudah Ido mengirimkan pesan itu.

"Seperti bukan kamu saja.", kirimnya cepat setelah itu.

Ido tiba-tiba merasakan sakit di dada sebelah kirinya. Spontan ia memegangnya dan merasakan detakan yang tidak beraturan dengan cepat menjalar ke sekujur tubuhnya hingga ujung ubun-ubun. Seperti tersengat listrik kecil.

"Aku tahu. Makanya itu aku tanya kepadamu.", Ido menjawab respon Bless.

"Aku sangat percaya kepadamu. Kamu hanya sahabat satu-satunya buat aku OK.", terusnya.

"Iya. Iya. Aku percaya kalau kamu suka seseorang. Namanya cowok juga. Masa iya suka cowok? Atau kamu gay?!", balas Bless.

"Hmm.. Garing.", jawabku singkat, padat, dan jelas.

"Ya wis. Asek Ido suka sama seseorang cie cie.", Bless menggoda Ido buat curhat padanya.

"Hmm.. Kamu tahu aku suka sama sapa? Coba tebak.", jawab Ido.

"Siapa ya?? Jadi penasaran. Wik wik wik wik wik... Aih aih aih aih aih...", lagi-lagi guyonan yang nggak jelas.

"Siapa? Coba tebak dulu lah.", Ido mulai kesal dengan guyonan garing Bless.

"Hmm... Yuli?", tebakan Bless.

"Ya tentu saja dia tahu", gumam Ido di dalam hati kecilnya.

"Yep.", reaksinya mendengar jawaban pertamanya yang langsung benar.

"Ashyiap... Cuit cuit cuit.", cekakakan sendiri sembari membalas pesan Ido.

"Gas pol dah Do! :))", terusnya.

"Apaa woi gas pol gas pol?! Sudah gila apa ya?! Aku nggak kayak gitu. Gak bisa main langsung gas gitu. Plis lah.", mengetik dengan setengah emosi jiwa.

"Terus aku harus gimana ini? Kasih solusi lah. Jangan cie cuit mulu.", emosi, khawatir, dan kesalnya Ido jadi satu.

"Kalau menurutku ya nggak apa-apa. Kamu terusin langsung aja.", seketika Bless berubah jadi Mariu Goldenways seperti biasa.

"Eh.. Tapi kamu tahu kan kalau dia kayaknya sudah sama Anggo? Memang nggak jelas sih. Tapi kalau kita lihat dengan mata kepala kita sendiri, mereka setiap hari kayak mesra-mesraan kan?", ceplos Bless yang tiba-tiba saja kepikiran fakta itu.

"Kalau itu tenang aja. Aku sudah pastiin sendiri kalau dia sama Anggo nggak ada apa-apa ternyata.", jelas Ido yang sudah mantap atas pilihannya.

"Hmm.. Tapi kan mereka sudah menunjukkan tanda-tanda lewat tiap harinya itu.", celetuk Bless.

"Gimana sih? Katamu tadi nggak apa-apa? Gas pol? Sekarang malah kayak gini?", mulai tingkatan kesal Ido meningkat.

"Yah... Tapi semuanya kembali ke kamu lagi sih.", pungkas Bless.

"Hmm... Klasik.", respon Ido yang sudah kesal.

"Ya udah. Trims bro. Ntar kalau ada apa-apa lagi aku kabarin.", pesan Ido mengakhiri obrolan itu.

Ido memejamkan matanya dan menggaruk-garuk kepalanya menandakan ia sedang kebingungan memikirkan sesuatu.

"Hmm... Apa yang aneh ya?", masih menggaruk kepalanya.

"Tok. Tok. Tok.", terdengar ada ketukan di pintu kamar sebelah kiri Ido.

"Do. Mama mau masuk.", ucap Mamanya dari luar ruangan.

Suara itu. Mengingatkan Ido akan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang ia lupakan. Ia tiba-tiba saja tergeragap dari lamunannya.

"Oh iya! Aku masih belum ganti pakaian. Sampai lupa?!", Ido yang tersadar langsung cepat-cepat berganti pakaian.

Hari itu Ido tidak bisa istirahat dengan tenang karena selalu kepikiran Tina. Dan rasa sakit di dadanya, debaran yang tidak bisa membuatnya tenang melewati malam hari itu tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Belum lagi ia terbayang wajahnya. Dan lagi, percakapannya dengan Bless barusan.

Ido hanya bisa merebahkan tubuh, menatap langit-langit rumah, menyilangkan tangan di atas kepalanya dan berangan-angan.

"Dia menginginkanku untuk nembak langsung? Sudah gila ya?! Kan aku merasakannya baru-baru beberapa hari ini. Bukan. Baru kemarin. Saat aku melihatnya berolahraga – senam di aula itu.", gumam Ido dalam hati.

"Sebenarnya ingin aku ceritakan yang aku rasakan sekarang ini ke Bless. Tapi ntar dia respon dengan guyonan garingnya itu lagi. Kurang ajar.", lanjutnya.

Semakin dia pikir, semakin gelisah hatinya. Yang bisa dia lakukan hanya merenung dengan berguling-guling di kasurnya. Semakin sering dia pikir, semakin sering ia memegang dadanya karena debaran itu lagi.

"Apa yang harus aku lakukan setelah ini ya?", menutup mata dan berbicara dalam hati.

Ia terus bertanya-tanya di dalam hatinya dan berusaha mencari-cari jawaban atas pertanyaannya itu.

Hingga ada sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselnya.

"Ahh.. Bocah random ini lagi. Ngapain Bless ini?", mengambil ponselnya di sebelah kanan bantal di kepalanya dan segera membuka passwordnya.

"Do!", sapa Isdan dalam pesan singkat itu.

"Isdan? Nggak biasanya dia kirim pesan ke aku malam-malam begini. Kalau iya pasti ujung-ujungnya nanya tugas. Ya... Buat mengalihkan perhatian dari itu. Bolehlah.", berpikir sejenak sebelum membalas pesan Isdan.

"Ada apa Dan?", balas Ido.

""mengetik"... Hahaha... Sepertinya tebakanku benar melihat responnya yang secepat kilat itu.", seringainya sembari memandang pesan itu.

"Ayo belajar kelompok.", balas Isdan.

"Wowowo... Tidak biasanya?? Kok hari ini banyak yang tidak biasanya ya? Aneh sekali.", gumam Ido.

"Belajar kelompok? Dimana?", jawab Ido yang masih menyimpan seribu satu pertanyaan di dalam otaknya.

"Century.", responnya singkat.

"Apaan woi. Jawabnya singkat-singkat gini. Century? Di belahan dunia bagian mana itu coba?", gumam Ido.

"Apa itu? Cafe a?", membalas respon itu.

"Yoi. Di daerah suhat.", balas Isdan.

*Suhat adalah singkatan dari Sukarno Hatta. Bukan Pak Karno dan Pak Hatta, melainkan nama dari sebuah wilayah di Malang.

"Hmm... Ayo lah. Sama sapa?", tanya Ido kembali.

"Aku, awakmu (kamu), Salma, sama Yuli aja.", balasnya.

"Tina? Beneran ini?! Padahal aku lebih seneng belajar di rumahnya Isdan sih, ada wifi gratis, makannya bisa di warungnya ambil-ambil lauk sepuasnya. Komplit dah. Tapi... Barusan aku mikirin dia. Sekarang sampai-sampai dianugrahi ada acara kayak gini? Thanks ya lord!", langsung berdiri di atas kasurnya dan mengangkat tangan seakan tidak percaya dengan apa yang dia baca barusan di ponselnya.

Dua kata yang langsung dia katakan untuk menjawab pesan Isdan.

"Gas pol!".

~to be continued


Halo teman-teman, saya author dari Cah Random.

Saya mau memberitahukan adanya perubahan dari nama tokoh yang ada dalam cerita ini. Semoga kalian bisa menyesuaikan diri dengan ceritanya dan mohon maaf karena adanya perubahan yang mendadak ini. Selebihnya, ceritanya tetap sama.

Terima kasih atas pengertiannya :))

CAH RANDOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang