Happy Mother Day - 37

27.6K 1.2K 61
                                    

Happy Reading.

Flashback.

Dokter Kyungsoo keluar dari ruang rawat. Karel yang sejak tadi duduk diam pun berdiri menyambut dokter berkewarganegaraan asing itu.

"Bagaimana keadaan Salsha, Dok?" tanyanya.

"Pasien bisa dijenguk secara berkala mulai sekarang asal tak menganggu waktu istirahatnya," jawab dokter Kyungsoo.

Mata Karel mendelik. Dia kaget, sungguh! Ia bahkan mengerjapkan matanya berkali-kali menatap ke arah dokter itu dengan tak percaya. "Dokter serius?" ucapnya gagu.

Dokter Kyungsoo tersenyum, "Tentu. Anda bisa menjenguk Nona sekarang."

Karel mengangguk. Dia menyalami dokter itu, kemudian masuk dengan mata berbinar. Tepat ketika ia membuka pintu kamar, dua perawat keluar dari ruangan. Karel pun membalas senyuman kedua perawat itu dengan kaku. Sayangnya, sukses membuat keduanya merasa memerah. Karel itu tampan meski ia berwajah datar sekalipun. Apalagi jika ia tersenyum memamerkan lesung pipitnya.

Wanita itu terbaring di sana. Diatas ranjang kamar VIP dengan mata sayu yang terbuka. Karel mendekat. Perlahan seolah takut jika ini adalah mimpi. Diakah orang pertama yang tahu hal ini? Diakah orang yang akan menjadi orang pertama ketika Salsha membuka mata—tentunya selain pihak medis.

"Karel..." Ketika namanya dengan frekuensi lemah. Dia mengalihkan dirinya dari alam batin. Salsha membuka mata menatapnya. Wanita yang setiap malam Karel rindukan itu benar-benar kembali. Wanita yang tlah mencuri lebih dari separuh pikiran dan jiwanya. Wanita yang mengajarkan apa artian bersabar sesungguhnya.

"Hai?" sapa Karel kaku.

Salsha tersenyum tipis, "Sini," pintanya lemah.

Karel mengangguk mengikuti titah Salsha. Sekarang ia berada di samping ranjang. Begitu dekat dengan sosoknya.

"Rel.."

"Ya?"

"Bayiku hilang ya?"

Karel terdiam. Dia menatap Salsha dengan pandangan iba sedangkan si objek hanya memasang wajah tak tergambarkan. Karel begitu sulit menebak apa isi pikiran Salsha. Wanita itu terlalu misterius dan penuh kejutan.

"Aku ceroboh memang."

Karel menggeleng. "Itu semua sudah takdir Tuhan, Salsha."

"Aku ceroboh karena gak bisa pertahanin bayi Kak Iqbaal."

"Salsha.."

"Aku ini gak berguna, Rel. Aku cuma bisa bikin semua orang mender--"

"Shut up! Berhenti untuk menyalahkan diri sendiri!" Karel menatap wanita yang begitu putus asa itu, "semua udah takdir dan gak akan ada yang bisa menyalahi ataupun menangkisnya, jadi aku mohon berhenti menyalahkan diri sendiri, Sha."

Salsha menangis. Air mata itu turun melalui pipi tirusnya tanpa bisa ditahan-tahan. Dia menangis sederas mungkin, terisak keras membuat Karel merasa pilu. Dia menarik tubuh kurus itu dalam pelukannya. Memberinya kehangatan dan ketabahan.

"Aku..hiks..aku gak berniat sekalipun untuk membunuh dia, Rel."

Karel mengusap punggung Salsha. "Aku tahu. Kamu bukan wanita sejahat itu. Aku tahu, Sha. Tanpa kamu beritahu sekalipun," ucapnya.

"Aku kehilangan dia, Rel. Aku kehilangan bayiku." Salsha berujar disela-sela tangisnya.

Karel menahan air matanya. Dia tak bisa mendengar isakan pilu dari wanita ini. Salshanya yang memilukan membuat Karel merasa tersakiti.

Tante SalshaWhere stories live. Discover now