18. Menghitung Detak Waktu

Start from the beginning
                                    

Tentu hal itu membuatnya terkejut sesaat setelah menyadari kejanggalan kata yang diucapkannya. Biasanya dia hanya akan memanggil Reyhan demikian jika di hadapan keluarga mertua atau keluarganya saja. Entah mengapa begitu tercipta kecanggungan baginya.

"Boleh juga panggilan itu," ujar laki-laki itu diakhir kalimatnya seulas senyum tipis telah membingkai wajah tampannya yang dahulu hanya menyisakan ekspresi dingin, datar, penuh kemisteriusan dengan tatapan tajam dan mengintimidasinya yang seakan siap menguliti lawan bicara, terutama Neira.

Neira tertegun di tempatnya setelah sebelumnya sempat mengerjapkan mata dengan cepat beberapa saat lalu mempertajam penglihatannya. Nyatanya tak mengubah pandangannya. Benar, dirinya mendapati senyuman tak biasa seorang Reyhan untuk pertama kalinya.

Senyuman yang tak pernah dilihat Neira dari suaminya itu selama masa pernikahan mereka. Celakanya adalah hal itu justru memicu detak jantungnya untuk semakin berdegup cepat.

Semua perlakuan dan sikap Reyhan benar-benar di luar dugaan Neira bahkan hanya dalam angannya tak sedekitpun terbayang demikian.

Seketika Neira menarik jemari tangannya dari genggaman hangat suaminya itu. "Aku akan---" ucapan Neira dengan cepat dipotong oleh perkataan Reyhan.

"Tunggu sebentar, akan aku ambilkan krim obat luka bakarnya." Reyhan bergegas pergi dari hadapannya. Sementara Neira langsung mematikan oven lalu menuju meja makan dan mengambil air minum untuk diteguknya hingga tandas. Dia beberapa kali menarik napas lega akhirnya saat menyadari detakan jantungnya mulai berdetak normal kembali.

Ada apa denganku?Mengapa sikap manis Reyhan mampu membuat perbedaan terhadap diriku? Neira bertanya-tanya dalam hati tak percaya sembari mengusap wajahnya dengan telapak kirinya.

Ah, benar. Mungkin saja hingga saat ini aku belum terbiasa mendapati perubahan sikap dan perlakuannya kepadaku. Suara hati kecilnya memberikan sebuah kesimpulan setelah sesaat mendapatkan jawaban dari suara lain dalam dirinya.

Terdengar suara langkah kaki seseorang dari arah belakang Neira. Membuat gadis itu bersiap lalu membalikan tubuh menghadapnya.

"Berikan tanganmu." Reyhan telah berdiri di depan Neira dengan sebuah krim obat luka bakar di tangan kanannya.

"Biar aku saja." Neira merasa bisa mengobati lukanya sendiri. Terlebih dia merasa tidak nyaman di dekat Reyhan, terutama untuk kesehatan jantungnya.

"Bagaimana kau akan membuka dan mengoleskannya pada luka di jemari tangan kananmu, hah?" Neira menyadari kebenaran ucapan Reyhan. Namun, ketika bibirnya bergerak berniat membuka suara untuk menyanggahnya, laki-laki itu dengan cepat telah menimpalinya.

"Sudahlah... jangan keras kepala!" tandas laki-laki itu seraya mengulurkan tangan menarik jemari Neira tanpa persetujuannya terlebih dahulu.

Neira hanya bergeming hingga Reyhan selesai dengan apa yang dilakukannya pada tangannya.

"Kenapa tidak menyuruh Bi Ratna untuk membuatnya hah?"

"Aku hanya ingin membuatnya sendiri,"

"Lalu untuk apa kau bersusah payah membuatnya malam-malam begini? Lihatlah ini sudah pukul sepuluh." Reyhan menunjukkan jam di pergelangan tangannya.

"Karena kue yang kubuat khusus untuk memberi kejutan Ibu malam ini,"

"Jadi... kau tahu jika besok Ibu berulang tahun?"

"Tentu, bagaimana mungkin aku bisa melupakannya." Reyhan yang mendengar mengangguk mengerti lalu laki-laki itu bergegas membuka pengovenan dan mengeluarkan kue dari tempatnya.

Sementara Neira hanya memandang tak percaya saat kali pertama melihat Reyhan begitu cekatan dengan kesibukannya di dapur seakan terbiasa melakukannya.

BERDETAK (Berakhir dengan Takdir) {TAMAT}Where stories live. Discover now