Part 44

6.7K 469 43
                                    

Zayn ada sesi latihan fisik jam 5 pagi, jadi ia berangkat sekitar jam 4. Zayn baru tidur mungkin sekitar satu jam, tetapi tidak masalah. Sepertinya Zayn memang benar-benar butuh latihan fisik karena akhir-akhir ini ia jadi gampang capek kalau harus main 90 menit full.

Jose Mourinho dan selusin teman-teman timnya sudah berkumpul di lapangan saat Zayn datang. Latihan fisiknya hanya berupa jogging selama 30 menit, latihan sprint, push-up, sit-up, dan yang lainnya. Sangat menguras tenaga, tetapi Zayn sudah sering melakukannya jadi ia biasa saja.

Sekitar jam 8 pagi, ada sesi latihan kebugaran di gym. Instruktur Zayn kebetulan seorang cewek yang usianya paling-paling dua tahun lebih tua dari Zayn, dan Zayn bersumpah cewek itu selalu melirik ke arahnya setiap dia menyelesaikan satu kalimat.

Zayn sudah pernah mengikuti program kebugaran sih jadi six-packs nya masih terbentuk. V-line nya juga. Jadi ia tidak perlu mengikuti program lagi karena menurutnya kalau otot-ototnya terlalu terlihat ia akan terlihat lebih....aneh. Aneh saja.

“Oke,” kata si instruktur, yang kalau tidak salah namanya Lisa. “Karena rata-rata kalian sudah mengikuti program sebelumnya, kita akan mulai program yoga saja,” kata Lisa. “Silahkan menuju matras masing-masing.”

Dan ternyata, Lisa selentur karet. Ia bukan instruktur kebugaran, melainkan insruktur yoga. Lisa mengajarkan banyak gerakan-gerakan konyol yang susah dilakukan berhubung Zayn punya badan yang sama sekali tidak lentur. Memangnya apa yang diharapkannya? Zayn kan tidak pernah les balet sewaktu kecil.

Seluruh sesi latihan fisik berakhir jam 10 pagi. Tenaga Zayn sudah terkuras habis. Rasanya ia hanya ingin kembali ke flatnya dan tidur sampai sore. Jose Mourinho berkata Zayn hanya perlu dua hari latihan dalam satu minggu, yang artinya sangat bagus. Zayn setidaknya punya waktu luang walau sedikit.

Zayn kini sudah berada di kursi pengemudi audinya. Ia merogoh saku celana pendeknya lalu menekan nomor telepon yang sudah dihafalnya. Setelah menunggu selama beberapa detik, terdengar suara dari sebrang.

“Hai,” sapa Zayn dengan senyum yang mengembang. “Maaf aku harus pergi pagi-pagi sekali tadi. Aku sudah selesai latihan. Kau ada dirumah atau tidak?”

“Aku di Oxford.”

Zayn mengangguk-angguk. “Jam berapa kau selesai?” tanyanya. “Aku akan menjemputmu.”

“Jam 3.”

“Oke. Tadi kau ke Oxford naik beetle-mu atau apa?”

“Aku diantar Aaron,” kata Katya. “Aaron sepertinya ingin terus-terusan mengantarku ke Oxford supaya bisa bertemu Cassie. Omong-omong, Cassie baru putus dari pacarnya.”

Zayn menyeringai. “Aku tidak mau bergosip,” kata Zayn, membuat Katya tertawa. “Oke, kalau Aaron kebagian mengantar, aku menjemput saja. Jadi, jam 3, di Oxford. Aku menunggu di Cafe biasa.”

“Oke.”

“Sampai ketemu nanti.”

“Astaga, Zayn. Kesannya kita sudah lama sekali tidak bertemu,” gerutu Katya. Zayn hanya tertawa. “Kita kan tinggal satu atap.”

“Yah, pokoknya sampai ketemu nanti.”

“Sampai ketemu nanti.”

***

“Hey, Kat!”

Katya menoleh saat ia merasa seseorang memanggil namanya. Kelasnya sudah selesai, dan sekarang baru jam setengah 3. Mungkin setengah jam lagi sebelum Zayn menjemput Katya. Katya tengah membereskan barang-barangnya yang berserakan di atas meja ketika Jason melambai ke arahnya.

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang