Hello

1.5K 69 8
                                    

Hi, it's been a while, yes?

First of all, happy new year to you guys!! Gak terasa udah tahun 2017 aja. May this year be filled with lots and lots and lots of love.

Second of all, I have started writing again. I don't even know what's been stopping me; either the lack of time or the lack of will. Yang jelas kali ini aku nggak nulis fan fiction lagi sih, because I think it's the perfect time to start writing more....serious.

So, please kindly check my newest story: The Asset? It's in my profile.

Thank you so much for your love and your never ending support!!!!


P.S: Here's the synopsis and a glimpse of the first chapter ;)



The Asset


My neighbor is the devil himself.

Flo menjadi satu-satunya saksi pembunuhan atas tetangganya, Lucas, karena dia lah satu-satunya orang yang bertemu dengan si pelaku pada malam itu. Sayang sekali kemudian polisi menetapkan kasus itu sebagai bunuh diri karena kurangnya saksi.

Tiga bulan kemudian, Flo terkejut ketika apartemen kosong Lucas kini diisi oleh orang terakhir yang paling dia inginkan untuk jadi tetangga barunya: Enzo Romano, si pembunuh berdarah dingin itu sendiri.

Semuanya berubah sejak kedatangan Enzo dalam hidup Flo. Tetapi tampaknya, perubahan itu tidak hanya terjadi satu arah...


Chapter One: The Beginning

FLO

Florence Hopkins tidak menyukai hujan. Hujan membuatnya harus berdiam diri di apartemennya, menatap jendela yang kacanya dilapisi tetes-tetes air, sembari berharap cuaca akan kembali cerah. Sudah setengah jam berlalu dan ia masih duduk termangu. Di pangkuannya terdapat buku karya Charlotte Bronte yang sudah ia baca berkali-kali. Di belakangnya, lagu-lagu Frank Sinatra mengalun lembut, mengisi kekosongan di setiap kubikel apartemennya yang sempit.

Flo, begitulah kira-kira semua orang memanggilnya, bertanya-tanya apa yang sedang ibunya lakukan di Charlotte, North Carolina, yang notabene adalah tempat mereka berdua berasal. Menurut dugaannya, ibunya pasti sedang sibuk di rumah sakit karena saat itu masih menunjukkan pukul sebelas di hari Minggu. Flo ingin sekali menelpon untuk sekedar mendengar suara ibuya, tetapi Flo cukup yakin kalau Stacy, suster sekaligus teman terbaik ibunya di rumah sakit, yang akan mengangkat.

Marie Hopkins, atau yang selama ini Flo panggil ibu, adalah seorang dokter bedah saraf di Carolinas Medical Center. Ibunya selalu sibuk, bahkan di hari libur seperti ini. Bahkan ketika Flo masih seorang remaja ingusan di kota kecil Charlotte yang bercita-cita ingin menjadi artis Brodway yang pada saat itu terdengar seperti angan-angan kosong yang tidak nyata.

"Kau bisa masuk sekolah kedokteran dan menjadi dokter, Flo," ibunya berkata padanya di suatu hari. "Nilai-nilaimu di sekolah sangat baik. Kau bisa saja masuk UNC School of Medicine dan menjadi dokter seperti Mom."

Flo benar-benar hidup atas kata-kata itu, setidaknya sampai umurnya enam belas. Dia ingat pertama kali Ms. Spencer, guru seni di sekolahnya, menyuruhnya ikut dalam pentas drama yang diadakan sekolah. Drama tersebut adalah drama musikal yang diadaptasi dari kisah apel emas pada mitologi Yunani. Flo mendapat peran sebagai Athena yang adalah dewi kebijaksaanan serta strategi perang.

Ketika Flo tampil di atas panggung, untuk pertama kalinya Flo merasa hidup. Dia menyanyi dengan indah serta berdialog dengan lugas. Flo tahu dia sangat gugup, tetapi dia juga tahu bahwa dia membawakan perannya dengan sangat baik. Ms. Spencer tampaknya juga menyadari hal itu. Karena, seusai pentas itu digelar, Ms. Spencer menawarkan Flo untuk ikut dalam klub drama sekolah.

Klub drama sekolah adalah di mana semuanya berasal. Perlahan-lahan Flo mulai melupakan tujuannya untuk menjadi dokter seperti ibunya. Flo mulai melihat kesempatan yang nyata dalam menjadi aktris di drama-drama di Brodway. Flo mulai membayangkan betapa hidupnya akan terasa lebih hidup jika dia menjadi aktris seperti yang dia impi-impikan.

Tetapi tentu saja tidak ada jalan yang mudah untuk cita-cita yang besar. Ibunya sangat menentang keputusan Flo untuk melanjutkan sekolah di NYU. Flo adalah anak satu-satunya dan ibunya tidak ingin Flo tinggal jauh darinya. Pertentangan mereka membuat hubungan antara Flo dan ibunya merenggang selama hampir satu tahun.

Akhirnya, ketika Flo sudah memasuki tahun terakhirnya di sekolah, Ms. Spencer membantu Flo untuk berbicara kepada ibunya mengenai rencana Flo. Saat itu ibunya sudah tidak sekeras sebelumnya walaupun ibunya masih tidak setuju. Tetapi Flo dan Ms. Spencer sama-sama tahu bahwa saat itu ibunya telah menunjukkan perkembangan awal yang menjanjikan untuk masa depan Flo.

Ms. Spencer menulis surat rekomendasi agar Flo bisa diterima di NYU di pertengahan tahun terakhirnya di sekolah. Beberapa bulan kemudian, Flo mendapat surat dari NYU yang menyatakan bahwa dia diterima. Saat itu Flo merasa bahagia karena untuk pertama kalinya, mimpinya yang paling nyata menjadi nyata.

Ibunya akhirnya merelekan Flo pergi setelah melewati banyak argumentasi yang dihiasi dengan teriakan dan tangisan mereka berdua. Ibunya berkata bahwa dia hanya ingin yang terbaik untuk Flo dan dia ingin Flo bahagia. Ibunya mengantar Flo sampai ke apartemennya—apartemen ini—kemudian kembali ke Charlotte dan tidak pernah kembali ke New York lagi.

Flo kadang-kadang masih merindukan ibunya, bahkan setelah dua tahun tinggal seorang diri di New York. Ibunya selalu jadi orang pertama yang Flo pikirkan ketika pikirannya kosong. Flo sering kali merasa homesick, tetapi dia tidak bisa mengatakannya keras-keras kepada ibunya karena dia tidak ingin ibunya merasa bahwa dia menyesal akan keputusannya.

Karena Flo tidak menyesal. New York adalah keputusan paling baik yang pernah dia buat sepanjang hidupnya dan Flo tidak pernah menyesal—barang satu kali pun.

Oke, mungkin Flo pernah menyesal satu atau dua kali ketika dia memiliki banyak tugas yang harus diselesaikannya dalam satu malam, tetapi itu bahkan hampir tidak bisa dihitung.

Flo terbawa kembali ke kenyataan ketika dia menyadari bahwa lagu yang diputar melalui pengeras suara di ruang tengah telah berhenti. Kini apartemennya sunyi senyap dan Flo membencinya. Flo benci suara-suara yang dia dengar ketika keadaan sunyi. Jadi, Flo bangkit dari tempat duduknya yang nyaman di dekat jendela untuk menyetel lagu dari playlist-nya yang lain.

Ketika Flo hendak duduk kembali, Flo mendengar suara pintu apartemennya diketuk. Dengan alis berkerut, Flo berjalan untuk membukakan pintu.

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang