Tired But Still

705 21 5
                                    

Aku terpenjara dalam waktu yang tak dapat dikatakan singkat. Ditambah lagi saat itu jiwaku yang kian sekarat, fikiranku semakin penat, dan tak ada satu kesedihan pun yang di buat-buat. Bertahan sekuat tenaga, meski pada akhirnya tetap terluka, meski air mata mencoba jatuh tanpa bicara, meski resah terus-menerus yang menghadirkan sesak dalam dada. Pernah mencoba mencari jalan keluar, tapi yang kutemui tak lain hanyalah dinding-dinding kukuh yang sedikit pun tak bercelah. 

Kesiur angin malam menyadarkan jiwa, perihal luka yang tak kunjung sembuh. Air mataku yang terus mebasahi pipi, lelah yang tak kunjung hilang dan pikiran yang tak kunjung bebas. Di sudut tempat aku bersembunyi dalam sunyi, sampai hadirnya bulan yang kian menerangi tanpa paksaan. Aku kembali di sapa malam, meratapi keadaan di mana jiwa berkonspirasi dengan gelap dan sepi. Menertawakan rasa yang masih betah bertahan dalam pedihnya keterpurukan. Aku dan perasaanku layaknya langkah yang gagal menemukan arah. Aku dan hidupku, layaknya kenyataan yang dipaksakan menjadi manis. Semua berawal dari kepergian yang tak memberikan alasan. Memaksa diri untuk tetap bertahan, memaksa diri untuk enggan meninggalkan dan memaksa diri menerka jawaban yang tak akan pernah mendapatkan pembenaran.

Mungkin begini cara luka mendefinisikan dirinya—pada harapan yang terus menyelimuti relung hati. Hingga seperti kata pada permulaan; segalanya telah menghidupkan kembali doa-doa yang kupanjatkan pada sepertiga malam.

Maret akhir, 2019.

Sajak-Sajak PerasaanWo Geschichten leben. Entdecke jetzt