Chapter 26: Toxic

2.3K 304 17
                                    

Karel membanting korannya kasar ke meja. Pria itu memijit pelipisnya. Ia baru tiba di rumahnya beberapa jam yang lalu. Melihat Gisha yang baru pulang sekolah membuat emosi yang ia tahan beberapa hari yang lalu, kembali menguar ke permukaan.
Karel tahu Gisha mabuk-mabukan lagi. Hal itu jelas membuatnya naik pitam.

Anak itu selalu saja mencari masalah. Karel juga tahu, Gisha akhir-akhir ini melakukan sesuatu yang benar-benar bisa mencoreng nama keluarganya jika media mengendus itu.

Mulai dari mabuk-mabukan, skip pelajaran, ketauan melakukan perundungan teman sekelasnya, menyebar bocoran soal ulangan dan masih banyak lagi.

Selama Karel tidak di rumah, ia tetap memantau Gisha dari jauh. Karel tahu Gisha melakukan itu dengan sengaja. Motifnya adalah memancing emosi Karel dan ingin membuat keluarga Reskal ilfeel. Gisha berusaha mati-matian membatalkan perjodohan itu rupanya.

"Puas kamu memalukan papah, Gisha?!" suara Karel meninggi.

"Apaan si Pah, baru pulang udah marah-marah aja," sungut Gisha.

"Sebenarnya kamu itu mau apa? Apa semua yang papah berikan untuk kamu masih kurang?!" Karel naik pitam hingga urat di lehernya tampak.

"Menurut papah?" tantang Gisha gamang.

"Kamu minta apa pun selalu papah turuti, untuk menuruti perintah papah saja apa kamu tidak mampu?"

"Perintah papah saja?" ulang Gisha. "Papah bilang 'saja' seolah itu ringan ya." Tawa Gisha berderai memenuhi ruangan.

Karel memicing tajam. "Kamu belum dewasa. Kamu belum tahu maksud papah melakukan ini semua."

"Karena Gisha belum dewasa jadi papah bisa seenaknya membodohi aku?"

"SUDAH PAPAH BILANG MENURUT SAJA, GISHA."

"Egois."

"Kamu hanya perlu lakukan. Suka tidak suka kamu harus menjalaninya," titah Karel mutlak enggan dibantah.

Farensa tidak bisa berkutik apa-apa. Ia sudah menyembunyikan perilaku buruk Gisha belakangan ini. Tapi suaminya lagi-lagi bisa tahu. Memang bukan perkara mudah membodohi Karel.

"Papah tahu gak? Aku cape," ucap Gisha lemah dan pasrah.

"Sejak kapan kamu lemah? Apa papah pernah mengajari kamu untuk lemah?!"

"Gisha cape, terus memberi makan ego Papah."

"Itu tandanya mental kamu belum kuat!" bentaknya yang entah ke berapa.

Kening Gisha mengerut. "Harus menunggu aku sehancur apa dulu baru Papah tahu kalo aku bener-bener capek sampe pengen menyudahi semuanya?"

"Mas, udah. Jangan terlalu menekan Gisha. Anak kita akan jadi pemberontak kalau terus-terusan ditekan." Farensa mengusap tangan suaminya agar menjinak. Karel mungkin sedang lelah dan banyak pikiran, makanya ia sangat sensitif ketika melihat Gisha.

"Papah mau usir aku? Papah mau buang aku? Papah mau mencoret nama aku dari keluarga ini? Silahkan, Pah. Silahkan lakukan itu!"

Karel mengusap wajahnya kasar. Jika ia terpancing dan terkecoh, artinya ia kalah.

"Untuk apa Papah melakukan itu hah? Memang itu yang kamu inginkan 'kan? Kamu sengaja melakukan itu untuk membuat Papah benar-benar murka dan menyerah sama sikap buruk kamu. Bukan begitu?" tebak Karel membuat Gisha menciut.

Gisha meremat roknya kuat. Matanya memanas menahan amarah yang membuncah di hatinya.

"Kamu pikir papah bodoh, melepas kamu begitu saja? Kamu lupa, kamu itu aset berharga bagi Papah, Gi?"

RESHA  [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang