The Yearning - 8

23.5K 1.3K 44
                                    

Rindu itu menyesakkan, tapi perlu agar menunjukkan saat ini dirimu hidup untuk menyayangi seseorang.

Happy Reading.

Salsha menatap Iqbaal dengan pandangan kesakitannya, seolah mencurahkan segala rasa yang ditahannya melalui tatapan itu.

"Jangan bodoh Salsha, ayo masuk!" tukasnya berusaha memutus tatapan itu. Iqbaal menarik tangan Salsha untuk masuk ke dalam pintu yang menghubungkan pantai dengan hotel. Gadis itu hanya diam tak melawan dengan pergerakan.

"Bukannya sia sia kalaupun kita jalani semua ini? Maka ayo kita akhiri" ujar Salsha dengan posisi tangan yang masih berada di genggaman dingin Iqbaal.

Lelaki itu berhenti. Berbalik menghadap Salsha yang ada di belakangnya. Dan tanpa pernah Salsha duga adalah ketika material lembut itu menghantamnya dengan keras, mendorong tubuhnya hingga ia terpenjara dalam kungkungan Iqbaal di salah satu pohon kelapa.

Bibirnya bergerak tanpa mengenal kelembutan, mendesak masuk membuat gadis itu mencengkram kemeja yang dikenakan oleh Iqbaal. Kemudian, ciumannya bergerak turun hingga menciptakan sebuah tanda tepat dibagian tulang selangkanya.

"Kamu milikku dan selamanya akan begitu"

-

Kejadian ciuman di pantai itu membuat suasana antara keduanya menjadi canggung. Ah tidak, karena sebenarnya hanya dirinyalah yang merasa canggung sedangkan Iqbaal bersikap biasa saja.

Matanya menatap ke hamparan laut lepas yang begitu indah. Kemudian matanya tanpa sengaja menatap ke arah pesisir pantai itu lagi.

Pantai. Entah kenapa hanya ketika menyebut kata tersebut beribu kesakitan datang menderanya. Mulai dari pengalaman masa kecil yang tidak berkesan hingga ketika ia beranjak dewasa.

Dia dan Steffi lahir di hari yang sama tapi entah kenapa dirinya merasa jika kasih sayang bundanya lebih tercurah kepada Steffi. Memang Salsha akui, jika adiknya tersebut lahir dengan daya tahan tubuh yang lemah hingga membuat dia diberi tanggung jawab penuh untuk menjaga Steffi.

Gadis itu cantik dan riang membuat dirinya banyak memiliki teman berbeda dengan Salsha yang lebih suka diam dan menyendiri dengan beberapa bukunya. Hingga dirinya hanya mempunyai satu teman hingga sekarang.

Ia menghela nafasnya gusar kemudian menopang dagu dengan tangan. Kadang, lintasan masa sekolah yang tidak berkesan membuat dirinya sedih.

"Kamu gak makan?"

Salsha menoleh mendapati lelaki yang entah sejak kapan berdiri menyandarkan tubuhnya dipintu balkon. Gadis itu mengerutkan wajahnya ketika melihat Iqbaal yang sudah rapi dengan pakaian santainya.

"Mungkin sejak kamu menghela nafas untuk yang kesepuluh kalinya" ujarnya berjalan maju mendekat membuat Salsha semakin bingung. Lelaki ini.. Memang tidak dapat ditebak.

Salsha melongo tidak menyangka jika Iqbaal menghitung helaan nafasnya. Lelaki itu ikut berdiri di samping Salsha kemudian menyingkirkan helaian rambut sang gadis yang menutupi wajah cantiknya karena tiupan angin.

Salsha menegang ketika tatapan Iqbaal begitu dalam padanya. Untuk sejenak, ia menikmati tatapan Iqbaal yang menghunus matanya.

"Maaf" ujarnya dengan pelan dan penuh penyesalan.

"Untuk?" jawab Salsha dengan tatapan yang masih tertuju pada bola mata cokelat itu.

"Untuk kejadian kemarin" Salsha bungkam. Ia tak ingin bahasan itu terucap dari Iqbaal. Karena Salsha sudah benar benar ingin melupakan kejadian memalukan semalam.

Tante SalshaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora