Part 42

6.2K 473 27
                                    

Saat Zayn bangun, tempat di sebelahnya kosong.

Zayn membuka matanya yang terasa berat. Gorden kamarnya sudah tersibak lebar, sehingga cahaya matahari pagi menerjang pengelihatannya yang masih buram. Zayn mengucek matanya dengan sebelah tangan, sebelum akhirnya bangun dan duduk di pinggiran tempat tidur.

Katya kemana, pikirnya.

Beberapa detik kemudian Zayn memutuskan untuk berdiri. Sebelum Zayn keluar kamar, Zayn berhenti di depan kaca panjang untuk memperhatikan dirinya. Rambut hitam Zayn acak-acakan. Badan Zayn yang dihiasi beberapa tato terlihat lebih kurus. Dan kakinya agak membengkak.

Zayn mengabaikan semua yang dilihatnya, kemudian pergi keluar kamar. Begitu Zayn sampai di depan pintu kamar, Zayn bisa mencium aroma kopi dari dapur. Ia juga mencium aroma nasi goreng kesukaannya. Tetapi anehnya, Katya tidak ada di dapur.

Saat Zayn berjalan mendekat, Zayn menemukan secangkir kopi yang masih hangat dan sepiring nasi goreng porsi besar di atas meja makan. Zayn bermaksud untuk mengambil air dari dalam kulkas saat ia menemukan sebuah kertas post it di atas meja counter. Tertulis:

Aku pergi ke Oxford karena ada jadwal kuliah. Maaf tidak membangunkanmu, habisnya kau terlihat capek sekali. Pakai saleb yang ada di atas meja untuk betismu, oke? Aku pulang nanti sore. Have a nice day!

Katya

Zayn melirik jam dinding. Sudah jam 10 pagi. Zayn baru ingat kalau ia ada sesi pemotretan untuk iklan hari ini jam 12. Zayn akhirnya memakan makanannya, meminum kopinya, mandi, bersiap-siap, dan mengoleskan saleb itu ke kakinya tepat sebelum ia berangkat pergi.

***

“Aku putus dengan Rob.”

Katya tertegun. “Benarkah?” tanyanya tidak percaya. Cassie hanya mengangguk-anggukan kepalanya lesu sembari mengaduk tehnya tanpa minat. Hari itu mereka sedang duduk santai di cafe depan Oxford seperti biasa karena sedang jam istirahat.

“Aku harus putus dengannya,” gumam Cassie. “Selama ini.....selama ini dia kasar padaku, Kat. Maksudku, dia sangat jarang memukul, tetapi dia pernah. Dan aku takut. Aku tidak bisa seperti ini terus. Aku harus mengakhirinya.”

Katya memegang pergelangan tangan Cassie penuh simpati. “Kalau begitu, putus dengannya adalah tindakan paling tepat, Cass. Kau tidak akan mau menikahi orang seperti dia. Bagaimana kalau dia kasar pada anak-anakmu kelak? Lebih baik kalian putus sekarang daripada menikah nanti.”

“Iya, tetapi entah kenapa ini berat sekali.”

“Semua putus memang berat, kan?”

Cassie tersenyum tipis. “Iya, sih. Aku tidak menyesal kok karena sudah putus dengannya,” kata Cassie, membuat Katya tersenyum.

“Aku mendukung apapun keputusanmu.”

Katya mengalihkan pandangan ke jendela yang mengarah ke taman Oxford. Hari itu udara bertambah dingin saja. Katya harus memakai mantel tebal kemana-mana sekarang karena udara dinginnya benar-benar menusuk tulang.

Katya melihat sekilas ke arah cincin yang melekat di jari manisnya. Cincin itu entah kenapa terlihat sangat indah di jarinya yang biasa-biasa saja. Katya jadi ingin selalu tersenyum saat melihat cincin itu. Cincin itu seperti memberinya tambahan semangat.

“Kat.”

Katya menoleh. “Ya, Cass?”

Cassie melihat ke arah cincin Katya, dan detik itu Katya baru ingat kalau ia belum memberitahu Cassie kalau Zayn melamarnya. Ia juga belum memberitahu Candace. Sepertinya kalau Candace nanti saja, karena Katya ingin memberi Candace sejenis kejutan.

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang