4. Sebuah kerinduan

2.9K 176 6
                                    

"Kamu memang bisa melupakan, tapi kamu tidak akan pernah bisa mencegah datangnya rindu"-Z

-ARZARA-

Setelah pulang sekolah, Zara memilih langsung pulang ke rumahnya, karena ia begitu lelah.

Dalam waktu beberapa menit, ia telah sampai dirumahnya dengan menaiki angkot. Sedangkan Arsa, ia orangnya angin-anginan. Kadang nganterin, kadang enggak. Tergantung hawanya.

"Assalamualaikum" Setelah mengucapkan salam, Zara segera masuk ke dalam kamarnya tanpa menunggu jawaban salam dari ibunya.

"Waalaikumsalam. Sayang, makan dulu sini!" Sahut Rina dengan lantang dari bawah.

"Iya, Ma!" Jawab Zara. Ia pun segera turun ke bawah menuju meja makan.

"Gimana tadi sekolahnya?" Tanya ayahnya, Susanto yang duduk sambil menyantap makanannya.

"Ya.. biasa aja" Jawab Zara tanpa menatap Susanto.

"Besok Ayah anterin, ya?" Tanya Susanto lagi sambil tersenyum manis menatap Zara.

"Nggak perlu, Om" Balasnya. Tetap dingin dengan wajah flat-nya.

Rina yang mendengar anaknya itu memanggil Ayahnya dengan sebutan 'Om' langsung mendengus kesal.

"Mama kan udah bilang Zara. Meskipun dia Ayah tiri kamu, kamu harus tetap panggil dia Ayah. Mama ingin anak Mama satu-satunya ini punya sopan santun" Sahut Rina. Zara pun memutar kedua bola matanya malas sambil tersenyum miring.

"Mama nggak pernah ngajarin Zara tentang sopan santun. Buktinya Mama nikah sama dia aja tanpa minta izin dari Zara" Balas gadis itu membuat Rina semakin kesal.

"Ini semua demi kebaikan kamu, Zara!" Sentak wanita paruh baya itu.

"Ini demi kebaikan Mama bukan Zara. Zara nggak pernah minta Ayah baru. Zara juga nggak mau posisi Ayah digantiin atau digeser sedikitpun sama orang lain!" Setelah mengucapkan itu, ia pun langsung berlari menuju kamarnya.

"Zara dengerin Mama dulu!" Teriak Rina. Namun, tidak didengarkan oleh anaknya itu.

"Udah. Kamu nggak perlu maksain Zara kayak gitu lagi. Pelan-pelan aja, pasti nanti Zara bakal terima, kok" Sahut Susanto sambil mengelus bahu istrinya. Rina pun hanya bisa mengangguk pasrah.

***

Zara pun mengunci pintu kamarnya dan langsung membantingkan tubuhnya ke kasur.

Setetes demi setetes air mata pun jatuh membasahi pipinya.

"Zara kangen, Ayah" Sahutnya pada sebuah foto kecil yang saat ini ada digenggamannya. Terlihat seorang lelaki yang sedang menggendong anak kecil. Ya. Itu ayahnya yang sedang menggendongnya dulu.

"Kenapa Ayah pergi tinggalin Zara? Zara pengen Ayah terus dampingin Zara. Zara nggak mau sendirian. Zara butuh Ayah" Ia pun memeluk foto tersebut. Hanya barang berharga itu lah yang ia miliki. Dan hanya foto itu yang bisa mengobatinya pada saat ia merindukan Ayahnya.

Ia merindukan Ayahnya, Rahman. Ia merindukan dekapannya. Ia merindukan elusan tangannya pada rambutnya yang terurai panjang. Ia merindukan cubitan pada hidungnya ketika ia melakukan hal aneh. Ia merindukan ketika tangan Ayahnya menghapus air matanya. Dan yang paling ia rindukan adalah saat Ayahnya mencium puncak kepalanya.

Ya. Ia merindukan semua itu. Ia merindukan semua hal yang ada pada Ayahnya, Rahman.

Tidak lama kemudian, Zara tertidur sambil memeluk foto kecil itu.

"Ayah.. Kejar Zara sini!" Sahut Zara kecil ditengah lariannya sambil memegang boneka kesayangannya.

"Ayah tangkap kamu, ya!" Balas Rahman dengan senyuman manisnya yang sangat disukai Zara kecil.

Di tengah lariannya, Zara kecil terjatuh. Dan bonekanya pun terlempar ke dalam sungai.

"Aduh.. Makanya ati-ati. Mana yang sakit?" Tanya Rahman khawatir, Zara kecil pun menggelengkan kepalanya.

Ia pun menunjuk ke arah sungai. "Boneka Zara, Yah"

"Udah jangan mentingin boneka, yang penting kamu gapapa. Nanti Ayah beliin lagi, ya?" Tawar Rahman.

Zara kecil lagi-lagi menggelengkan kepalanya. "Itu boneka kesayangan Zara, Yah"

"Yaudah tunggu disini sebentar, Ayah ambil. Jangan kemana-mana ya, sayang?" Tanya Rahman yang diberi anggukan kecil oleh anaknya.

"Hati-hati, Yah"

"Iya, sayang" Sahut Rahman sambil mencium puncak kepala Zara kecil.

Hujan pun turun dengan deras. Tiba-tiba saja Rahman hilang dari pandangannya.

"Ayah!" Teriak Zara kecil. sambil berjalan celingak-celinguk mencari.

"Ayah, dimana?" Teriaknya lagi.

"Ayah, Zara takut!"

"Ayah, jangan pergi!"

"Ayah, jangan tinggalin Zara sendirian!"

"Ayahhhh!!!!" Gadis itu pun terbangun dari tidurnya. Mimpi itu terasa begitu nyata dan membuat hatinya teriris. Tiba-tiba saja air matanya jatuh kembali dengan derasnya tanpa henti.

"Maafin Zara, Yah"

***

Esoknya, pukul 06.30

Zara berangkat sekolah dijemput oleh Arsa. Tanpa alasan apapun cowok itu tiba-tiba saja datang ke rumahnya dan menyuruhnya untuk langsung menaiki motornya. Benar-benar tidak jelas.

Lagi-lagi diperjalanan pun tak ada salah satu dari mereka yang mengeluarkan suaranya. Zara pun tidak nyaman dengan keadaan yang awkward seperti ini.

Ia pun memilih untuk membuka pembicaraan duluan. "Kesambet apaan lo sampe nganterin gue ke sekolah?"

Arsa yang mendengar itu langsung memberhentikan motornya di pinggir jalan. "Turun" Suruhnya.

"What?" Zara dibuat melongo akibat perkataan Arsa yang singkat, padat dan jelas itu.

"Turun!" Sentak Arsa.

"Kenapa lo turunin gue disini? Masih jauh juga"

"Cepet turun!"

Zara akhirnya turun--menuruti permintaan Arsa. Setelah ia turun, Arsa segera melajukan motornya tanpa sepatah katapun.

Zara yang melihatnya berdecak kesal, lalu menghentakan kakinya. "Dasar gila! Cowok nggak punya hati!" Teriak Zara. Namun tidak menggerakkan hati Arsa untuk kembali dan menjemputnya.

ARZARAWhere stories live. Discover now