Emelly mengangguk terlampau antusias. Senyumnya merekah hingga menampilkan gigi putih kecil. Ia senang. Benar-benar senang karena pada akhirnya Edward dan adiknya,Adeline akhirnya memenuhi janji mereka untuk membawa Emelly ke dunia manusia yang tak pernah sekali pun Emelly datangi.

"Wahh rumah mereka tinggi sekali." Decakan kagum menguar dari mulut Emelly.

Dengan mata berbinar, ia terus menatap takjup pada bangunan tinggi disekitar jalan yang menjulang mencakar langit. Kepalanya ia condongkan keluar dari jendela mobil, menyambut hilir angin menerpa wajah hingga memainkan surai hitam legam Emelly hingga kusut.

"Jangan keluarkan kepalamu seperti itu,Sadako. Bahaya!" Tegur Edward.

Emelly terkikih atas tindakan bodohnya namun ia tetap menurut pada kata-kata Edward yang menyuruh Emelly kembali pada posisinya.

Jalanan cukup ramai dengan berbagai kendaraan manusia yang merayap pada jalanan kota Hamburg. Berbagai kedai dan ruko berjejer di sekitar pinggir trotoar. Banyak para manusia yang nampak tengah berjalan atau sekejar duduk bersantai dengan segelas kopi di kedai kopi kecil di sana.

Angin terus menerpa seiring dengan lajunya mobil hitam mengkilat yang di kendarai Edward. Mereka berhenti di sebuah gedung besar yang menjulang tinggi. Banyak pasang mata yang berlalu lalang dengan pakaian formal mereka.

Emelly lagi-lagi di buat terkagum kagum menatap pada puncak gedung sampai kepalanya mendongak tinggi. Rupanya dunia manusia memang seasing itu. Ada banyak barang atau kegiatan manusia yang tak Emelly ketahui. Untunglah Adeline dengan sabarnya mau menjadi guide dadakan untuk Emelly. Ia mulai mengenal apa itu sepeda motor, kamera, lampu lalu lintas yang berubah warna setiap lima belas detik juga pada hal sepele seperti garis-garis putih yang kontras dengan hitamnya aspal.

"Ed, pintunya terbuka sendiri. Pasti kau menggunakan sihir ya?"

Kedua kakak adik tertawa geli atas banyak pertanyaan aneh yang keluar dari imajinasi seorang Emelly. Mereka memasuki lobi perkantoran yang luas. Beberapa dari para karyawan yang mengenal Edward membungkuk hormat, lalu kembali disibukan pada pekerjaan mereka di balik kubikal dan layar komputer.

"Kita masuk ke tabung?" Lagi, Emelly bertanya saat mereka akan masuk ke dalam lift.

"Ini namanya lift. Benda ini akan membawa kita ke lantai berapapun yang kita inginkan." Jelas Adeline.

"Wahh benarkah? Baga___ huaaa benda ini bergerak naik."

Sontak tawa dari Adeline dan Edward pecah memenuhi ruangan sempit lift. Mereka menatap geli pada wajah Emelly yang di rundung raut panik sekaligus takut dengan bibir terkunci penuh dan tanganya yang mencekal sisi lift erat. Ia terlihat benar-benar syok namun terlihat lucu secara bersamaan.

"Jangan takut."

Langkah kaki dari ketiganya menggema dalam satu koridor luas. Menapaki setiap keramik lebar bertabur warna abu-abu. Setiap sisi tempok diisi dengan lapisan kaca besar yang menampilkan pemandangan Hamburg dari keatasan. Membuat gedung-gedung perkantoran serta rumah warga terlihat mini dari ketinggian.

"Selamat siang Tuan,Ricard." Seorang pria menyapa dengan membungkukan setengah badanya.

Ia nampak sedikit tua dengan setelan hitam melekat pada tubuhnya yang mulai di rayapi usia.

Water Fire ControllersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang