Rahasia? Perasaanku menjadi tidak enak. "Apa?"

"Lo target."

DEG.

"Karena gue juga nggak menginginkan permainan ini, jadi, mari kita kerjasama," kata Elon dengan cengiran lebar di wajahnya.

Aku masih syok. "Ap-apa?"

"Aduh, anak ini." Elon menarik tanganku. Aku mengerjap dan langsung berusaha menarik diri, tetapi cowok ini dengan kuatnya menarikku menjauh dari jangkauan orang-orang. Dia membawaku ke sebuah ruangan kosong.

Aku langsung bergidik ngeri saat memasuki ruangan tanpa jendela dan hanya kegelapan di sana.

"Lo ngapain bawa gue ke sini?"

"Mau ngelakuin yang enggak-enggak sama lo," katanya. Aku langsung melotot. "Canda, doang. Galak banget mukanya."

Aku baru saja akan berbalik, tetapi dia menarik lengan kemeja sekolahku. Membuatku langsung tertarik ke dekatnya. Dia naik ke atas meja dan berjongkok di sana. Sementara aku masih berdiri memandangnya dengan bengis.

"Mari kita lanjutkan pembicaraan tadi," katanya.

Aku meremas rambutku. Ah, kan! Aku benar-benar target. Aku menghela napas panjang. Oke, aku akan mencoba ikut dalam permainan. Satu pemain Game Over yang sudah pasti adalah cowok di depanku dan empat lainnya masih belum jelas. Memangnya aku mau? Ah, membayangkan di kelilingi mereka membuat kepalaku jadi pusing.

Aku harus mulai serius. Lagipula, sebenarnya, aku-sangatlah-penasaran dengan siapa saja yang ikut dalam permainan. Bagaimana tampang mereka? Aku senyum-senyum sendiri mengimajinasikan wajah-wajah mereka. Ya ampun! Kalau Widya dan Ninik tahu pasti mereka teriak!

"HEH!"

Aku tersentak kaget dan melihat Elon tengah kebingungan menatapku.

"Lo kenapa senyum-senyum?" tanyanya.

"Gue udah nebak sih dari semalam." Aku memasang wajah serius. "Maksud gue, soal gue yang jadi target."

"Kok lo bisa nebak kayak gitu?" tanyanya lagi.

"Karena ya ... gue ketemu sama beberapa cowok yang tiba-tiba tahu nama gue sementara gue nggak tahu siapa mereka." Aku teringat Kak Malvin. "Dan satu dari mereka tuh mirip sama lo."

Elon menaikkan alisnya. "Apanya?"

"Mukanya."

"Ouch." Dia memonyongkan bibir.

"Lebay." Aku memutar mata dan kemudian teringat sesuatu. "Kasih tahu gue siapa aja yang ikut Game over!"

Elon mengangkat bahunya. "Sebelum gue kasih tahu, lo tahunya siapa aja? Nanti gue jawab. Siapa tahu tebakan lo nggak meleset, kan gue bisa tepuk tangan." Dia bertepuk tangan.

PLOK. PLOK. PLOK.

"Eh, lo pernah baca novel nggak?"

Pertanyaannya membuatku agak bingung. "Pernah. Kenapa?"

"Pernah lihat tulisan tepuk tangan PLOK PLOK PLOK?"

"Emang kenapa?"

"Gue selalu salah fokus, bacanya jadi PELUK PELUK PELUK."

"Apa, sih? Gaje!" Aku berteriak jengkel. "Nggak lucu dan nggak nyambung dengan pembahasan!"

Elon terbahak.

"Jaka Sembung bawa golok," kata Elon lagi. "Coba lanjutin setelah golok apa."

"Nggak mau!" Aku menghela napas. "Kasar."

Game Over: Falling in LoveWhere stories live. Discover now