Wattpad Original
Er zijn nog 2 gratis hoofdstukken

Bab.6

108K 5.4K 81
                                    

"Amarisa, stop!" teriak Max. Meraih tubuh Jovanka ke dalam pelukannya.

"Max, kamu membelanya?" tanya Amarisa dengan berlinang air mata.

Max menatap Amarisa sebelum menjawab pelan. "Dia yang paling mengerti kondisiku sekarang. Terserah jika kamu masih ingin menikah denganku. Siap saja menerima kehadiran wanita-wanita lain, karena aku tidak bisa menjanjikan kesetiaan. Jika memang niatmu untuk menikah denganku karena bisnis, kita lanjutkan pertunangan ini. Tapi kalau niatmu untuk bermain hati dan meminta aku jadi suami setia, aku tidak bisa."

Max mengelus rambut Jovanka. "Akan ada dia di antara kita, selamanya!"

Amarisa menangis dan meraung. Terdengar geraman dari seluruh ruangan.

"Kurang ajar kamu, Max Vendros. Bagaimana sebenarnya orang tuamu mendidik?" bentak seorang laki-laki setengah baya, yang sedari tadi terdiam. Jovanka menduga dia adalah ayah Amarisa.

"Tenang, Pak Lim. Semua bisa saya jelaskan," ucap Pak Abraham.

"Apa yang mau dijelaskan? Sudah jelas kalian menghina putriku. Jangan harap masalah ini akan selesai begitu saja," ancam Pak Lim sambil merangkul pundak anak gadisnya.

"Amarisa, putuskan saja pertunangan ini. Papa tidak mau kamu menikah dengan lelaki bejat macam dia!"

"Max, benarkah ini yang kamu inginkan?" tanya Amarisa lamat-lamat. Memandang Max dengan air mata berlinang.

"Amarisa, dari awal aku sudah menolak perjodohan ini karena salah satu alasan adalah ... dia." Max menatap Jovanka. "Gaya hidup kita sangat berbeda. Aku tidak mungkin mengubah kebiasaanku demi kamu."

Amarisa memejamkan mata, tak lama membukanya sambil menghentakkan kakinya ke lantai. Matanya menatap kotak make-up di atas meja.

"Kita putuskan pertunangan ini, Max," ucapnya pelan, sambil melangkah mendekati meja dan mengambil kotak perhiasan berwarna hitam mengilat yang terbuat dari besi. "Sayang sekali, kita sepertinya tidak berjodoh. Padahal aku sangat menyukaimu."

Tanpa diduga, Amarisa menghantamkan kotak ke arah Jovanka yang berdiri diam di samping Max. Nyaris mengenai kepala Jovanka jika Max tidak cukup sigap menariknya. Tetap saja, kotak hitam mengenai pundak wanita itu dan membuatnya terjatuh kesakitan.

"Amarisa, kamu gilaa!" teriak Max, sambil menutup tubuh Jovanka dengan tubuhnya.

Steve bergerak, meraih Amarisa dan menguncinya, sementara Pak Lim mengambil kotak dari tangan putrinya dan membuangnya ke samping.

"Aku gila! Aku memang gila karenamu, Max. Ini belum berakhir, tunggu saja pembalasanku!"

Amarisa berteriak, menangis ,dan memberontak dalam pelukan Steve. Pak Lim merangsek maju, dan dibantu Steve, dia menarik Amarisa keluar. Suara teriakannya terdengar sepanjang lorong. Di dekat pintu, Pak Abraham berdiri di samping wanita amat cantik yang kemungkinan adalah istrinya.

"Apa kamu puas, Max? Mempermalukan keluargamu? Lebih memilih bersama gadis itu, daripada Amarisa yang jelas asal usulnya?"

Bentakan papanya membuat Max mengangkat bahu tidak peduli. "Mereka bukan keluarga suci yang harus didewakan, dan aku tidak berutang apa pun pada keluarga mereka. Kenapa harus mengikatkan hidup pada pernikahan bisnis?"

"Kamu! Berani melawan rupanya," desis Pak Abraham.

"Pa, sudahlah. Lebih baik kita temui keluarga Amarisa untuk meminta maaf." Wanita cantik setengah baya yang sedari tadi terdiam, kini mendekati suaminya berusaha menenangkan amarah Abraham.

"Kamu sungguh mengecewakan, Max!" ujarnya sinis, sambil melirik Jovanka yang terdiam di atas lantai.

Max tertawa keras. "Maaf jika mengecewakanmu, Mama tiriku, tapi kalian tidak ada hak mengatur hidupku! Silakan keluar." Max menunjuk pintu dengan dagunya.

SANG PENGANTIN BAYARANWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu