Papa mereka ikut menangis, ia merutuki diri yang begitu pengecut lantaran meninggalkan Akela dan Nakula begitu saja. Laki-laki itu menenangkan diri di luar kota, memang dirinya yang mengajukan gugatan cerai tapi tetap saja, perempuan yang begitu ia cintai berpaling darinya demi laki-laki yang sudah berkeluarga berhasil mengganggu kerja otaknya. Kalau bukan Nakula yang nekat menyusul dan menjelaskan keadaan Akela, mungkin laki-laki itu baru akan pulang bulan depan.

Di ujung ruangan, Nakula menyaksikan semuanya. Keluarga yang dulu begitu harmonis hancur sekejap mata, belum lagi omongan orang di luar sana yang mengatakan Akela gila membuat beban pikiran Nakula bertambah. Cowok itu jelas tidak terima, seseorang yang mempunyai masalah kejiwaan itu bukan berarti gila. Manusia sering menyakut-pautkan kedua hal tersebut.

"Mama memang salah karena selingkuh dari Papa, tapi ini jalan yang Mama pilih. Maafkan Mama, Sayang."

Papa mereka melangkah mendekat, berdiri di seberang alumni hatinya. Tangan besar miliknya mengelus pelan kepala sang putri. "Akela kembali seperti semula ya? Jalani hidup seperti kemarin, tersenyum tanpa beban dan tertawa tanpa penduli duri di manapun. Maafin Papa yang memutuskan untuk cerai, setelah ini Papa sama Mama akan terus memperhatikan kalian, tidak penduli bagaimanapun status kami, Akela sama Nakula tetap anak Mama dan Papa serta kami tetap menjadi orang tua kalian."

Tangis Akela pecah, kesadaran gadis itu memulih. Ia berharap setelah ini tidak ada lagi luka yang timbul, bebannya perlahan terangkat. Orang tua mereka memeluk Akela erat, Nakula ikut nimbrung. Keluarga Pratama itu menangis, mengakhiri penyiksaan yang didera Akela.

***

Malam ini berbeda, Akela ditemani Ana. Gadis itu makan dengan lahap, disuapi oleh sang Mama. Meski hatinya sudah lega, Akela masih tidak berbicara, pikiran gadis itu masih berkutat mengenai masalah orangtuanya.

Linda mengatakan setelah ini proses penyembuhan Akela akan semakin mudah bila ditemani orang-orang yang ia sayangi. Sebulan ini, Linda tidak menghasilkan apa-apa, gadis itu masih enggan menceritakan masalahnya. Meski Linda sudah mengetahui masalah yang menimpa Akela, tetap saja sebagai seorang psiakiater ia memerlukan cerita dari sudut pandang penderita.

Masalah biaya, orang tua Akela lah yang mengurus mengingat selama ini ditanggung oleh Linda yang menganggap Akela sudah seperti anak sendiri.

Sebulan kembali berlalu, proses demi proses terus Akela jalanin, beberapa obat menjadi temannya. Gadis itu mulai ceria dan akhirnya bisa kembali ke rumah meski harus terus meminum obat yang diresepi oleh Linda.

Berkat usaha Linda dan orang tua Akela, gadis itu akhirnya bercerita dengan air mata yang berderai. Ia mencurahkan segala rasa yang timbul akibat masalah yang datang, ia mengaku syok dan stress karena mengalami hal seperti ini. Kehilangan merupakan salahsatu momok mengerikan bagi Akela, ditambah melupakan kebiasaan yang ada semakin membuatnya takut.

Selain obat, Akela juga diberi masukan maupun pencerahan yang membuka matanya. Linda sukses menjadi sosok ibu baru buat Akela, belum lagi Nakula yang terus membuatnya senang. Letta dan Yola yang mendukungnya, dan Rega yang selalu menemaninya. Hidupnya sudah mulai tertata kembali meskipun masih banyak luka yang harus ditambal.

Akela dan Nakula tetap tinggal bersama sang Papa sedangkan sang Mama tidur di apartemen miliknya, wanita itu sering mengunjungi Akela. Semuanya duakali lebih hati-hati dengan kesehatan jiwa Akela, tidak mau mengulang kesalahan yang sama dan berakhir dengan penyesalan.

"Kela," panggil Rega.

Akela menoleh, memandang cowok yang mengisi hari-harinya beberapa bulan belakangan ini. Rega tampan, ia dewasa, bahkan di usia mudanya ia mempunyai kafe yang berada di Lagoi. Kafe yang ia rintis bermodalkan nekat, meminjam uang Mamanya dan pernah ingin menyerah, untung saja sang Mama terus mendukungnya. Terbukti, kafe miliknya selalu ramai oleh para turis maupun anak remaja dan pelanggan lainnya.

DISTRUTTO 👌Where stories live. Discover now