2 - Mie Instan Di Balik Rindu

11K 466 33
                                    

Let's runaway
From everything we've been
Runaway
Before tomorrow ends
Runaway
And maybe we could make it you and I
It's worth a try
We'll runaway

Runaway - David Soh

***

Hari-hari berikutnya tidak ada yang tampak berbeda. Iqbaal masih menjaga jarak dan masih lebih banyak main sama Omen ketika di lokasi syuting. Sasha juga lebih banyak menghabiskan banyak waktu dengan kru. Orang-orang di sekitarnya tahu bahwa Iqbaal dan Sasha perang dingin jadi tidak ada yang mengganggu atau godain mereka lagi. Takut moodnya jadi jelek dan ngambek syuting.

Hari ini Sasha udah selesai syuting dari sore. Ia langsung kembali ke hotel untuk tidur karena kemarin dia baru selesai syuting subuh dan mulai lagi pagi. Kadang-kadang jadwal syuting emang segila itu dan nggak bisa dihindari. Makanya kalau ada waktu luang, Sasha memilih untuk tidur saja.

Sekitar jam 11 malam, Sasha kebangun dan perutnya kelaparan. Baru sadar sejak ketiduran dari sore, dia belum makan. Sasha berjalan ke arah kulkas hotel, siapa tahu ada buah. Tapi ternyata kosong. Sisa mie instan juga udah nihil. Huft. Sasha memegang perutnya yang mulai terasa sakit. Ia meminum segelas air putih dari botol kemasan yang masih tersisa. Ia memutuskan untuk ke mini market terdekat untuk beli makanan kecil, sekaligus nanti pesan makan di restoran. Semoga masih buka, sih.

Sasha berdiri di depan hotel, ingin menyeberang menuju mini market. Tapi yah, Bandung ini malam-malam juga masih aja mobil ngebut. Sasha ragu-ragu untuk nyeberang. Mau nunggu sampe jalanan kosong.

"Kamu mau ke mana sih malam-malam gini?" tiba-tiba Iqbaal udah berdiri di sebelah Sasha, mukanya nyolot pula.

"Mau ke mini market beli makanan." Sasha masih celinguk kanan kiri menunggu jalan lebih sepi.

"Emang kamu belum makan?"

"Belum. Tadi ketiduran habis syuting. Makanan habis." Jawab Sasha tanpa melihat Iqbaal. Males berantem sama orang bawel.

"Belum makan semalam ini?" tanya Iqbaal menekankan lagi.

Sasha berbalik menatap Iqbaal kesal, "Iya, Iqbaal. Belum makan. Udah ya, jangan ganggu. Orang belum makan itu bisa makan orang." sambil melotot ke Iqbaal.

Iqbaal tertawa terkekeh, nggak ngerti juga apa ada yang lucu sampai harus ketawa. Sasha mendengus kesal. Orang lagi kelaparan tapi dibecandain kan makin kesal. Ada aja cobaan di saat perut kosong begini.

"Ayo," tiba-tiba Iqbaal menggandeng tangan Sasha dan mengajaknya menyeberang.

"Eh!" Sasha melihat tangannya yang digandeng Iqbaal.

"Kamu tuh udah 15 menit berdiri di pinggir jalan. Nunggu jalanan kosong sampe tahun depan kamu nggak bakal nyeberang. Takut-takut gitu kamunya."

Sasha merengut. Kenapa sih harus digandeng, kan bisa jalan sendiri. Kan jantungnya jadi nggak karuan detaknya. Aduh, gimana ini.

Sampai di seberang jalan, Iqbaal melepas tangan Sasha. Ia menunggu di luar sambil merokok, sementara Sasha membeli cemilan, roti, dan air minum untuk di kamar hotelnya. Agak aneh sih ya belanja malam-malam ditemanin Iqbaal. Tapi ia harus bersyukur juga Iqbaal datang karena kalau nggak dia nggak bakal nyeberang jalan.

Sasha keluar dari mini market, "Udah." Katanya ke Iqbaal singkat.

Iqbaal berdiri, mematikan rokoknya di tong sampah, "Yuk".

Baru aja jalan, perut Sasha berbunyi. Rasa laparnya udah nggak bisa disembunyikan lagi. Sasha memegang perutnya. Kemudian ia mencari-cari roti yang ada di plastik untuk mengganjal perutnya yang kelaparan.

"Udah, deh. Nggak usah makan roti. Kamu kelaparan banget, tuh. Sini." Iqbaal berjalan di depan, Sasha terpaksa harus mengikutinya walau nggak tahu kali ini akan diajak ke mana.

Iqbaal masuk ke sebuah warung tenda pinggir jalan yang terletak di sebelah mini market, "Makan sini." Katanya terdengar seperti memerintah, bukan mengajak.

Sasha nggak membantah karena dia kelaparan banget. Dan bayangan mie instan rebus pinggir jalan di tengah dinginnya Bandung itu sangat menggoda. Siapa yang bisa membantah kalau mie instan buatan orang lebih enak daripada buatan sendiri. Tanpa sadar Sasha malah tersenyum senang.

"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri gitu?" tanya Iqbaal kebingungan lihat Sasha.

Sasha menatap Iqbaal sambil senyum lebar dan matanya berbinar-binar, "Senaaaang mau makan mie instan. Hihihi."

Iqbaal langsung membuang mukanya karena tanpa sadar, hatinya berdesir aneh saat ditatap sedekat itu oleh Sasha, "Dasar aneh!" katanya pelan, berusaha untuk menetralisir jantungnya. Ternyata ditatap Sasha seintens itu masih membuatnya salah tingkah.

Setelah selesai makan dan Sasha memuji-muji terus rasa mie instan yang enak banget kayak dia belum pernah makan sebelumnya sampai bikin Iqbaal menggeleng-gelengkan kepalanya karena seantusias itu sama makanan pinggir jalan. Dia lupa bahwa Sasha memang semudah itu dibuat senang oleh hal-hal kecil dan receh. Mungkin orang pikir Sasha adalah perempuan yang high maintenance karena kecantikannya memang luar biasa, sih. Tapi sebenarnya Sasha adalah anak rumahan yang polos dan nggak macam-macam, mudah senang, mudah ketawa. Diam-diam Iqbaal memandang Sasha yang sedang menikmati air jeruk hangat sambil melihat handphone-nya.

Kangen, Sha.

"Udah selesai. Yuk!" tiba-tiba Sasha bangkit berdiri, "Berapa, Bu?" Sasha mengeluarkan dompetnya untuk membayar makanan.

"Eh, biar aku aja." Kata Iqbaal buru-buru merogoh kantonya mencari uang.

"Nggak usah. Kamu kan udah nemenin aku makan. Aku yang bayar." Sasha menepis pelan tangan Iqbaal yang akan mengambil uangnya dan langsung membayar semua makanan.

Si keras kepala. Membuat Iqbaal mengingat Sasha masih sekeras kepala itu.

Saat akan menyeberang jalan. Iqbaal kembali refleks menggandeng tangan. Tetap saja membuat Sasha kaget dan jantungnya seperti mau turun ke kaki. Setelah sekian lama perang dingin, malam ini di Bandung seakan-akan semua yang pernah mereka lakukan untuk saling menyakiti satu sama lain menghilang. Walau masih agak canggung, tapi ini sesuatu yang tidak terpikirkan akan terjadi. Terutama sekarang, ketika Iqbaal dan Sasha sudah mempunyai kekasih.

Berdiri di depan lift yang akan menuju ke kamar mereka, Iqbaal berusaha memencet tombol naik. Mereka baru sadar kalau sepanjang dari warung tenda sampai lift tangan mereka masih bergandengan. Sasha langsung menarik tangannya lepas dari gandengan. Pipinya bersemu merah seperti blush on. Iqbaal diam saja seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Di dalam lift mereka hanya diam saja. Sasha memencet tombol 4, lantai kamar Iqbaal. Tapi Iqbaal kembali memencet tombol 4, menganulir Sasha. Ia memencet tombol 5 ke lantai kamar Sasha.

"Ke lantai kamar kamu aja dulu. Aku belakangan." Kata Iqbaal menjelaskan.

Sasha diam saja. Percuma juga berdebat sama Iqbaal. Kalau dia udah punya mau ya harus dilakukan.

Iqbaal mengantarkan Sasha ke depan kamarnya. Nggak banyak basa-basi. Sasha hanya mengucapkan terima kasih, lalu menutup kamarnya. Sungguh yang barusan itu aneh banget. Sasha mengelus tangan yang tadi baru digandeng Iqbaal, seakan-akan sisanya masih di sana. Hangat.

***

Tentang RasaWhere stories live. Discover now