Does He Love Her? - 31

22.8K 1.1K 95
                                    

Happy Reading.

BUGH! Hantaman itu mengenai pipi Iqbaal. Lelaki yang baru saja melayangkan bogeman itu berdiri di depan sosok Iqbaal. Tak ada ringisan ataupun sinyal balasan yang akan dilakukan Iqbaal.

"Kenapa lo nyakitin dia lagi, brengsek!" ujarnya dengan tangan yang hendak dilayangkan ke arah Iqbaal lagi. Namun Aldi dan Bastian langsung bersigap menahan lelaki yang saat ini tengah diselimuti amarah itu.

"Rel, tenangin diri lo," ujar Bastian menenangkan.

"Iya.. Tahan amarah lo karena semua gak akan merubah apa pun," tambah Aldi.

Karel memundurkan langkahnya perlahan karena tarikan dari Bastian dan Aldi. Kiki hanya menghela napas menonton kejadian di depannya. Ia hanya diam dan tak bertindak melerai seperti yang dilakukan oleh Bastian dan Aldi. Bukan karena ia tak respect, hanya saja dirinya sudah lelah dengan kelakuan mereka berdua yang selalu saja melemparkan tatapan permusuhan.

"Kalo mau dilanjutin silahkan. Diluar aja tapi. Kasian pasien yang butuh ketenangan di sini. Mau gue recommend tempat? Di sebelah utara sini, sekitar dua kilometer. Ada gedung tua. Mending kalian tengkar di sana, silahkan adu tonjok. Sampai gigi kalian lepas semua pun, gak papa," ujar Kiki dengan nada sarkas. Bastian dan Aldi melongo menatap lelaki gempal yang biasanya bijak itu. Sedangkan Karel dan Iqbaal memilih bungkam saja.

Kiki mengembuskan napas kasar, "Kalian tau gak? Dengan kalian yang bertengkar gak jelas kayak gini, gak akan merubah apa pun! Salsha masih akan tetap terbaring koma! Janin dia gak akan kembali lagi! Dia gak akan lari ke arah kalian dengan tiba-tiba dan bilang stop," ujarnya dengan satu tarikan napas amarah. "Kalian udah dewasa, pebisnis juga. Harusnya ngerti apa yang harus disikapi ketika keadaan runyam kayak gini!"

Baik Iqbaal dan Karel ataupun Bastian, Aldi tak ada yang mengeluarkan sepatah katapun sampai Kiki akhirnya memilih duduk. Lelaki yang usianya lebih tua dibanding mereka itupun memang mengatakan sesuatu yang benar adanya.

"Maaf, tapi gue gak bisa memungkiri kalo rasa cinta yang gue punya menuntut ngelakuin ini," ujar Karel kemudian. Kemudian, lelaki itu memilih untuk pergi ke taman rumah sakit untuk menenangkan diri setelah mendapat tatapan tajam dari Iqbaal akibat pengakuannya.

Karel tak perduli sekalipun Iqbaal dan teman-temannya tahu. Kalau perlu, ia ingin Salsha yang saat ini terbaring lemah itu mendengar ucapannya. Dia juga ingin perempuan itu tahu, meskipun dia pun mengerti dengan betul akan bagaimana perasaan Salsha padanya.

"Si Karel mah percuma kuliah jauh-jauh ke luar negeri, kalau otaknya ketinggalan pas wisuda," bisik Bastian pada Aldi yang memang pernah menjalin hubungan bisnis dengan Karel.

Aldi menimpuk kepala saudaranya itu, "Gitu-gitu dia lebih sukses dan punya perusahaan besar! Enggak kayak elu yang kerjaan aja masih nebeng di Iqbaal," ujarnya sinis.

Bastian mendelik ke arah lelaki yang lebih muda darinya itu. "Kok elo kurang ajar sih, Ald!" tukasnya memprotes tak terima akan perlakuan Aldi.

"Gue kan bicara kenyataan."

Bastian mencebik hendak melakukan aksi protes namun tatapan Kiki yang memaku ditambah dengan delikan itu membuat ia mau tak mau bungkam.

"Salsha di mana, Baal?" Iqbaal langsung mendongak menatap kaget ke arah kedua orang tua dan juga mertuanya. Ia kaget, tentu saja! Karena dirinya bahkan belum memberitahu tentang kejadian ini.

"Ayah.. Kenapa bisa di sini?" tanyanya ragu.

"Anak saya gak kenapa-napa kan? Salshaku baik-baik aja kan, Baal?" ujar Hasdy memegang bahu lelaki itu.

Kiki, Aldi, dan Bastian faham benar apa yang dirasakan Iqbaal saat ini.

"Kenapa hanya diam? Dia gak kenapa-napa kan?" ulang mertuanya dengan nada tidak sabar.

Tante SalshaWhere stories live. Discover now