Epilog

9.2K 683 92
                                    

Sebelum membaca, jangan lupa untuk pencet tanda bintang di sudut kiri bawah layar ponselmu dan selalu beri dukungan untuk Leobra! Ayaflu!

=== Leobra===

Benadra menatap pantulan wajahnya di cermin, memastikan kalau riasannya tidak terlalu norak hari ini. Gadis itu menghela napas dan merapikan kemeja putihnya lagi, rambut Benadra sudah tergelung rapi membuat penampilannya hari ini terlihat lebih formal. Tinggal satu kewajiban lagi dan masa perjuangan di kampus akan selesai. Benadra mengepalkan tangan, berharap sidang skripsinya hari ini berjalan lancar.

Gadis itu melirik jam yang ada di pergelangan tangan, baru pukul setengah tujuh pagi dan sidang skripsinya akan dimulai pukul sepuluh. Gadis itu terlalu gugup hingga pergi terlalu pagi dari kost, belum lagi perutnya yang selalu sakit seolah-olah ususnya mulai membelit satu sama lain. Ia butuh pengalihan untuk menghilangkan rasa gugupnya.

Benadra memilih untuk keluar dari toilet kampus dan berjalan menuju kedai kopi yang baru buka di dekat kampusnya, salah satu kedai kopi kecil yang mereknya cukup terkenal di kota Bandung sekarang. Kedai kopi itu tidak terlalu jauh, mungkin tidak sampai lima menit jika Benadra berjalan kaki dari depan gedung fakultasnya. Ia hanya perlu menaiki jembatan penyebrangan dan berjalan sedikit sebelum menemukan kedai dengan style minimalis itu.

Gadis itu mendorong pintu kafe perlahan, membuat bel yang menempel di pintu kedai berbunyi. Meski tulisan 'tutup' masih terpampang jelas di samping pintu, Benadra dapat melihat lelaki yang berdiri dibalik cake showcase tertawa pelan. Lelaki itu menggunakan kemeja lengan panjang berwarna biru tua yang entah kenapa membuat Benadra hampir tidak bisa mengalihkan perhatiannya karena tubuh lelaki itu yang menjadi lebih menarik dari yang terakhir Benadra lihat.

Lelaki itu menaikkan sudut bibirnya, ia menatap Benadra yang mengambil posisi duduk di meja dekat showcase. "Katanya tadi kamu mau nunggu di kampus aja?"

"Aku pengen ke toilet terus kalo di kampus, terus tanganku jadi dingin karena gugup. Mana di kampus masih kosong lagi." Benadra menautkan tangannya di atas meja dan menekuk sudut bibirnya ke bawah, gadis itu memang terlihat frustrasi sekarang.

Lelaki itu mendenguskan tawanya. "Kamu belum makan, kan? Mau donat?"

Kepala Benadra mengangguk lemah, meski perutnya melilit, donat tetap menjadi prioritas utamanya.

"Mau berapa? Tiga? Empat? Lima?" Lelaki itu bertanya seraya mengambil donat dengan taburan gula halus yang berada di dalam showcase.

"Bara! Kamu kira aku selalu makan sebanyak itu?" rajuk Benadra.

"Hm ... terakhir kan kamu makan setengah lusin sendirian, Be. Masa gak inget?" Bara tertawa saat melihat wajah cemberut milik Benadra.

Setelah hampir satu setengah tahun Bara bekerja di kafe milik Fikri, lelaki itu memutuskan untuk membuka kedai kopi mungil milik Bara sendiri. Fikri juga tetap membangun relasi dengan Bara dan membantu Bara setiap lelaki itu kesulitan, termasuk bekerjasama untuk membuka beberapa cabang kedai kopi kecil milik Bara. Sudah terhitung satu tahun sejak Bara menjalankan bisnisnya dan ia sudah memiliki delapan cabang yang dibuka dengan cara bekerjasama dengan pengusaha lainnya.

Ukuran dari ruangan kedai kopi itu tidak besar, sekitar lima puluh meter persegi, yang membuat Bara tidak perlu memperkerjakan banyak karyawan. Jam buka kedai kopi itu masih cukup lama, pukul sepuluh pagi, yang membuat karyawan Bara akan datang di pukul delapan dan Bara bersyukur untuk itu. Setidaknya ia bisa menikmati waktunya berdua dengan Benadra sekarang.

"Kamu kalo minum kopi bakal mual kali ya. Kalo aku bikinin susu cokelat, mau?" Lelaki itu menaikkan alisnya.

Benadra masih berdecak sebal saat Bara menaruh piring yang berisi lima buah donat di hadapannya. Gadis itu mendengus dan menganggukkan kepala, meski Bara menyebalkan, tapi susu cokelat terdengar baik untuk saat ini.

Leobra ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang