EPILOG

32.6K 1K 65
                                    

Happy Reading.

eh? Apakah masih ada yang me-read?

Salsha POV

Jika ditanya apakah aku bahagia? Maka jawabannya adalah ya, aku sangat bahagia. Hari demi hari yang telah kulalui bersama dia membuatku tumbuh menjadi sosok yang lebih baik. Salah satunya adalah anugrah yang Kuasa telah menitipkan permata indah yang telah aku lahirkan dua tahun lalu.

Dennis Wijaya.

Permata yang membuatku semakin terikat dan tak bisa lepas dari sosok lelaki yang aku cintai.

"Kenapa gak masuk?" Pelukan hangat yang melingkar di perutku membuat lamunanku langsung tersentak. Belum lagi dengan dagunya yang saat ini menumpu di bahuku.

"Pakai jaket sayang, kamu gak kedinginan cuma pakai kaos tipis kayak gini heum?" ujarnya sembari mengeratkan pelukannya.

"Geli, jangan ditiup gitu," aduku karena tingkah jahil Iqbaal yang mengembuskan napas di perpotongan leherku.

Bukan apa-apa. Aku hanya masih belum siap menghadapi singa jantan ini lagi.

"Kenapa? Kitakan lagi honeymoon ya terserah aku dong mau ngapain aja ke kamunya."

Aku memutar bola malas. Apa semua lelaki di dunia ini juga memiliki pola pikir yang sama dalam konteks—adult. Aku heran, mengapa Iqbaal selalu connect dengan hal-hal yang berbau seperti itu.

"Iya aku tau, tapi aku capek, bentar aja," bujukku padanya.

Iqbaal mendongak namun belum melepaskan pelukannya, "Emangnya aku bilang ya mau ngapa-ngapain kamu lagi? Mesum ih pikirannya," tuduhnya padaku.

Aku mencubit lengannya, "Kamu yang mesum!" kataku kesal.

Iqbaal malah tertawa menunjukkan deretan gigi rapihnya. Lelaki itu masih memancarkan aura yang sama seperti beberapa tahun lalu. Iqbaal masih menjadi alasan terkuat bagiku untuk tetap bertahan di tengah kejamnya dunia.

"Salsha..."

"Ya?"

"Aku cinta kamu."

Aku menahan napas ketika dia berkata demikian. Iqbaal bukan sosok yang mudah mengatakan hal se-klise itu. Dia bukanlah tipe lelaki yang mudah mengungkapkan perasaannya dan kali ini Iqbaal melakukan padaku. Lelaki itu mengucapkan hal yang membuatku hampir dibuat tidak percaya.

"Kam—mphh..." Lelaki itu membungkamku dengan sebuah kecupan di tengah dinginnya kota Seattle.

Awalnya sebuah kecupan biasa, namun lelaki adalah lelaki. Mereka tidak akan berhenti hanya pada tahap itu, ketika Iqbaal mulai bergerak menjelajah rongga mulutku, tanganku refleks mendorong bahunya. 

"Kenapa sayang?"

Aku mendelik menatap ke arah dia yang tampak bingung. "Jangan cium aku kalau masih ada bau rokok di mulut kamu," kataku sembari menghentakkan kaki kemudian berjalan masuk ke kamar hotel meninggalkan Iqbaal yang tampak cemberut di balkon.

"Sayaaaang aku gosok gigi dulu ya," teriaknya yang tentu saja tak aku hiraukan.

Sepertinya aku harus rela kehilangan porsi tidur malamku lagi kali ini.

***

"Aku kira kamu belum bangun." Iqbaal yang baru saja masuk ke dalam kamar membuatku hampir tersedak.

"Kaget tau!"

Lelaki itu tertawa, kemudian memilih duduk di sofa yang ada di seberang ranjang. Aku memilih acuh dan fokus pada snack yang ada di pangkuanku. Ah, sungguh lambungku butuh asupan untuk dicerna.

Tante SalshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang