60. Meinrad

1.6K 292 21
                                    

"Kyros Grimwald, setelah semua yang kamu lakukan, apa kamu tidak takut ayahmu kecewa kalau melihatmu sekarang?"

Mendengar ucapan Menno, Kyros memicingkan matanya.

"Darimana kamu tahu nama itu?"

"Kamu yang memberitahuku namamu bertahun-tahun lalu," kata Menno sambil terkekeh. "Bagaimana bisa aku melupakan nama seorang bocah bermata biru yang masuk ke rumahku tanpa diundang?"

Mata Kyros membulat tidak percaya. 'Bocah kecil bermata biru'? Berarti usia pria ini lebih tua darinya?

"Ka-kamu seorang Agung?"

Menno mengangguk-angguk mengiyakan.

"Tidak mungkin!" 

Kyros tanpa sadar mundur dua langkah dan berdiri mematung. Seorang Agung tidak biasanya memasuki kemiliteran sebagai prajurit biasa berpangkat rendah. Dengan kemampuan dan pendidikan yang mereka miliki, seorang Agung biasanya akan mengikuti ujian resmi dan masuk dinas kemiliteran dengan pangkat tertentu - bukan dengan mendaftarkan diri saat ada lowongan bagi prajurit baru. 

Lalu dia...untuk apa...

Menno mendengus membuyarkan pikiran Kyros.

"Di dunia ini ada begitu banyak orang dari ras Agung, bukan cuma kita berdua. Apa yang tidak mungkin? Seharusnya kamu bertanya siapa aku, bukan apa rasku."

Kyros mendekat dan bertanya dengan suara bergetar.

"Siapa kamu sebenarnya?"

Menno mengangguk. "Pertanyaan bagus. Aku sudah memberimu sekian banyak petunjuk, dan kamu masih belum bisa menebak?"

Kyros menyeret bangku kecil dari sudut ruangan dan duduk di hadapan Menno. Kyros memikirkan kembali semua kata-kata Menno barusan. Dia seorang Agung, kenal dengan ayah Kyros, dan pernah bertemu dengannya saat dirinya masuk ke rumahnya tanpa diundang? 

Kyros mendadak panik saat ia mulai mengingat apa yang terjadi dahulu sekali, sewaktu dia masih anak-anak. Waktu itu, ibunya yang tengah sakit memerlukan tanaman kahalu, namun entah kenapa saat itu sulit sekali menemukannya di toko obat. Kyros, saat sedang mengelilingi kota melihat tanaman itu di balik tembok, dan melompati tembok untuk mengambilnya. Sayang sekali, ia tertangkap basah dan dibawa menghadap pemilik rumah tersebut.

"Ti-tidak mungkin," ujarnya gagap. 

"Kenapa tidak mungkin?" senyum Menno semakin lebar menghadapi Kyros yang lemas. "Kalau aku berbohong, bagaimana bisa aku tahu apa yang kamu katakan padaku pada saat itu?"

Ingatan Kyros terbang ke saat dia memohon pada sang pemilik rumah dan mengatakan bahwa dia akan menerima hukuman apapun asalkan tanaman kahalu itu boleh dia bawa pulang. 

"Kasih memikat, hukum menjerat. Saya sudah memilih."

Kata-kata yang sama persis dengan yang Menno ucapkan baru beberapa jam lalu. 

Dan bahkan kata-kata itu tidak membuatnya sadar bahwa dia sedang berhadapan dengan anggota keluarga kerajaan Mirchad.

Kyros segera turun dari kursinya dan berlutut di hadapan Menno sambil menunduk. Tangan kanannya terkepal di depan dadanya, memberikan salam hormat kepada pria itu.

"Maaf karena saya tidak mengenali Anda," katanya cepat. "Yang Mulia Pangeran Mein-."

Menno kelabakan membekap mulut Kyros sebelum dia selesai berbicara. Dengan panik dia menoleh ke kiri dan kanan, takut kalau-kalau ada yang mendengar pembicaraan mereka. Setelah memastikan semua tenang, Menno menarik tangannya dan menghembuskan nafas lega. 

Artunis (Artunis #1)Where stories live. Discover now