How to Get A Chance? - 38

26.5K 1.2K 50
                                    

Happy Reading.

"Jangan ngelamun gitu! Entar rezekinya dipatok ayam." Karel mendongak, menatap gadis bercepol asal yang tiba-tiba duduk di depannya.

"Gak ada hubungannya."

Jessie mengangguk, ia menyedot isi minuman merahnya. "Sama kayak kita ya. Gak ada hubungan sama sekali," jawabnya asal.

Karel mendelik membuat Jessie mengangkat jari telunjuk dan tengahnya bersamaan. "Peace!!!" katanya yang membuat Karel menghela napas dan membuang muka enggan menatap si gadis.

"Hati kamu itu keras atau gimana sih? Udah empat tahun lamanya gak ada hasil apa pun dari perjuangan aku selama ini," cerocosnya yang dianggap angin lalu oleh Karel.

"Harusnya kamu tahu kalau hati dia masih menjadi milik satu orang." Jessie menghela napas, "Rel, jangan mengejar sesuatu yang gak pantas kamu kejar..."

Karel menoleh tajam, "Maksud kamu Salsha gak pantas untuk aku kejar?" katanya sinis, "terus kamu pikir dirimu pantas untuk dikejar? Untuk aku perjuangkan?"

Jessie terdiam. Mata bulatnya menatap ke arah Karel dengan takut.

"Berhenti untuk mengurusi aku. Berhenti untuk perduli dengan apa yang aku lakuin karena itu gak akan buat aku simpati." Karel berdiri dari duduknya, sudah malas meladeni Jessie. Dia meraih cangkir kopinya sebelum suara Jessie menyuara.

"Itu karena aku sayang sama kamu! Aku perduli karena aku gak tega liat kamu terus-terusan berharap sama sesuatu yang gak mungkin!" Jessie ikut berdiri menatap Karel yang ada di hadapannya.

"Aku sakit setiap liat kamu kayak gini! Aku juga sakit, Rel!"

"Kalau begitu kamu bisa pergi. Jangan pernah muncul di hadapan aku. Beres kan?" kata Karel seenteng kapas.

Jessie menahan rasa sesak di dadanya. Gadis itu tersenyum begitu manis. Dia mengangguk kemudian berlalu tanpa mengatakan apa pun. Karel tahu dia telah menyakiti perasaan gadis itu. Gadis yang dulu menjadi calon tunangannya. Gadis yang berlagak menjadi pahlawan baginya dan Salsha.

Jangan dikira Karel tidak tahu akan semua yang dilakukan Jessie padanya. Gadis itu, dia adalah anak dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Dia yang memudahkan segala jalan Karel di sini, seolah dialah pembuat alur kehidupannya. Juga jangan dikira Karel tidak tahu jika Jessie diam-diam selalu menghubungi ibunya. Karel tahu dan ia memilih diam.

Namun ketika gadis itu sudah berbicara melewati batasnya, Karel tak bisa menolerir. Jessie tak ada hak untuk mengatur jalan percintaannya. Dia tak ada hak untuk menentukan wanita mana yang pantas untuknya.

Jessie tak memiliki hak apa pun, bahkan ibu kandungnya sekalipun. Ah, Karel merindukan maminya sekarang.

***

Salsha berjalan canggung di samping Iqbaal. Bahkan di tengah ramainya Town Square, dia merasa raga dan jiwanya berjalan terpisah membuat ia linglung.

"Kamu mau beli makan?" tawar Iqbaal yang dibalas gelengan kepala oleh Salsha.

"Mau minum?" Salsha menggeleng lagi.

"Baju?" Respon yang sama untuk ketiga kalinya membuat Iqbaal menghela napas.

"Kamu gak nyaman jalan sama aku?" Salsha menggeleng lagi.

Iqbaal memasang wajah lelahnya, "Geleng mulu. Kamu salah bantal semalem?" Salsha diam membuat Iqbaal gemas menarik pipi gemuk si wanita.

Tante SalshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang