Bagian 17 (Malam Prom)

1.5K 74 1
                                    

.

.

Kamu bakal maafin aku dan kasih aku kesempatan lagi. Iya, kan?

.

.

***

"ERIKA!! AKU BILANG TUNGGU!!" pekik Yoga lantang.

Erika mengacuhkannya dan terus berjalan cepat hingga mendekati pintu kaca. Lobi itu bukan lobi utama hotel, melainkan lobi selatan yang memang diperuntukkan untuk tamu ballroom. Saat ini suasana lengang, karena orang-orang masih berkumpul di dalam ballroom.

Yoga akhirnya berhasil menahan tangan Erika, tapi Erika menepisnya segera. Yoga terkejut. Baru kali ini Erika semarah ini padanya, sampai-sampai tak mau disentuh.

Erika masih menangis. Dia bicara dengan nada tinggi, "PERGI! AKU MAU PULANG SENDIRI AJA!!"

Yoga berusaha melunak. "Erika, kenapa kamu marah?? Aku tadi berusaha membelamu. Orang itu pantas dimarahi!" ucap Yoga memelankan suaranya.

"AKU GAK PERLU DIBELA!! AKU GAK PERNAH MINTA DIBELAIN KAMU!!" bentak Erika.

"Erika, sayang," rayu Yoga berusaha meraih tangannya, tapi Erika menolak.

"KAMU HARUS TAU, YOGA! HIDUP INI BUKAN TENTANG MOBIL MEWAHMU!! BUKAN TENTANG UANGMU! BUKAN TENTANG STATUS KEDUDUKANMU!! BUKAN TENTANG SEBERAPA BANYAK KONEKSIMU!! HIDUP INI BUKAN HANYA TENTANG KAMU!!!" kata Erika dengan mata merah sembab.

Mata Yoga melebar. Selama hidupnya, yang berani menasehatinya hanya Gito. Tapi tidak seperti ini.

"BUKA MATAMU DAN LIHAT SEKELILINGMU BAIK-BAIK!! JANGAN MALAH KAMU BIARKAN MATA HATIMU BUTA!!" lanjut Erika, kali ini lebih terdengar sedih ketimbang marah.

Alis Yoga mengerut. Dia tidak begitu yakin apa yang dimaksud Erika dengan kalimat itu.

Erika berlari keluar pintu kaca.

Yoga mengejarnya. "ERIKA!! KAMU MAU KE MANA??"

Erika tidak menjawabnya. Di teras lobi ada seorang staf hotel berdiri. "Mas, tolong panggilkan taksi untuk saya," pinta Erika pada staf hotel itu.

"Baik. Sebentar," sahut pria itu mengangkat telepon yang ada di meja kecil dan menghubungi seseorang.

Yoga menarik lengan Erika hingga mereka berhadapan.

"Erika, buat apa kamu pesan taksi?? Aku akan antar kamu pulang!" kata Yoga.

Erika menjawab dengan nada ketus, "ENGGAK PERLU!!"

Yoga berusaha merayunya, "ayolah, Erika. Aku udah janji sama Ibumu bakal antar kamu pulang. Aku udah janji sama Ibumu untuk jagain kamu."

Erika terdiam saat Yoga mengatakan kalimat itu. "Aku sudah janji sama Ibumu untuk jagain kamu." Air matanya menetes lagi.

"Kamu bisa lupain aja janji itu," kata Erika menatap lurus ke mata Yoga.

Yoga terbelalak. Dia tidak yakin dengan yang didengarnya. Janji mana yang dimaksud Erika? Janji untuk mengantar Erika pulang ke rumah, atau -- 

"Erika, apa maksudmu?" tanya Yoga gamang.

Taksi limosin berwarna hitam datang dan berhenti di depan mereka. Staf hotel membukakan pintu, dan Erika buru-buru masuk ke dalamnya. Pintu ditutup dan taksi melaju menjauh.

Yoga berdiri terpaku tak bergerak. Dalam tiga detik dia tersadar dan segera merogoh kantung celananya, mengeluarkan ponsel.

"Jemput saya di teras lobi! SEKARANG!!" titah Yoga pada supirnya.

ANXI (SEDANG REVISI)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu