Wattpad Original
There are 3 more free parts

Bab.5

112K 5.4K 127
                                    

Malam Minggu yang cerah, tepat pukul delapan malam, Jovanka berdiri di lobi hotel yang mewah. Lututnya terasa gemetar di balik celana panjang yang ia pakai. Di depan ballroom langkahnya terhenti. Undangan terasa kaku di tangannya. Dengan niat ingin tampil cantik, sekarang ia merasa salah kostum. Semua tamu yang memasuki ballroom terlihat berkelas dan mewah dengan gaun dan jas. Sedangkan dia? Celana panjang dan tunik merah.

"Duuh, tahu begini aku pakai gaun tadi. Tapi gimana? aku juga enggak punya gaun seperti mereka," gumam Jovanka was-was.

Melangkah perlahan, ia mendekati penerima tamu. Menyerahkan undangan tebal dan mengilat warna pastel lembut. Setelah memastikan undangan yang dibawanya asli, Jovanka dipersilakan masuk dengan diantar oleh seorang pelayan berseragam.

Jovanka menganga, melihat pesta dengan segala kemewahan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Lampu kristal besar berpendar dengan untaian bunga segar di langit-langit yang megah.

Jovanka menatap dengan takjub pada tamu undangan yang berlalu lalang dengan pakaian indah. Meja bundar dengan kursi berpelitur mengilat—dilapisi kain satin—berjajar rapi dengan sepuluh kursi. Meja ditutup taplak linen putih, dengan rangkaian bunga anggrek di setiap permukaannya. Jika itu masih belum cukup mewah, maka ia lebih ternganga melihat tempat pelaminan yang mirip dengan pelaminan untuk pernikahan. Bernuansa emas dan pink lembut, banyak bunga serta ada semacam dekorasi kaca dengan air mengalir ditimpa cahaya lembut. Ada Max berdiri di samping wanita cantik bergaun putih layaknya pengantin.

"Apa aku kabur aja, ya? Persetan dengan uang tiga ratus juta," gumam Jovanka pada diri sendiri. Berdiri bingung di ujung lorong kecil bertabur bunga yang menuju langsung ke pelaminan.

Suara musik terdengar samar-samar tetapi merdu, dari penyanyi wanita berpakaian glamor yang berada di panggung kecil di samping tempat Max berdiri.

"Para hadirin, mari kita beri selamat pada pasangan yang sedang dimabuk asmara." Sang penyanyi wanita yang sepertinya artis terkenal memberikan sambutan. "Max Vendros dan Amarisa Eleondra."

Gemuruh tepuk tangan terdengar di seantero ruangan. Jovanka mengembuskan napas panjang, menatap pelaminan. Dan di antara banyak orang yang berlalu-lalang, ia menyadari mata Max menemukannya.

♥♥♥

"It's suspicious."

Max tidak menanggapi ucapan Steve—asisten pribadi sekaligus sepupu jauhnya—yang terdengar curiga. Max tetap tenang memasang manset kemeja sambil menatap bayangannya di cermin.

"Tell me something, Max."

"What?"

"Entah kenapa, sampai sekarang aku tidak yakin kalau kamu bersedia bertunangan tanpa perlawanan."

Max menaikkan sebelah alis, mengambil jas yang dihamparkan di atas kasur besar berseprai putih dan mulai memakainya, sementara Steve yang semula duduk di pinggiran meja kini melangkah mendekat.

"Bukankah kamu yang mengatur acara ini?" ucap Max pelan. Tangannya sibuk merapikan jas dan kerah kemeja.

"Memang, sih, hanya saja ada yang aneh. Kamu menyerah terlalu cepat untuk rencana ini, dan itu bukan seperti Max yang aku kenal."

Max tersenyum kecil, tangannya sibuk menyugar rambut, sementara Steven berdiri di sampingnya, mengamati seakan-akan dirinya adalah fotomodel yang sedang memakai jas untuk dipamerkan. Melihat sikap serius Steve, dalam hati Max tertawa. Sepupunya memang jago menganalisis orang. Ia curiga, jika Steve lebih tahu tentang kehidupannya daripada dirinya sendiri.

"Aku hanya tidak ingin ada pertentangan keluarga."

Ucapan Max yang tenang dan bijak, ditanggapi dengkusan tak sopan oleh sepupunya. Bahkan ia sendiri merasa aneh dengan ucapan yang keluar dari mulutnya.

SANG PENGANTIN BAYARANWhere stories live. Discover now