14 | Hate speech

1.5K 196 7
                                    

"i hide myself inside
the shadow of shame,
the silent symphonies were
playing their game."

| Black Sabbath |
...

"Trus-trus gimana? Masa sih kalian cuma ngobrol aja?" Lian tak henti-hentinya bertanya mengenai hari kemarin. Dia bahkan terang-terangan bilang menyesal karena tak ikut, katanya, kalau tahu Guntur gabung, dia juga akan datang sekalian menemani Oni.

"Iya, emang gitu, tanya aja pacar kamu kalo nggak percaya."

"Ya kali, Oni! Maksud gue sebelum temen-temen Leon dateng, lo sama dia cuma ngobrol, masa." Cewek itu mengerling, menggoda Oni.

"Nggak ada apa-apa deh, Lian. Sumpah."

"Kalian nggak pacaran? Dia nggak nembak lo?"

Ditanya begitu, Oni bergeming. Ingatannya langsung berputar pada saat Leon bertanya untuk menjadi pacarnya beberapa minggu lalu. Oni hampir melupakan hal tersebut, menganggap bahwa Leon hanya berbasa-basi. Tapi entah kenapa, sekarang keadaannya berbeda; perasaannya pada cowok itu. Seketika dia merasa ditarik kembali oleh kebimbangan. Banyak pertanyaan bersarang dalam benaknya. Apakah cowok itu merasakan perasaan yang sama dengannya? Atau apakah Leon serius dengan ucapannya waktu itu?

"Emangnya Leon cerita apa?" Oni balik bertanya, penasaran. Mungkin saja Leon mengatakan tentang perasaannya terhadap Oni pada kembarannya.

"Boro-boro cerita, pulang ke rumah langsung tidur." Sebenarnya Lian gemas sendiri ingin memberitahu Oni bahwa Leon, bisa dibilang, jatuh cinta pada temannya itu sejak lama. Tapi dia sudah berjanji pada Leon untuk tidak ikut campur masalah asmaranya, dia juga tak mau comel.

Mendengarnya tak membuat Oni lega. Dia malah berpikir Leon tidak serius. Buktinya sampai saat ini, cowok itu belum mengajukan kembali pertanyaannya kala itu, atau berusaha menyatakan perasaannya secara tepat, bukan gombalan dan pujian yang sering dilontarkannya.

Oni menggeleng. Dia tidak harus memikirkan hal tersebut!

"Kenapa geleng-geleng?"

"Eh." Oni berusaha mencari-cari alasan. Sedetik kemudian dia memutar kepalanya dan merenggangkan otot-otot di tubuhnya. "Pegel," dalihnya.

Tetapi Lian tak semudah itu dibohongi, dia menyipitkan sebelah matanya curiga. "Lo jatuh cinta ya sama kembaran gue?"

"Ihhhh! Nggak kok nggak!" jawabnya sewot.

"Haha ... kelihatan deh yang lagi jatuh cinta. Ayo ngaku!"

"Lian, apa sih? Sok tahu kamu tuh!"

Bertepatan dengan itu, Guntur menghampiri meja mereka. Tatapannya tertuju pada Lian. "Sorry ganggu. Bisa ikut gue sebentar?"

Lian melirik Oni. "Kalo ada tugas, WA gue ya."

Oni mengangguk.

"Cuma sebentar doang," kata Guntur. Cowok itu berjalan lebih dulu, disusul oleh Lian.

Sehabis upacara, mereka mendapat jam kosong karena para guru sedang melaksanakan rapat dadakan. Dari yang Oni dengar untuk membahas perihal peringatan ulang tahun SMA Gemilang yang hanya tersisa dua minggu dari sekarang. Jadilah kini Oni tak punya kegiatan apa pun sebab guru yang mengajar di kelasnya belum juga memberi tugas.

Cewek itu baru akan mengeluarkan ponsel ketika Dini menghampirinya. "Beliin gue makan di kantin gih!" suruhnya.

Semenjak Oni bilang tak bisa membujuk Pak Arif untuk mengubah nilai, Dini dan teman-temannya jadi sering menyuruh-nyuruh dia dan Lian—sebetulnya hanya pada Oni, tetapi karena bosan berdebat akhirnya Lian ikut membantu. Kalau disuruh melawan, jelas dia tak bisa, selain tak punya keberanian, dia juga kalah jumlah jika menentang mereka.

Incomplete | 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang