16 - Puisi Alam

4.4K 544 23
                                    

Sebelum membaca, jangan lupa untuk pencet tanda bintang di sudut kiri bawah layar ponselmu dan selalu beri dukungan untuk Leobra! Ayaflu!

=== Leobra===

"Aduh!" Bara terpejam, menahan erangan kesakitannya. Dahi lelaki itu berkerut, luka di lengan kanan terasa menggelitik. Lelaki itu langsung menarik tangannya saat merasakan kapas basah menempel di lengan. "Perih banget, Be. Pelan-pelan."

Benadra memicingkan mata saat melihat Bara merintih kesakitan. "Makanya diem. Kesel banget gue ngeliat lo diobatin malah kaya ulet bulu."

"Tapi ini sakit banget. Aku nggak bohong."

"Kalau sakit, jangan cepet berantem makanya. Padahal semaleman lukanya nggak diobatin, lo tahan-tahan aja."

Bara mulai membuka mata, memperhatikan Benadra yang mengobati lengannya dengan teliti. "Mama ngasih tau kamu, ya?"

Bara memperhatikan Benadra yang sedang mengerutkan dahi. Gadis itu membuang kapas yang tadi ia gunakan untuk mengobati luka Bara ke dalam kantong plastik sebelum beralih untuk mengambil alcohol swab yang ada di kantong plastik lain.

Usai mereka bertemu di depan kos tadi, gadis itu langsung mengajak Bara untuk pergi ke apotek dan membeli beberapa obat untuk menyembuhkan luka Bara. Mengingat rasanya tidak mungkin bagi Benadra untuk mengobati Bara di dalam kos, kecuali bila gadis itu ingin ditendang keluar oleh pemilik kos karena membawa masuk seorang laki-laki.

"Mana mukanya sini." Gadis itu menadahkan telapak tangan kirinya, memerintahkan Bara untuk memajukan wajah.

"Mama ngasih tau kamu, ya?" Bara mengulang pertanyaannya lagi.

Benadra berdeham kecil. Tangan gadis itu bergerak menyisir rambut bagian depan Bara yang jatuh menutupi dahi lelaki itu dan mengucirnya dengan karet rambut milik Benadra.

"Terus kamu ngabarin kalo sekarang kita lagi bareng?" tanya Bara dengan mata terpejam.

Benadra meringis kecil saat melihat luka Bara yang sedikit terbuka. "Iya. Tante Sarah khawatir banget sama kamu. Seenggaknya dia bisa lega kalo kita udah bareng." Gadis itu menangkup pipi Bara dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya sibuk mengoleskan obat merah ke bagian yang terluka. "Sakit?"

"Banget."

Tangan Benadra beralih menyentuh sudut dahi Bara yang terlihat membiru dan mengoleskan salep yang tadi gadis itu beli di apotek. Bara membuka matanya saat merasakan sapuan salep dingin itu di dahinya.

"Kamu kenapa sih nggak langsung kabarin aku semalem. Kan nggak akan lebam banget kayak gini jadinya."

"Aku takut kamu tidur. Kamu kan capek abis siaran— ah!" Bara memundurkan kepala saat jari telunjuk Benadra bergerak untuk membersihkan luka di sudut bibirnya.

Benadra menghela napas, kesal sekaligus kasihan pada Bara. "Sini dulu, aku belum selesai ngobatinnya."

"Enggak usah diobatin, Be. Perih banget."

"Cepetan sini atau aku yang tarik kepala kamu."

Ragu-ragu, Bara memajukan tubuh ke arah Benadra. Ia menahan napas saat merasakan jari Benadra menyentuh sudut bibirnya.

Benadra terkekeh geli saat melihat wajah Bara. "Kucirnya jangan dilepas dulu sampe salepnya kering." Gadis itu menghela napasnya lega seraya menyandarkan tubuhnya di kursi penumpang.

"Aku ngerasanya antara disiksa sama disayang-sayang," gerutu Bara yang membuat Benadra tertawa geli. Lelaki itu memperhatikan pantulan wajahnya di spion dalam mobil, sebelum tersenyum dan menatap Benadra dalam-dalam. "Be, mau nemenin gue jalan-jalan dulu?"

Leobra ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang