Chapter 34: Confess

2.2K 297 15
                                    

Flashback Onn

Enam tahun silam.

Gisha sudah beberapa hari terakhir selepas pulang dari sekolahnya, ia langsung mengunci pintu kamarnya. Ia tidak membiarkan siapa pun mengganggunya.

Farensa merasa miris dengan kondisi putrinya. Kehidupan Gisha seolah jungkir balik, berubah 360°. Gisha yang biasa ceria dan mudah terbuka, kini menjadi gadis yang dingin dan sangat tertutup.

Gisha seolah menjadi sosok baru dan tidak dikenal oleh siapa pun. Ia lebih suka menyendiri dan menjauh dari keramaian.

Farensa dan Karel yang khawatir bahkan beberapa kali membawa Gisha ke psikiater. Namun gadis itu tidak menjawab sesi pertanyaan-pertanyaanya sama sekali. Hingga pada pertemuan selanjutnya, Gisha yang lama-lama muak dengan psikiater itu pun akhirnya mengamuk dan tidak bisa dikendalikan.

Gisha terus meyakinkan mereka bahwa ia tidak gila. Ia hanya ingin sendirian tanpa terusik oleh siapa pun. Karel dan Farensa pun akhirnya pasrah dan menuruti ucapan Gisha untuk tidak membawanya lagi ke psikiater.

Suatu hari saat Gisha pulang sekolah, ia berlari seraya menangis tak mempedulikan rintik hujan yang menusuk kulitnya hanya demi menemui Gerald di rumahnya.
Sudah hampir seminggu laki-laki itu tidak mendatanginya. Gisha ingin menangis sepuasnya di depan laki-laki yang selalu melindunginya itu. Dipikiran Gisha kala itu, hanya Gerald satu-satunya orang yang selalu mengerti dan tidak akan menyalahkan dirinya. Gerald akan terus membelanya sampai akhir.
Sayangnya saat Gisha sampai di rumah Gerald, pembantu di rumah Gerald bilang kalau laki-laki itu sudah pindah sekolah keluar negeri.

Gisha jelas amat sangat terpukul. Ia memang memiliki sosok Farensa dan Karel yang selalu ada untuknya. Tapi Gerald juga bukan sosok sembarangan bagi hidupnya. Dari kecil mereka selalu bersama. Gerald bahkan yang paling tahu tentang dirinya.

Gisha sangat kecewa. Bagaimana bisa Gerald meninggalkannya begitu saja tanpa kata. Ya, meskipun Gerald meninggalkan surat untuknya dan beberapa hadiah untuk ulang tahunnya bulan depan.

Gisha lalu berjalan gontai seraya memeluk kotak hadiahnya dan beberapa surat itu. Isak tangisnya makin pecah, beradu dengan suara hujan yang makin deras. Seolah semesta saat itu ikut berduka atas luka Gisha yang makin sempurna.
Gadis itu lantas mendatangi sebuah danau yang biasa ia datangi bersama Gerald. Ia menaruh tas dan kotak hadiahnya di rerumputan basah. Ia tak peduli dengan isi hadiahnya. Ia hanya ingin Gerald ada di sisinya saat ini, di titik terendah dalam hidupnya.
Gisha remaja mulai kehilangan akal sehatnya, ia bahkan berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

Bak lubang hitam yang besar, kehidupan Gisha tersedot ke sana hingga ia kesulitan merangkak keluar dari zona itu. Gisha tak berdaya dan mati sepertinya jalan terbaik untuknya.

Bayangan sosok itu terus menghantui Gisha sampai detik ini. Padahal Karel sudah berusaha menghilangkan jejaknya di hidup Gisha. Tapi kenyataannya uang Karel tidak mampu membersihkan semua noda hitam dalam hidupnya itu.

Noda itu bahkan semakin menghitam, tidak bisa membiarkan hidup Gisha tenang barang sedikit pun. Kebahagiaannya seketika terluluh lantakan.

Jika bisa Gisha meminta pada Tuhan dan langsung dikabulkan, Gisha hanya meminta untuk memutar waktunya kembali. Atau setidaknya Gisha hanya ingin ingatannya sepenuhnya hilang.

Gisha perlahan menceburkan dirinya, masuk ke dalam danau yang airnya sangat dingin. Ia berharap jika mati hari ini, orangtuanya segera menemukan jasadnya di sini.
Semakin jauh, semakin dalam, semakin dingin.

RESHA  [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang