Why Not? - 44

23.6K 1.1K 191
                                    

Happy Reading.

Jalanan ibukota yang padat dan sesak, hampir tidak ada cela sesentipun di antara kendaraan yang disuguhkan panasnya sinar matahari saat siang. Suara klakson kendaraan berbunyi ketika lampu hijau menyala, bus kota yang dipenuhi penumpang, atau asap mengepul dari kendaraan yang sudah tak layak pakai menjadi bumbu pelengkap.

Salsha menahan napas, dia mengalihkan pandangannya pada lelaki yang menyetir dengan tidak sabar itu. Berkali-kali membunyikan klakson membuat Salsha merasa jengah dan terganggu.

"Bisa lebih sabar? Di luar sana macet, kalau gak sabar lebih baik kamu terbang," kata Salsha ketus.

Iqbaal tak menanggapi. Lelaki itu masih fokus ke depan seolah Salsha tak pernah bersuara. Kesal. Wanita itupun menghempaskan tubuhnya pada jok penumpang. Masa bodoh dengan Iqbaal. Dia tak perduli! Lebih baik ia memejamkan matanya daripada tak dianggap seperti ini.

Samar-samar, Salsha dapat Iqbaal mengumpat beberapa kali, sebelum akhirnya menekan klakson panjang dan menginjak gas melajukan mobil semakin kencang membuat mereka dihadiahi klakson nyaring dari bus kota yang penuh penumpang itu.

Salsha mencoba untuk mengabaikan. Wanita itu memilih untuk memejamkan mata karna sesungguhnya dia pun lelah karna telah memasak hampir setengah hari. Belum sampai hitungan ke dua puluh, wanita itu telah lelap dalam mimpi indahnya.

Iqbaal yang sejak tadi fokus menyetir pun menoleh karna keadaan hening begitu merasuk. Lelaki berkepala tiga itu menghela napas ketika melihat wanitanya tertidur. Sebelah tangannya pun tak bisa diam untuk sekedar mengusap surai lembut sang istri walau hanya beberapa menit.

Iqbaal pernah dua kali kehilangan wanita yang dia cintai, dan kali ini ia berjanji tidak akan ada yang ketiga.

***

Bulu mata lentiknya bergerak pelan, diikuti oleh kelopak mata yang mulai mengerjap menyesuaikan cahaya ruangan. Badannya melenguh, menghadap ke kanan kemudian kiri untuk mereganggkan persendiannya yang kaku akibat terlalu lama tidur dalam posisi duduk. Setelah dirasa cukup, Salsha mengerjapkan mata pelan, masih belum sadar dan jelas dengan objek di sekeliling hingga penglihatannya mulai berfungsi baik.

Dahinya mengkerut, alis panjangnya membentuk garis lurus ketika melihat cat dinding dengan warna putih bersih itu. Langit kamar berwarna biru gelap bukanlah tempat yang biasa dia tempati.

Salsha bingung hingga tanpa sadar memposisikan dirinya duduk dengan cepat. Dilihatnya jendela besar dengan gorden biru cerah yang menjuntai panjang menyapu lantai. Oke. Dia memang benar bukan di kamarnya. Dari atas ranjang, dirinya dapat melihat suasana hijau di luar. Pohon cemara yang menjulang tinggi serta kicauan burung terdengar samar.

Setahunya, Jakarta tak memiliki tempat seasri ini.

"Kamu udah bangun?"

Salsha langsung menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Di sana, tepat di depan pintu kamar mandi, lelaki yang baru saja mandi itu keluar dengan pajamas merah yang melekat di tubuhnya.

"Kita di mana?" tanya Salsha balik.

Iqbaal memandang wanitanya sekilas, kemudian menggantung handuk yang tadi ia gunakan mengeringkan rambut. Lelaki itu malah berjalan ke arah almari mengabaikan pertanyaan Salsha membuat si wanita geram.

"Kamu gak denger pertanyaan aku?"

Iqbaal malah sok menyibukkan diri dengan memilah beberapa baju yang menggantung di almari itu. Salsha yang kehabisan kesabaran itupun berdiri dari posisinya dan beranjak hendak keluar kamar.

Tante SalshaWhere stories live. Discover now