Keputusan Semesta

901 24 4
                                    

Kita bertemu kembali dalam suasana yang berbeda. Aku dengan cerita baru, dan kau dengan kisah yang tak pernah kutahu. Tak pernah menyangka, akhir dari sebuah ‘kita’ berakhir dalam kekalahan. Pada akhirnya, kita adalah pendusta yang hebat. memainkan rasa yang ada, membuat rasa menjadi pudar tak berwarna. Begitu halus memainkan peran tanpa sedikitpun terlihat dibuat-buat. 

Rona wajahmu sedikit terlihat berbeda. Dahulu seperti mentari bersinar memancar, tetapi kini seperti pelangi yang tak lagi indah karena warnanya telah memudar. Senyummu masih saja sama, kaku sikapku juga tak berbeda. Pertemuan singkat tanpa rencana ini benar-benar mengelabui semesta. Mengapa tidak, sebab kita mampu bersikap layaknya dua hati yang tak pernah saling melukai, sementara sebaliknya kita pernah sebegitu dekatnya dengan benci. Entahlah, siapa yang tengah dibohongi kali ini. 

memperjuangkanmu dengan utuh benar-benar harus mempunyai kesabaran yang penuh, walaupun tetap saja hatiku terus mengeluh, karena mengingat perjuangkanku terlihat sia-sia lalu runtuh. Walaupun pada akhirnya, kita tetaplah bersama untuk saling melepas. Melepas jauh hal yang berbau tentang kita. Karena aku tak ingin terjebak untuk kedua kalinya.

Kini, tak ada kenangan kita yang tersimpan dalam dada, sedikitpun tak tersisa. Satu persatu hilang entah kemana. Baiklah, perjalanan menghapus luka cukup sampai disini, tak ingin kulanjutkan kembali. Namun, ada satu hal yang aku sadari ketika bersamamu tadi, ada senyuman dan tatap mata yang berhasil menjadi bukti bahwa tak ada yang berhasil pergi. Kufikir kita berhasil dalam menghapus luka, namun ternyata justru semesta yang tertawa.

Pendusta sepertimu layak aku siksa dalam aksara. Karena dulu kau berjanji tak akan pernah singgah, namun justru kaulah yang melukaiku sangat parah.

06 Januari 2019

Sajak-Sajak PerasaanWhere stories live. Discover now