Part 13

9.6K 588 21
                                    

 Zayn duduk di sofanya. Kedua sikunya terpaku di atas lututnya, sedangkan wajahnya dibenamkan di dalam telapak tangannya yang besar. Zayn sudah duduk dengan posisi itu sejak ia meninggalkan Katya dirumahnya tanpa berkata apa-apa.

 “Tidak pernah ada kita,” cewek itu nyaris berteriak. “Yang ada hanya kau, dan aku. Dan kau dan aku bukan kita.”

 Kata-kata Katya menusuknya begitu dalam, sampai-sampai Zayn bisa merasakan luka di sekitar hatinya. Ia sadar selama ini ia memperlakukan Katya dengan berbeda, tetapi sama sekali tidak memberi kepastian apa sebenarnya yang terjadi di antara mereka.

 Kenapa, sih, cewek selalu seperti itu? Selalu meminta kepastian. Kenapa tidak biarkan saja berjalan dan tunggu apa yang terjadi selanjutnya? Zayn benar-benar tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Katya akan pindah minggu depan, yang artinya cewek itu tidak akan ada saat Zayn pulang dari Fiorentina.

 Zayn menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. Ia benar-benar bingung. Zayn jelas-jelas tidak ingin kehilangan Katya, tetapi ia punya banyak pertimbangan untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan kepada Katya. Zayn akan membuat semuanya jadi jelas: ia menyukai Katya. Sangat.

 Zayn suka cara Katya bicara, Zayn suka cara Katya tersenyum, Zayn suka cara Katya tertawa. Itu sudah sangat jelas kalau Zayn menyukai Katya. Zayn hanya perlu momen yang tepat untuk mengungkapkan semuanya kepada Katya, tapi ia tahu ia tidak punya momen yang tepat. Zayn tidak ingin merusak apa yang terjalin di antara mereka. Sesungguhnya Katya termasuk dalam sahabat terbaik Zayn, dan Zayn tentu saja tidak ingin kehilangan sahabatnya.

 Sekarang cewek itu marah kepadanya.

 Zayn mengeluarkan sebatang rokok dan mulai menghisapnya. Sudah beberapa bulan ia berhenti merokok saking sibuknya. Terakhir kali Zayn merokok paling-paling waktu thanksgiving di Bradford 4 bulan lalu. Zayn tidak merokok kecuali ia benar-benar butuh. Dan sekarang, Zayn jelas-jelas butuh rokok.

 Setelah rokoknya habis, Zayn memutuskan keluar untuk mencari udara segar.

***

 “Kau yakin kau akan mengambil beasiswa itu?”

 Katya sedang merapikan barang-barangnya, dibantu oleh Candace. Katya tahu ini masih beberapa hari sebelum kelulusan, tetapi ia mau semua barangnya dirapikan tepat sebelum hari kelulusan agar Katya bisa langsung pergi ke Oxford. Ia tidak bisa lama-lama disini.

 “Tentu saja aku yakin,” jawab Katya. “Kau tahu kan aku tidak bisa bertahan terus di Merseyside.” Katya memasukkan sejumlah buku kuliahnya yang tak terpakai ke dalam kardus cokelat besar. “Lagipula, aku butuh suasana baru.”

 Candace tersenyum. “Orang yang butuh suasana baru biasanya adalah orang yang ingin melupakan sesuatu,” godanya.

 “Tidak juga,” kata Katya ringan.

 “Aku tahu kau ingin melupakan Zayn,” kata Candace. Nadanya berubah serius. “Tetapi kau kan tahu kalau kau tidak harus melupakannya. Kau bisa melupakan hal-hal buruk itu dan melihat Zayn seperti biasanya. Seperti saat kau berteman dengannya.”

 “Aku tahu,” Katya mendesah pasrah. “Tetapi aku tidak bisa menatap matanya tanpa teringat kejadian malam itu. Itu menyakitkan.” Katya kemudian duduk di atas sofa untuk beristirahat sejenak. “Dan kau tahu apa yang lebih menyakitkannya lagi? Aku seharusnya tidak merasa bahwa itu menyakitkan.”

 “Kau menyukainya, Kat?”

 Katya menggigit bibir. “Apa.....apa aku salah?”

 “Tidak salah sama sekali,” jawab Candace ringan. “Kau dan Zayn sangat cocok, oke? Kalian sangat sempurna kalau bersama,” kata Candace. “Jangan biarkan Ethan brengsek itu merusak masa depanmu. Cowok itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Zayn. Kat, bisa tidak sih lupakan saja dia?”

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang