27

139 7 0
                                    

Mata sejernih langit menatap pada hamparan luas lautan rumput hijau, lalu pada kupu-kupu kuning di sana yang mengepakan sayap pelan. Melaju mengikuti dayu silir angin membawanya pergi.

Ia masih menatap, tanpa mau berkata hingga langit yang semula secerah mata air berubah menggelap. Kumpulan kapas mengepul menjadi satu, membentuk kumpulan awan pekat yang terlihat berat nan abu. Dayunya angin berubah menjadi kencang. Para burung terbang rendah kembali kesarang mereka dengan kicauan parau menggema menusuk rungu.

Langit amat gelap, petir menyambar cepat bagai kilat putaran vidio yang beradu karena rusak. Pasukan air dari langit tiba-tiba saja menghambur, layaknya para awan yang berlebih beban. Menumpahkan segala kemarahan melalui air membasahi bumi Eropa hingga bau tanah menguar menyengat. Air hujan turut berdebur di sapu angin besar, memporak porandakan batang kayu rapuh hingga terlepas dari pohonya. Hal sama pula terjadi pada daunya.

Sang pemilik iris biru menangungi pandangan dengan punggung tangan. Derasnya hujan membahasi tubuhnya hingga kuyup. Gaun sewarna darah turut menjadi korban. Menyentakan kepala ke atas saat suara menggelegar terdengar. Petir saling bersautan hingga bola mata sang gadis sepenuhnya membuka lebar. Langit gelap menyerbu dengan sinar abu- abu layaknya kabut bagai membelah langit itu sendiri. Dari sana keluar siluet hitam dengan jubah yang sama hitamnya dengan malam.

Seketika badai berhenti, menyisakan kekacauan di sana sini. Padang rumput yang semula hijau terkotori oleh lautan sampah daun dan batang pohon tumbang. Sosok itu turun perlahan, ia amat hitam dengan aura yang sama hitamnya mengelilingi sosok itu.

Jubah yang di kenakan menyapu tanah, si gadis masih mematung. Tak tau harus mencerna hal apa yang baru ia lalui. Semuanya begitu rumit untuk di jabarkan hingga bulu kuduknya meremang membuat kulit kulitnya memanas saat sosok sehitam malam menyeringai di balik tudung jubahnya.

Ia terlihat sehitam malam, namun seputih mayat dalam waktu bersamaan.

"Siapa kau?" Tanya pemilik manik biru.

"Aku___" sosok itu menggantung kalimatnya. Angin gemuruh kembali, seirama dengan senyumnya yang semakin melebar membuat seringaian di wajah tak nampaknya.
"Kekuatanmu sangat harum."

Dan hanya seperti itu yang ia ingat.

Emelly terbangun dengan nafas tersengal.

Lagi lagi mimpi buruk.

Sejak ia tak sadarkan diri tempo lalu,  mimpi buruk itu sering kali datang padanya. Dengan kilasan yang sama. Ia masih belum mengerti apa arti dari mimpinya itu. Apakah suatu pertanda buruk? Atau hanya bunga tidur belaka?

Namun__ gadis tadi, Emelly seperti familiar dengan gadis itu.

Tapi siapa? Apa ia pernah bertemu dengan gadis itu sebelumnya?

Memilih mengabaikan mimpinya, Emelly beranjak dari ranjang menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya sejenak. Ia harus kembali pada rutinitasnya hari ini.


C O N T R O L L E R S



"Apa kau senang?" Adeline bertanya pada gadis kecil di sampingnya yang tengah memandang penuh minat pada jalanan beraspal kota Hamburg.

Water Fire ControllersWhere stories live. Discover now