Bagian 92 (Suluk)

Start from the beginning
                                    

Tangan Rizky mengurut keningnya. "Aishh!!! Terserahmu, lah! Sekali ini saja, ingat!"

Wajah Yoga tampak ceria. "Nah! Gitu dong, Ky!!"

Rizky terlihat murung. Dia punya perasaan tidak enak dengan rencana busuk ini.

.

.


 Empat jam kemudian di tempat suluk ...

"Kejutaan!!" seru Yoga memperlihatkan hasil usahanya pada Rizky.

Pria itu mendelikkan mata, melihat tas laptop mini dan ponsel milik Yoga. "Cepat sekali! Gimana caranya??"

Mereka sedang berada di ruang barak. Setelah selesai salat Dhuha, Yoga buru-buru menjalankan misinya dan menyembunyikan benda-benda itu di bawah bantal Rizky (karena kasur Yoga masih dijemur seperti biasanya). Hanya ada mereka berdua di barak. Sebab yang lainnya masih berzikir di masjid dan gazebo.

"Mudah saja. Aku selalu memperhatikan, kunci-kunci loker digantung di paku-paku panel kayu di belakang meja resepsionis. Dan aku tahu di waktu-waktu tertentu, meja itu tak pernah dijaga."

Rizky menaikkan alisnya. "Yah. Aku musti bilang apa lagi? Kamu memang berbakat, Yoga."

Yoga menyunggingkan senyum mendengar sindiran halus itu. "Kuanggap itu pujian. Nah sekarang, kita akan menyeberangi jalan, tapi bukan melalui masjid. Ada jalur sempit di samping masjid. Kita lewat sana supaya aman. Oke?"

Rizky menghela napas. "Terserah. Aku cuma ingin ini segera berlalu. Tapi ingat, Yoga! Kamu cuma punya waktu satu jam! Sejam lagi waktu Zuhur tiba. Kamu sudah harus menyelesaikan urusanmu dalam SATU JAM, TIDAK LEBIH!"

Yoga membentuk lingkaran dengan mempertemukan ujung jempol dan ujung jari telunjuknya, ditambah kedipan mata khas anak bandel. "Jangan khawatir. Beres. Aku bisa selesaikan laporan itu dalam lima belas menit!"

Akhirnya dimulailah misi itu. Sepanjang jalan menyeberangi area suluk, dada Rizky bergemuruh. Firasatnya benar-benar tidak enak. Dia berharap semoga tak ada hal buruk terjadi.

.

.

"Psst, Yoga! Gimana? Apa laporanmu sudah selesai??" tanya Rizky setengah berbisik.

Mata Yoga fokus menatap layar laptop. "Sedikit lagi," jawab Yoga menekan tombol enter dua kali dan menulis kalimat penutup di akhir laporan.

Mereka berdua duduk bersandar di batang pohon yang konon katanya di puncaknya sinyal internet dan ponsel bisa terdeteksi. Rizky duduk menghadap gerbang masjid untuk berjaga-jaga kalau ada yang akan keluar dari sana. Sejauh ini tak ada tanda apapun. Mereka sedang sibuk berzikir di dalam. Semestinya dia ada bersama mereka. Kenapa dia malah membantu teman gilanya ini untuk melanggar peraturan suluk? Penyesalan memang selalu ada di akhir. Sebab kalau di awal, namanya adalah pendaftaran.

Yoga bersandar di batang pohon, persis membelakangi Rizky. Dia khusyuk mengetik, lalu setelah selesai, jarinya menekan tombol Ctrl+S.

"Yes! Selesai! See I told u, ini urusan gampang," ujar Yoga sombong.

Rizky merasa kesal mendengar nada songong itu. "Nah sekarang bukankah adalah bagian tersulitnya? Apa kamu sanggup memanjat pohon setinggi ini??"

Mereka berdiri dan mendongakkan kepala ke atas. Pohon itu memang sangat tinggi. Entah sudah berapa tahun usianya.

"Let's see," gumam Yoga memasukkan laptop ke dalam tas. Ponselnya sudah ada di dalam kantung tas laptop. Dengan sigap dia mengeluarkan tali panjang berwarna hitam. Memasang pengait besi yang ada di ujung tali ke besi segitiga kecil yang tersemat di kiri kanan tas.

ANXI (SEDANG REVISI)Where stories live. Discover now