My Crazy Husband - 43

25.6K 1.3K 148
                                    

Happy Reading.


"Salsha beneran bilang gitu?" Jeha menatap tak percaya ke arah lelaki yang baru saja menceritakan apa yang mengganjal pikirannya.

Iqbaal mengangguk lemah. Dia baru saja bangun tidur dengan kepala yang luar biasa pusing, kemudian ditodong berbagai pertanyaan dari Jeha—sahabat dari istrinya. Perempuan yang mengaku menunggunya untuk semalaman itu memaksa agar dirinya bercerita. Dan ya, pada akhirnya Iqbaal pun kalah hingga menceritakan bebannya.

"Dia kecewa mungkin sama elo, Baal. Makanya susah juga buat kembali," ucap Aldi sembari menikmati segelas coklatnya.

"Bisa juga sih, atau mungkin dia masih butuh waktu buat nerima lo lagi," tambah Jeha.

Iqbaal menghela napas. Dia menyandarkan tubuhnya di sofa. Kepalanya masih pusing akibat alkohol yang dikonsumsinya dan sekarang dia dipaksa berpikir.

"Gue udah berusaha untuk nahan itu selama sebulan. Sifat acuh dia. Itu nyakitin gue. Dia bertindak seolah-olah gue gak ada buat dia. Seolah kita ini dua orang asing yang tinggal bersama."

Semua pun diam. Bastian yang biasanya menyerocos panjang lebar hanya melipat bibirnya. Lelaki berhidung mancung itu hanya menatap ke arah teman-temanya tanpa berkomentar.

"Semua yang terjadi di masa lalu, yang dia rasain, gue rasa enggak mudah dirasain oleh setiap orang. Gue pribadi, pasti ngerasa keberatan. Dan untuk ukuran perempuan, ya you know what i mean. Mereka punya cara masing-masing untuk memaafkan. Gak selamanya ketika mereka bilang maaf dengan sarat menerima kembali," kata Kiki tiba-tiba.

Iqbaal menatap ke arah lelaki yang dua tahun lebih tua darinya itu.

"Sampai kapan? Dua bulan lagi? Tiga bulan lagi? Honestly, gue capek. Bukan capek untuk bersama dia. Tapi capek untuk mikir gimana caranya ngebuat dia luluh."

"Ya itu urusan lo! Harusnya lo intropeksi tentang gimana perlakuan lo ke dia beberapa tahun yang lalu. Harusnya lo mikir gimana perasaan dia saat tau suami yang disayang selingkuh sama mantan pacarnya." Jeha menatap Iqbaal dengan nada marah. Kilatan itu tercetak jelas di paras manisnya. Memperburuk obrolan pagi itu.

"Gue nyesel!" sentak Iqbaal, "sangat amat nyesel. Lo gak akan ngerti tentang apa yang gue rasain saat itu."

Jeha mendecih sinis, "Gak tau? Bagian mana yang gak gue tau? Gue tau semuanya. Dan ini semua berawal dari kebejatan lo yang gak bisa nahan nafsu!" katanya berapi-api.

"Jeha... udah ya," kata Bastian menenangkan. Lelaki yang mendapat sarat mata dari Aldi itu akhirnya membawa Jeha menjauh dari ruang tamu karna suasana mulai terasa kaku.

Selepas Jeha pergi dibawa Bastian ke ruang yang lain. Ketiga lelaki dewasa itu masih diam dalam keheningan yang tercipta. Aldi sesekali melempar pandang ke arah Kiki menyarat untuk melihat sahabat mereka yang memikirkan perkataan Jeha tadi.

"Jangan terlalu dimasukin hati, Baal..." Kiki mengusap pundak sahabatnya perlahan.

Iqbaal hanya diam meski bayangan kata-kata Jeha itu melintas di benaknya.

"Emang kesalahan gue ini gak termaafkan ya bang? Emang gue salah kalau misalnya berharap semua akan kembali kayak dulu lagi?" ucap lelaki itu dengan rautan putus asanya.

Pantaskah dia? Pantaskah dia mendapat kesempatan untuk kembali pada saat-saat seperti dulu? Pantaskah dia mendapat kesempatan untuk mengulangi semuanya, memperbaiki setiap kesalahan di masa lalu? Pantaskah dia?

***

Karel melipat lengan kemejanya hingga batas siku. Lelaki yang baru saja memasangkan dasinya itu menuruni anak tangga rumah mewah itu dengan perlahan. Sepatu kulit hitamnya beradu dengan lantai yang licin membuat bunyi pijakan bergema. Setelah sampai di lantai atas, dia berjalan ke arah dapur, menemui maminya yang tengah duduk manis di meja makan dengan ponsel di telinganya.

Tante SalshaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ