Zayn sebisa mungkin mengenyahkan pikiran-pikiran itu dari otaknya karena tentu saja masih banyak cara yang bisa ditempuh, tetapi entah kenapa suatu bagian kecil di otaknya mengatakan bahwa ini semua benar.

Katya harusnya tidak mempertahankan...

Tidak.

Malam itu semakin terasa dingin. Zayn mematikan semua pencahayaan yang ada di halaman belakangnya, sehingga yang dilihatnya sekarang adalah kegelapan total. Tetapi kegelapan itu sama sekali tidak menggentarkannya. Tidak cukup seram untuk membuatnya takut.

Zayn tergoda untuk merokok lagi, tetapi ia sedang tidak ingin mencari masalah dengan Katya, jadi Zayn hanya duduk terdiam sambil menikmati semilir angin malam yang menusuk. Walaupun saat itu musim semi, malam tetaplah malam.

Tiba-tiba, Zayn jadi merindukan Travis.

Ia dan teman bartendernya itu pernah duduk di atap bar sambil menonton orang-orang berkelahi di jalanan. Mereka pernah satu kali membahas tentang malam—kenapa malam gelap dan pekat, dan semacamnya.

Sekarang mungkin sudah sekitar jam 12 malam. Zayn belum mengantuk sama sekali. Ia bosan hanya duduk-duduk disini sambil memandangi sesuatu yang nyaris tidak bisa dipandang. Zayn akhirnya masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu belakang.

Saat Zayn berbalik, Katya tahu-tahu sudah berdiri di depan pintu kamar dengan rambut cokelatnya yang menjuntai, persis seperti hantu. Zayn hampir-hampir terjungkal ke belakang saking kagetnya. Ia berharap wajahnya sekarang tidak seperti habis melihat hantu.

“Hey,” Zayn akhirnya bersuara walaupun yang keluar nyaris seperti cicitan serak. “Kau mimpi buruk atau apa?” tanyanya.

Katya mengangguk. “Mimpi buruk.”

Zayn tersenyum tipis seraya menghampiri Katya dan mengajaknya masuk kembali ke dalam kamar. Katya langsung naik ke tempat tidur sementara Zayn hanya duduk di pinggiran.

“Tidak apa-apa,” kata Zayn. “Cuma mimpi.”

Katya mengangguk lagi. “Aku mau mcdonalds.”

“Apa?”

“Aku mau mcdonalds,” ulang Katya. “Mcdonalds, Zayn.”

Tentu saja, dasar bodoh, Zayn mengutuk dirinya sendiri. Dia kan lagi hamil. Dia boleh meminta apapun kapanpun dimanapun sesukanya.

“Oke,” Zayn tersenyum kecil. “Aku belikan. Tunggu sebentar, ya.”

Zayn menyambar kunci mobil yang ia letakkan di atas meja kecil, mengambil topi dan jaket yang tergantung di belakang pintu, lalu berjalan keluar rumah untuk membelikan Katya mcdonalds.

***

Ketika memasuki bulan ke sembilan, Katya merasa seperti mayat hidup. Ia nyaris tidak bisa makan, tidak bisa tidur, tidak bisa melakukan apapun tanpa merasa kesulitan. Hal-hal kecil yang biasanya dilakukannya dengan mudah sekarang menjadi sangat sulit.

Zayn sedikit-sedikit membantu Katya meringankan bebannya. Cowok itu selalu ada untuk Katya, meluangkan banyak waktu untuk Katya, bahkan terkadang pulang dengan membawa kejutan-kejutan kecil yang membangkitkan semangat.

Katya dan Zayn sudah berbicara dengan Dr. Flynn. Dr. Flynn sudah mengetahui jenis kelamin anak Katya, tetapi Katya dan Zayn tidak ingin tahu karena mereka ingin mendapat sedikit kejutan. Katya dan Zayn bahkan sudah berunding untuk nama anak mereka.

“Aku ingin menamainya Percy kalau dia laki-laki,” katya Katya waktu itu, membuat Zayn yang ada di hadapannya tersenyum antusias.

“Kalau perempuan?”

For You, I am.Where stories live. Discover now