01 ; The Wedding

41.8K 2.1K 80
                                    

Salsha POV






Menikah dengan lelaki yang dicintai? Aku yakin, itu adalah keinginan setiap wanita normal yang lahir di bumi ini. Tapi, bagaimana jika menikah dengan adik ipar?

Adik ipar yang merangkap sebagai lelaki yang kucintai. Iya, kalian tidak salah dengar. Lelaki yang kucintai. Aku tertawa sumbang memikirkannya, usaha keras yang telah kulakukan untuk melupakannya kini terancam sia-sia karena aku harus menjalani kehidupan dengannya. Artinya, bibit rasa yang tak seharusnya kumiliki itupun menyeruak keluar dalam ruang yang terpendam. Aku tahu bahwa tak selayaknya bagiku memendam rasa pada lelaki ini, lelaki yang jelas tak pernah menganggapku sebagai seorang wanita terkasihnya. Naasnya, aku malah terjerembab dalam takdir di mana aku harus menikah dengannya.

Iqbaal Arka Wijaya namanya. Lelaki yang disapa Iqbaal itu kutemui pertama kali saat di bangku kuliah. Saat itu, ia adalah kakak seniorku juga Steffi. Lelaki yang selalu kuintip diam-diam lewat tribun lapangan basket itu telah mencuri afeksiku, bertahan begitu lama sebagai seseorang yang kucintai hingga akhirnya semesta menunjukkan kisah yang lain.

Iqbaal mencintai Steffi. Adikku.

Aku cukup sadar diri. Jelas saja. Dunia memang terkadang tak terasa adil bagi orang yang mencintai lebih banyak. Adegan romansa yang ia buat untuk menjadikan adikku sebagai kekasihnya pun kutonton dengan mata telanjang. Aku bahkan mengingat bagaimana lebarnya senyuman yang terukir lebar dari bibir adikku membuatku memilih untuk mundur teratur. Saat itu, aku sadar bahwa selayaknya kuhapus perasaan pada lelaki yang namanya sampai kapan pun hanya bisa kuingat sebagai sosok pujaan hatiku.

Perlahan-lahan aku memilih untuk melupakan Iqbaal, menepis perasaan yang memupuk dalam hatiku mengabaikan rasa keinginanku tuk memilikinya. Aku tahu bahwa diriku tak punya kendali untuk menghancurkan hubungan mereka demi kepuasan hatiku. Aku jelas mengerti bahwa mereka adalah dua insan saling mencinta yang hanya bisa dipisahkan oleh takdir. Aku mengalah sebelum berperang, tanpa sempat menyatakan kepada Iqbaal bahwa aku mencintainya.

Aku yang pecundang itu memilih menjauhi rasa sakit alih-alih menghadapinya dengan gagah berani. Namun, semesta benar-benar memiliki cara unik untuk mempertemukan aku dan Iqbaal kembali.

"Jangan gila, Dek!" desisku pada Steffi ketika aku baru saja datang dari Malang untuk mengunjunginya.

Aku meringis melihat kondisi tubuhnya yang kurus. Wajahnya tirus, pandangannya sayu, bibirnya pucat membuatku merendahkan tubuh untuk mengecup pipinya. Aku melangkah mendekatinya, mengusap tangannya yang terasa dingin dan makin kering. Adikku yang cantik itu terlihat menyedihkan dibalut selang-selang di tubuhnya

"Jangan gini..." bisikku padanya.

Aku melihat matanya meneteskan air mata membuatku mengusap kristal yang jatuh di sisi wajahnya. Aku mengusap lelehan air matanya dengan hati-hati, takut menyakiti kulitnya. Gerakan lemah Steffi menyentuh genggaman yang kuberikan pada tangannya tuk menguatkan. Aku selalu mengasihi adik kecilku sekalipun Steffi selalu dijatuhi kasih sayang dari orang-orang disekitarnya. Aku selalu mengasihi dirinya sekalipun Steffi kerap kali membuatku merasa iri mengapa nasibku tak lebih baik darinya. Aku selalu mengasihi Steffi sekalipun ibu tak pernah melakukannya untukku.

"Maaf..." ia berujar lemah di balik selang oksigennya, tatapannya mengarah padaku, meminta pertolongan dariku yang jelas tak berselesa menghardik kemauannya.

Aku menggeleng padanya, tak merasa bahwa Steffi harus meminta maaf padaku. Aku mengecup puncak kepalanya tak membiarkan adikku kembali berujar membiarkan kami berpelukan melepas rindu setelah sekian lama aku bersembunyi mencari ketenangan hati.



Tante SalshaWhere stories live. Discover now