Senja Fahira

172 14 4
                                    

Hallo, silent readers👀
Happy Reading, luv u!

🐥🐣🐥
Kamu seperti senja. Yang datang memberikan kenyamanan, dan pergi membuat kerinduan.
-VN
🐥🐣🐥

Senja Fahira, siswi SMA Taman Harapan yang kini tengah duduk di kelas XI-IPS 4. Penyuka senja, juga matcha. Namanya Senja membuat dirinya semakin masuk ke dalam dunia senja, kecintaannya pada senja tak bisa terkalahkan. Ditambah lagi dengan suara deburan ombak serta angin sepoi-sepoi yang akan menemaninya di dermaga, itu adalah kebahagiaan tersendiri bagi Senja. Tak banyak orang yang mengenal Senja secara menyeluruh, masih dapat terhitung jari siapa saja yang benar-benar dekat dengan Senja. Tertutupnya ia dengan dunia luar itu sebab masalalunya yang kelam, terlalu sulit dijelaskan mengapa Senja tak suka pada keramaian.

Senja baru saja bangun dari tidurnya, setelah bersusah payah mengerjakan soal Matematika hingga larut malam. Gadis itu langsung beranjak dari ranjangnya menuju kamar mandi, seperti biasanya ia melakukan ritual paginya. Dirinya tak habis pikir, mengapa soal-soal yang diberikan gurunya sungguh menyusahkan. Terlebih lagi jika nilainya rendah dan harus melakukan remedial.

Tak butuh waktu lama bagi Senja melakukan ritualnya, kemudian ia bersiap-siap mengenakan seragam sekolahnya dan merapikan buku-bukunya. Setelah selesai, ia berkaca di meja rias. Warna hitam pada bagian bawah matanya sangat mengganggu wajah cantiknya, itu sebab ia sering begadang beberapa hari ini dengan alasan nonton drakor. Karena merasa warna hitam dibawahnya begitu mengganggu wajah cantik ciptaan Tuhan, Senja memberikan sedikit polesan bedak bayi serta lipbalm.

Merasa semuanya telah siap, Senja menuju meja makan yang berada di lantai satu. Ia menuruni anak tangga dengan gontai, ia sendiri tidak mengerti mengapa ia sangat enggan untuk masuk sekolah hari ini.

Senja menarik bangku di depan ibunya, lalu duduk berhadapan dengan ibunya. Tanpa pikir panjang, Senja langsung menyantap sarapannya.

Santi yang tak lain adalah ibunda Senja pun heran, mengapa hari ini buah hatinya sangat enggan untuk bersekolah.

"Kenapa sih? Enggak niat sekolah, ya?" tanya Santi yang heran dengan anaknya.

"Iya." Senja melanjutkan sarapannya tanpa memperdulikan ibunya.

Santi hanya menggelengkan kepalanya, ia tak mengerti dengan anak tunggalnya itu.

Tak lama, senja telah selesai dengan sarapannya, kini ia tengah bersiap memakai sepatu sekolahnya. Kemudian ia pergi ke teras rumahnya untuk menunggu temannya. Ia menatap arlojinya yang melingkar cantik di tangannya, waktu sudah menunjukan pukul enam lewat lima belas menit, namun temannya tak kunjung datang.

Senja masih terduduk di bangku terasnya, tetap menanti temannya belum juga datang. Senja menggigit bibir bawahnya, berharap tamannya segera datang.

Tak lama, motor vespa matic berhenti di depan rumahnya. Yang tak lain dan tak bukan adalah Jingga, Jingga dan Senja sudah berteman lama sejak kecil. Ibunda Senja juga Jingga pun sama seperti mereka, itu sebab mengapa mereka menamainya dengan nama Jingga dan Senja.

Jingga membuka helm-nya dan memperlihatkan sederetan gigi putihnya.

"Huh, lama banget sih, pasti kesiangan. Iya, kan?" tanya Senja yang kesal dengan sahabatnya itu.

Jingga menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Hehehe, iya."

"Kebiasaan." tanpa basa-basi Senja naik ke motor vespa matic milik Jingga.
Jingga langsung melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata, ia melirik Senja yang sedari tadi tidak membuka suaranya. Padahal, biasanya pagi-nya selalu dihantam dengan ocehan dari Senja.

Opacarophile Where stories live. Discover now