28

84K 9K 368
                                    

"Sumpah? HAHAHAHA!"

Aku menatap Ninik dengan tampang kesal. Setelah aku menceritakan apa yang terjadi semalam, dia tak bisa memelankan suara tawanya. Mengejekku adalah sebuah hobi baru untuknya. Wajahnya sudah memerah semerah kepiting rebus. Aku hanya bisa bertopang dagu menunggunya berhenti tertawa.

"Terus, terus? Sampai sekarang belum ada tanda-tanda nomor baru yang nge-chat lo?" tanya Ninik setelah tawanya sedikit reda. Aku hanya mengangguk pelan.

Untungnya, kelas sedang sepi. Setelah pulang dari kantin, aku memutuskan untuk menceritakan apa yang terjadi. Aku juga tak akan menceritakan kejadian semalam hingga pagi tadi jika saja Ninik tidak mendesakku. Setelah Ninik puas dengan jawabanku, aku mencari kesempatan untuk meninggalkan Ninik menuju belakang sekolah.

Aku harus bertemu dengan Kak Malvin. Segala keberanian sudah aku kumpulkan. Cara berhadapan dengan salah satu dari pemain Game Over adalah bersikap santai. Aku tak boleh menunjukkan rasa takut di hadapan Kak Malvin, meski aku sebenarnya tidak menjamin itu. Bertemu dengan Kak Malvin untuk kali pertama saja sudah membuatku takut karena sikapnya yang tidak disangka-sangka. Lebih takut dan terkejut lagi saat cowok itu muncul di atap gedung sekolah dengan santainya. Tanpa sadar membuat beberapa guru hampir terkena serangan jantung mendadak.

Aku meneguk ludah setibanya di bawah pohon tempat di mana aku melihat Kak Malvin pertama kali. Sepi. Tak ada siapa-siapa selain aku mendengar suara keramaian siswa-siswi yang asalnya dari area gedung sekolah.

Aneh, ya? Aku menggaruk pelipisku dan menertawai kekonyolanku sendiri. Harusnya aku mencari Kak Malvin di kelasnya. Untuk apa juga aku mencari cowok itu di pohon? Memangnya aku sedang mencari serangga?

Aku menepuk jidat dan meringis dengan tingkah bodohku sendiri. Saat aku baru akan melangkah, aku mendengar suara ranting pohon. Aku mendongak dan melihat pohon itu bergoyang. Sosok cowok berseragam SMA muncul dari atas, melewati ranting demi ranting sembari memegang sebuah netbook di tangannya.

"Tamu tak diundang," kata Kak Malvin. Dasi sekolah yang seharusnya terikat rapi di kerah kemeja justru dia jadikan sebagai ikat kepala. Dia sedang duduk di ranting pohon terpendek dan menyandarkan punggungnya ke pohon. Sebuah netbook hitam tersangga di atas satu lututnya yang tertekuk.

Kak Malvin menatapku dengan seringaian tipisnya dan aku meneguk ludah saat itu juga.

"Nyariin gue, ya?" tanyanya sambil menutup netbook.

Aku mengangkat dagu, berusaha berani. "Selain lo, Elon, Kak Gama, dan Kak Erlang. Siapa lagi? Gue mau tanya soal cowok kelima itu siapa."

Kak Malvin diam sejenak. Sorot matanya seperti menggambarkan keterkejutan. Cowok itu kemudian menyeringai lebar. "Lo udah tahu lo adalah sang Target?"

Aku kembali meneguk ludah dengan susah. "I—iya...." Ah, harusnya aku tak perlu setakut ini.

"Dan nyariin gue cuma buat tahu siapa cowok kelima?" tanya Kak Malvin. Aku mengangguk perlahan. "Jadi, bukan karena beneran pengin ketemu gue, nih?"

Aku tanpa sadar hampir lari saat mendengar perkataannya. Dia menyimpan netbook-nya di cabang ranting atasnya. Aku melotot melihat netbook itu bergoyang ketika Kak Malvin turun dari pohon dengan meloncat secepat kilat. Tahu-tahu Kak Malvin sudah berdiri di sisi pohon dengan senyuman yang penuh arti.

Rasanya aku ingin lari kencang saja saat Kak Malvin mendekatiku perlahan. Seolah jika aku lari, dia akan waspada dan bisa menangkapku untuk tak bisa ke mana-mana.

"Lo beneran mau tahu siapa cowok kelima itu?" Kak Malvin semakin dekat dan tanpa sadar aku semakin mundur karena merasa terintimidasi. Ah! Harusnya aku tidak masuk ke sarangnya!

"Ada syaratnya." Kak Malvin berhenti tepat di hadapanku dengan seringaian. "Gampang, kok."

"Syarat? A—ap—" Perkataanku terhenti saat merasa punggungku menyentuh tembok. Kedua lengan Kak Malvin terangkat naik menyentuh tembok di kedua sisi tubuhku, memenjarakanku yang semakin tak berkutik.

Wajah Kak Malvin mendekat, mengintimidasiku lewat tatapan mata di depan wajahku yang sudah pucat pasi.

"Jadi cewek gue dulu."

*


thanks for reading!

love,

sirhayani

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang