Thirty Five : A Scene

846 87 1
                                    

Author's POV

Setelah menenangkan diri bersama sahabat-sahabatnya di suatu bar, akhirnya Shawn pulang ke apartemennya sekitar jam 11 malam.

Apartemen yang dia sebut rumah karena ada Vania di dalamnya.

Belakangan ini hubungan mereka renggang dan kurang baik, hal itu menghantui pikiran Shawn mulai dari tingkah istrinya yang berubah aneh sampai kata-kata tajam yang mereka lontarkan satu sama lain.

Shawn menghembuskan nafas berat sambil mengusap-usap wajahnya merasakan beban pikirannya perlahan semakin berat.

Cepat atau lambat mereka harus berbicara lagi tentang perjanjian mereka karena jika kondisinya seperti ini, perjanjian itu seolah-olah sia-sia.

Perjanjian itu dibuat supaya mereka bisa mendapat pernikahan yang aman, nyaman, dan tentram. Tapi, kalau keadaannya seperti ini, jelas-jelas mereka melenceng jauh dari target tersebut.

Shawn mulai menyayangi Vania?

Tentu saja.

Bahkan mungkin dia telah mulai belajar mencintainya istrinya itu. Ketika dia menceritakan masalahnya di bar tadi, salah seorang sahabatnya malah bilang kalau Vania bisa saja hamil, Shawn tak bisa menahan dirinya untuk tersenyum.

Tetapi, ketika dia mengingat argumennya dengan Vania tadi, Vania bilang dia memang sedang PMS yang mana membuat harapan dan imajinasi Shawn akan seorang bayi di dalam rahim Vania menjadi hancur.

Setelah membersihkan diri, dia pun menyelinap di sisi istrinya yang terlihat sedikit pucat membuat Shawn khawatir. Tetapi, karena PMS, menurut Shawn wajar saja karena dulu juga adiknya seperti itu ketika PMS.

Vania tidurnya lelap sekali. Shawn bernafas lega, setidaknya dia bisa lepas dari ketegangan yang terjadi di rumah tangga mereka walaupun sementara.

Orang bilang, tahun pertama pernikahan memanglah yang paling sulit.

Shawn awalnya tidak mengerti, tapi dia jadi bisa merasakannya sekarang. Sulit sekali memang ketika kalian harus menikah dan hidup bersama orang yang sebelumnya kalian belum kenal sama sekali baik burunya.

Tapi, Shawn sudah terlanjur sayang. Maka dari itu, dia pun mendekati sisi istrinya dan melingkarkan lengannya di pinggang istrinya tersebut, memeluknya dari belakangan.

Tubuh istrinya lebih berisi sekarang karena sering makan larut malam, pikir Shawn.

"Goodnight, love."bisik Shawn.

Shawn pun menenggelamkan wajahnya di tengkuk Vania menyadari betapa dia sangat merindukan wanita ini. Istrinya.

Vanianya.

*****

Pagi harinya, Shawn masih memerangkap tubuh Vania didekapannya. Tapi, ada yang aneh. Vania belum bangun sama sekali atau bergerak sama sekali. Masih di posisi yang sama.

Biasanya Vania suka lebih dulu bangun untuk sekadar mandi duluan, menyiapkan sarapan, atau membangunkan Shawn dengan kecupan-kecupan kecilnya di pagi hari.

Tapi, hari ini tidak.

Dia masih terlelap, wajahnya semakin pucat. Shawn pun menyentuh kening Vania dengan lembut. Tidak, Vania tidak demam.

Lalu, apa?

Shawn pun memutuskan untuk membiarkan Vania istirahat tanpa mengambil resiko untuk membangunkan Vania dari tidurnya karena bisa saja dia malah mengomeli Shawn lagi.

Dia pun menyingkap selimut sedikit, lalu berjalan ke kamar mandi. Shawn menatap dirinya sendiri di cermin sambil mencuci wajahnya. Dia merasa ada yang salah.

DA BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang