Bagian 159 (Pesta C.E.O Baru)

745 122 24
                                    

.

.

Lebih baik kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.

~ Hadits Riwayat Thabrani.

.

.

***

6 minggu setelah Suluk berakhir ...

Malam itu suasana ballroom di sebuah hotel berbintang lima itu tampak semarak. Hiasan dekorasi serba putih mendominasi interiornya. Tiang-tiang dibalut dengan kain sutera sewarna susu. Rangkaian bunga mawar merah pekat dan putih, teruntai di bagian tengahnya, dan diikat dengan pita berwarna perak. Langit-langit tertutupi dengan pilinan kain putih yang menjuntai dengan renda perak berkilau.

Para undangan mulai memenuhi sepertiga ruangan. Seorang pria muda yang bertugas sebagai pembawa acara, tampak sedang bersiap-siap. Pria itu sibuk berdiskusi dengan seorang event organizer yang mengenakan rompi hitam dan kacamata hitam.

Tampak di sudut-sudut ruangan, para wanita dan pria berkelas saling bercengkrama. Mereka sebagian besar adalah rekan bisnis Dana, yang datang bersama calon penerus perusahaan mereka. Dan sebagian kecilnya adalah para sosialita yang memang kerap kali turut mengundang mereka di setiap acara mewah.

"Yoga belum muncul?"

"Belum. Saya dengar prosesi penandatanganan kenaikan jabatan sudah berlangsung siang tadi di kantornya. Sekarang Yoga dan Pak Dana sedang otw kemari."

"Oh begitu. Akhirnya dinasti Danadyaksa berpindah tangan ya."

"Yoga adalah putra satu-satunya. Pada siapa lagi perusahaan sebesar ini dia wariskan? Pak Dana tidak punya pilihan lain bukan? Ha ha!"

Lawan bicaranya tertawa. "Bicaramu seolah kamu meragukan kemampuan Yoga."

"Kita sama-sama tahu kalau Pak Dana adalah salah satu mentor bisnis terbaik di kota ini. Saya rasa, sulit menyamai kemampuan beliau. Saya berani taruhan, Yoga tidak sehebat Ayahnya dalam memimpin perusahaan. Kita lihat saja."

***

Pintu mobil limosin hitam itu dibuka oleh seorang supir berseragam hitam. Yoga menapakkan kakinya keluar lebih dulu, lalu mempersilakan Ayahnya keluar dari mobil. Mereka berjalan bersama memasuki area lobi, dan segera disambut oleh seorang wanita mengenakan rompi hitam. Wanita bermodel rambut kuncir kuda itu tadinya sedang berbicara dengan rekannya melalui walkie talkie. Tapi begitu melihat Yoga dan Ayahnya datang, dia segera membungkuk hormat dan mengawal mereka memasuki sebuah pintu kayu yang adalah akses samping dari ballroom. Pintu itu mengarah ke sebuah koridor, lalu mereka berhenti di depan sebuah pintu kayu bertanda bintang emas.

"Silakan Pak. Make up artist sudah siap sejak tadi."

Yoga yang menjawab. "Terima kasih."

Pintu dibuka. Ruangan itu cukup panjang, dengan cermin memenuhi sepanjang sisi dinding. Seorang pria penata busana dan dua orang make up artist wanita, segera membungkuk memberi hormat pada mereka. "Selamat malam Pak," sapa mereka serempak.

"Selamat malam," jawab mereka nyaris bersamaan.

"Silakan duduk Pak. Kita sebaiknya mulai dari make up dulu. Supaya nanti busananya tidak terkena bekas make up," sang pria si penata busana memberi saran.

"Baiklah," jawab Dana yang segera mengambil posisi duduk di depan cermin.

Yoga belum juga duduk di samping kursi Dana. Membuat Ayahnya menoleh heran padanya. "Yoga, ngapain kamu bengong di situ? Duduk di sini supaya kita bisa cepat mulai acaranya."

ANXI (SEDANG REVISI)Where stories live. Discover now