14 - High Hopes (1)

4.4K 561 96
                                    

Sebelum membaca, jangan lupa untuk pencet tanda bintang di sudut kiri bawah layar ponselmu dan selalu beri dukungan untuk Leobra! Ayaflu!

=== Leobra===

"Hehehe ...."

Suara tawa halus milik Bara terasa menggema di antara kegelapan ruang tamu, membuat Qori mulai bergerak gelisah dalam tidurnya. Entah karena suara tawa Bara terasa aneh atau malah memiliki kekuatan magis yang membuat bulu kuduk terbangun di malam hari.

Mata sipit Bara sudah setengah tertutup, sama seperti sandarannya pada sofa ruang tamu yang perlahan melemah. Semakin lama, lelaki itu semakin tertunduk. Mungkin karena fajar yang mulai menyapa membuat waktu tidur Bara datang dengan sendirinya.

"Hehehehe ...."

Lelaki itu tertawa lagi, kali ini sedikit lebih keras dari sebelumnya. Mungkin kali ini akal sehatnya sudah terbabat habis. Lelaki itu tersenyum lebar dengan kepala yang terus menunduk hingga hampir menyentuh lutut.

Ingatan lelaki itu kembali berlari. Rasanya baru beberapa menit lalu saat napas hangat milik Benadra menerpa wajah Bara. Baru beberapa menit lalu juga saat tangan Bara merasakan halusnya rambut milik Benadra. Bahkan genggaman erat dan kerasnya degup jantung milik gadis itu bisa membuat Bara sakit jiwa.

Entah apa yang mendukung Bara untuk menghempas logikanya hingga ia terasa berlari menggebu-gebu untuk menciptakan suatu pergerakan yang dinamis tadi. Yang jelas, Bara tidak menyesal, dan dia tahu betul Benadra juga merasakan hal yang sama, terutama saat sapuan lembut milik Benadra menyapa Bara. Apalagi ketika Bara melihat wajah kemerahan milik gadis itu saat ia membuka mata. Atau saat Bara melihat Benadra yang menunduk dan berjalan malu-malu sambil meninggalkannya.

Lelaki itu kembali tertawa geli, tangannya menarik erat kain sarung yang digunakan untuk melindungi dirinya dari udara dingin. Matanya mulai terpejam, menutup dalam sebuah kelegaan mengingat ia yang tak bisa tidur karena terlalu larut dalam memori indahnya. Namun, tepat saat itulah bayangan wajah Benadra muncul di sela-sela imaji dalam otaknya.

"Hahahahaha ...." Kali ini tawa lelaki itu lebih keras, entah karena semakin kehilangan akal sehat atau terlalu bahagia. Bahkan sekarang duduknya tidak tenang karena kakinya ikut menghentak-hentak bagai mendapat hadiah kemenangan.

BUG!

Lemparan bantal dari Qori sukses membuat Bara runtuh.

"Serem, goblok! Ketawa lo masuk mimpi gue, setan!" Qori menyumpah. Ternyata bukan hanya dengkuran Redza yang melukis mimpi buruk malam ini.

Mata sayu Bara yang menahan kantuk terfokus pada Qori. "Qoi, tidur bareng yuk." Lelaki itu beringsut untuk tertidur disamping Qori sementara tangannya sudah terarah untuk memeluk tubuh Qori.

Dengan segenap perasaan jijik yang Qori miliki, lelaki itu memberikan tendangan mautnya ke tubuh Bara. "Pergi lo setan!" teriak Qori sebelum beranjak bangun dan pergi meninggalkan ruang tamu.

"Hehehe." Bara mulai gila, ia masih tertawa kecil sebelum berakhir meringkuk di kasur lipat dan memeluk bantal.

Ternyata menyanyikan lagu Indonesia Raya di dalam hati saja tidak cukup untuk menahan dirinya saat berdua dengan Benadra di malam hari. Ah tidak, mungkin angin, langit, dan suara jangkrik yang merdu bisa menghipnotis Bara untuk membuat hatinya melangkahi batas yang dibuat oleh logika.

"Merdeka!" teriak lelaki itu sebelum larut dalam mimpi dan mengeratkan pelukan di bantalnya.

***

Benadra mengintip dari sela-sela pintu kamar, mencari tahu kegiatan yang tengah dilakukan di lantai bawah. Mata gadis itu fokus mencari-cari keberadaan Bara. Sayangnya, gadis itu sama sekali tak dapat menemukan kehadiran Bara.

Leobra ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang