"Lo ngebaca?"

Ara mengangguk dengan senang. "Ciee, puisi buat siapa, nih? Dalem banget, kayaknya,"

Malik membuang wajahnya menahan malu. Astaga. Wanita itu benar-benar...

"Pastinya, untuk seseorang,"

"Cewe? Cantik? Pacar lo?" Ara menatap Malik dengan binar.

Ara merasa senang, karena selama ini Malik tidak pernah nau berdekatan dengan wanita manapun selain dirinya. Bahkan ia sempat berpikir bahwa Malik penyuka sesama jenis. Ternyata tidak.

"Cantiknya kayak bidadari. Dia spesial banget. Tapi, bukan pacar gue. Dia yang udah bikin gue semangat jalani hari-hari gue, dia yang selalu bikin gue bahagia dengan tingkah dan perilaku dia dan dia berada di dekat gue." Malik tersenyum ke arah Ara.

Malik menghernyitkan dahinya heran saat mendengar suara isakan. "Ra, kok, nangis?"

"Gue terharu, Mal. Gue doain, kalian cepet bersatu. Gue ikut seneng, akhirnya, lo mau mencoba membuka hati untuk wanita." Ara tersenyum senang dan menghapus air mata bahagianya.

Malik menghela napas. Kapan Ara akan mengerti? Apa wanita itu terlalu polos atau terlalu bodoh untuk mengerti perasaannya?

Kedua kalinya Malik menghela nafas. Sampai kapan ia menyembunyikan perasaannya ini?

----

"Mal, menurut lo persahabatan itu apa, sih?" tanya Ara.

Kini, dua insan yang tak terpisahkan itu sedang berada di kantin. Mereka selalu bersama, bahkan mungkin, mereka tak rela jika harus berpisah barang sedetik pun.

Malik nampak berfikir sejenak, "Persahabatan itu adalah cerita tentang saling melengkapi. Melengkapi celah yang tak bisa diisi oleh kekasih dan keluarga. Ada sebuah tempat di hati lo di mana hanya sahabat yang bisa mengisinya."

Ara tersenyum mendengar jawaban puitis dari Malik. "Ya, seperti lo yang punya tempat tersendiri di hati gue."

Malik mengelus rambut Ara dengan penuh kasih sayang. Ia tak perduli dengan tatapan iri dari pengunjung kantin. Wanita yang saat ini sedang berada di dekatnya, adalah pusat perhatiannya.

"Kalau menurut lo, persahabatan itu apa?" tanya Malik.

Kini, giliran Ara yang berfikir. "Menurut gue ... Sahabat itu bagaikan tembok. Terkadang lo bersandar pada mereka, dan terkadang nyaman hanya dengan mengetahui bahwa mereka ada."

Malik tersenyum mendengar jawaban Ara. "Kaya kehadiran lo yang selalu bikin gue nyaman, dong."

Ara menatap Malik. Hingga, beberapa detik mereka bertatapan dengan jantung yang sama-sama berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Ke kelas, yuk, Ra!" ajak Malik lalu menggenggam erat tangan Ara.

Tiba-tiba tubuh Malik berhenti membuat Ara ikut berhenti mengikuti langkah pria itu.

"Kenapa?" tanya Ara heran.

Malik menunjuk suatu tempat membuat Ara mengikuti arah pria itu yang terdapat tukang gulali. Ya, makanan kesukaannya.

Dengan mata berbinar-binar Ara menarik lengan Malik menuju pria paruh baya yang sedang berdagang itu.

"Pelan-pelan, Ra!" ucap Malik kesal.

"Lo itu jalannya terlalu lama." jawab Ara sewot.

Malik hanya mengangkat tangannya menyerah. Ia tak pernah bisa menang jika berdebat dengan Ara.

"Mang, gulali satu, ya. Yang paling besar," ucap Ara seraya membuat bundaran yang besar menggunakan kedua lengannya.

Malik tertawa melihat tingkah Ara yang menurutnya, menggemaskan.

Tiba-tiba Ara menatap Malik dengan puppy eyes-nya yang membuat jantung Malik tidak sehat.

"Oke! Gue yang bayarin!" ucap Malik seolah mengerti dengan permintaan Ara.

Ara pun tersenyum senang dan dengan refleks memeluk Malik.

Malik terkejut dengan perilaku tiba-tiba gadis itu. Ia sendiri tak mengerti kenapa jantungnya selalu berdetak tidak normal saat di dekat gadis ini. Apa karena ia kaget atau hal yang lainnya?

-To be continued-

Kalo kalian suka sama chapter kali ini jangan lupa di vote🌟.
Kalo punya kritik dan saran, silahkan komen😉.
Dan kalo seneng sama ceritanya jangan lupa ditambahkan ke perpustakaan dan reading list kalian❤.
Supaya apa? Supaya kalian tahu kalau aku ngeupdate chapter baru ceritaku. Hhe...

Follow me on Instagram🍭.
@Sabiimh.06

See you next chapter!👐.

FriendzoneWhere stories live. Discover now